Laporan : Febri Mira Rizki
DINDING : Dinding Sungai Bahbalagbak yang sangat memukau pengunjung
di kawasan Tinggi Raja. (Mimbar/Febri Mira Rizki)
|
M
|
inggu, 29 Desember 2013 merupakan detik-detik akhir
tahun yang luar biasa bagi sebagian orang, guna mengisi harinya dengan
berjelajah alam atau berwisata alam. Gabungan bikers dan teman-teman sepermainan pun memilih salah satu tempat
yang keren di sisi lain Kawah Putih Tinggi Raja, sebut saja Sungai Bahbalagbak.
Dengan mengendarai 11 sepeda motor atau 21 orang bersama-sama, mereka pergi
mengunjungi Sungai Bahbalagbak.
Sungai Bahbalagbak ini mengalir
dari hulu ke hilir. Setiap pengunjung yang ingin melihat sungai tersebut, harus
menuruni lebih kurang 120 anak tangga yang berukuran setengah meter dengan
tinggi baloknya 20 cm. Setelah itu, ada
turunan curam yang hanya disanggah ikatan kayu, sebagai alat pegangan
orang-orang yang ingin turun ke Sungai Bahbalagbak. Di sungai tersebut,
pengunjung hanya difasilitasi jembatan bambu dan kayu untuk menyebrangi sungai
agar bisa ke tepi.
Dinding tinggi yang dilapisi batu
kapur putih terjadi secara alami di depan Sungai Bahbalagbak. Menambah pesona takjub bagi siapapun
yang melihatnya. Pancuran air kecil keluar dari beberapa titik di bebatuan ke
aliran sungai membuat fenomena indah lainnya. Air yang berasal dari batuan
kapur putih tersebut apa bila dirasakanhangat, lantas menyatu dengan air sungai
yang rasanya dingin.
Beberapa pengunjung melumurkan
tubuhnya dengan batu kapur putih itu. Konon katanya, khasiat batu kapur
tersebut dapat merontokansegala penyakit kulit, misalnya jerawat, plak, kulit
kusam, sampai yang ingin kulitnya halus atau putih.
Ada
beberapa penjual makanan ringan dan minuman kaleng di pinggir Sungai
Bahbalagbak itu. Mereka juga menyediakan sajadah dan mukena bagi muslimah,
sarung dan peci untuk muslim yang juga ingin
menunaikan ibadah, meskipun mayoritas penduduk asli beragama
Kristen Protestan, namun mereka saling menghargai antaragama. Memahami akan keyakinan masing-masing.
Salah seroang pedagang, Kak Nur, berbagi
cerita tentang Sungai Bahbolagbak. Katanya, ”Dulu tempat ini masih sunyi. Hanya
penduduk asli yang mandi atau mencuci
saja, serta melakukan aktivitas lainnya. Sebanyak 70 orang
penghuni asli perkampungan ini bersuku Batak,
menggunakan bahasa Batak Simalungun,
berjualan di pinggir Sungai Bahbalagbak ini pun baru dirintisnya tahun 2013 ini.”
Makanan yang paling laris di
sungai tersebut adalah mie gelas, karena
pengunjung biasanya habis mandi terus kedinginan, mereka butuh sesuatu yang dapat
menghangatkan. Kuahnya yang panas apabila diseruput akan hangat dan enak
dikonsumsi.
Selain itu,
pekerjaan yang ditekuni penghuni asli perkampungan ini adalah bercocok tanam
dan berkebun. Mereka mengolah bibit tanaman menjadi sayur-sayur dan buah-buah
yang segar dan siap di konsumsi untuk pribadi atau dijual ke pekan.
Sementara ponakan Kak Nur yang
benama Jefry menyewakan pondok bambu untuk tempat berteduh pengunjung yang
berkunjung. Harga yang dipatokkan pun tidak terlalu mahal, hanya Rp 25.000/pondok,
dengan fasilitas beratap dan beralas tikar, cocok untuk pengunjung yang membawa
banyak teman atau keluarganya.
Rata-rata pengunjung yang
berkunjung ke tempat ini adalah mereka yang juga berkunjung ke Kawah Putih
Tinggi Raja, sebab Sungai Bahbalagbak ini ada di sekitar kawasan Kawah Putih
Tinggi Raja Tersebut.
Perjalanan
apapun membutuhkan kesiapan fisik dan mental pribadi, meskipun kesiapan dilakukan
secara total, namun setiap perjalanan mestilah ada kendala. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan, siapapun yang ingin melakukan perjalanan ekstrim
haruslah waspada. Bensinfull, ganti
oli, kendaraan yang dipergunakan sehat tanpa kerusakan, ban jangan gundul yang
nantinya bisa membuat ban sensitif akan bocor. Selanjutnya kesiapan pengendara
juga amat perlu, penggunaan jacket,
sarung tangan, masker, helm, dan lain-lainnya untuk safety riding.
Bagi mereka yang baru pertama
kali berwisata alam, agaknya kesakitan sana-sini pun melanda. Wajar, tubuh kita
belum bersahabat dengan alam. Perjalanan sejauh 3-4 jam dengan posisi duduk di
kendaraan, belum lagi jalanan terjal, bebatuan dan tanah kuning yang licin. Apa
lagi pada hari minggu tersebut satu harian hujan mengguyur perjalanan rombongan.
Awetnya hujan menghantar mereka pergi sampai tujuan dan pulang sampai ke rumah
masih-masing.
Pengalaman tersendiri bagi mereka
yang mengenyahkan rasa takut untuk sesuatu yang luar biasa di alam.Apa lagi
mereka yang suka tantanga. Sayang sekali jika berwisata alam ini dilewatkan.
Sambil refreshing, mereka bisa menambah
kecintaan lebih dengan alam.Ini merupakanciptaan yang Maha Kuasa, anugerah-Nya
yang dapat kita lihat, rasa, sentuh, dan nikmati bersama. ***
Kontributor Mimbar
Umum ini adalah alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar