Minggu, 12 Januari 2014

Sungai Bahbalagbak, Keindahan Lain di Kawah Putih (Kamis 2 Januari 2014)


Laporan : Febri Mira Rizki

 
DINDING : Dinding Sungai Bahbalagbak yang sangat memukau pengunjung di kawasan Tinggi Raja. (Mimbar/Febri Mira Rizki)
M
inggu, 29 Desember 2013 merupakan detik-detik akhir tahun yang luar biasa bagi sebagian orang, guna mengisi harinya dengan berjelajah alam atau berwisata alam. Gabungan bikers dan teman-teman sepermainan pun memilih salah satu tempat yang keren di sisi lain Kawah Putih Tinggi Raja, sebut saja Sungai Bahbalagbak. Dengan mengendarai 11 sepeda motor atau 21 orang bersama-sama, mereka pergi mengunjungi Sungai Bahbalagbak.
Sungai Bahbalagbak ini mengalir dari hulu ke hilir. Setiap pengunjung yang ingin melihat sungai tersebut, harus menuruni lebih kurang 120 anak tangga yang berukuran setengah meter dengan tinggi baloknya 20 cm. Setelah itu, ada turunan curam yang hanya disanggah ikatan kayu, sebagai alat pegangan orang-orang yang ingin turun ke Sungai Bahbalagbak. Di sungai tersebut, pengunjung hanya difasilitasi jembatan bambu dan kayu untuk menyebrangi sungai agar bisa ke tepi.
Dinding tinggi yang dilapisi batu kapur putih terjadi secara alami di depan Sungai Bahbalagbak. Menambah pesona takjub bagi siapapun yang melihatnya. Pancuran air kecil keluar dari beberapa titik di bebatuan ke aliran sungai membuat fenomena indah lainnya. Air yang berasal dari batuan kapur putih tersebut apa bila dirasakanhangat, lantas menyatu dengan air sungai yang rasanya dingin.
Beberapa pengunjung melumurkan tubuhnya dengan batu kapur putih itu. Konon katanya, khasiat batu kapur tersebut dapat merontokansegala penyakit kulit, misalnya jerawat, plak, kulit kusam, sampai yang ingin kulitnya halus atau putih.
            Ada beberapa penjual makanan ringan dan minuman kaleng di pinggir Sungai Bahbalagbak itu. Mereka juga menyediakan sajadah dan mukena bagi muslimah, sarung dan peci untuk muslim yang juga ingin menunaikan ibadah, meskipun mayoritas penduduk asli beragama Kristen Protestan, namun mereka saling menghargai antaragama. Memahami akan keyakinan masing-masing.
Salah seroang pedagang, Kak Nur, berbagi cerita tentang Sungai Bahbolagbak. Katanya, ”Dulu tempat ini masih sunyi. Hanya penduduk asli yang mandi atau mencuci saja, serta melakukan aktivitas lainnya. Sebanyak 70 orang penghuni asli perkampungan ini bersuku Batak, menggunakan bahasa Batak Simalungun, berjualan di pinggir Sungai Bahbalagbak ini pun baru dirintisnya tahun 2013 ini.
Makanan yang paling laris di sungai tersebut adalah mie gelas, karena pengunjung biasanya habis mandi terus kedinginan, mereka butuh sesuatu yang dapat menghangatkan. Kuahnya yang panas apabila diseruput akan hangat dan enak dikonsumsi.
Selain itu, pekerjaan yang ditekuni penghuni asli perkampungan ini adalah bercocok tanam dan berkebun. Mereka mengolah bibit tanaman menjadi sayur-sayur dan buah-buah yang segar dan siap di konsumsi untuk pribadi atau dijual ke pekan.
Sementara ponakan Kak Nur yang benama Jefry menyewakan pondok bambu untuk tempat berteduh pengunjung yang berkunjung. Harga yang dipatokkan pun tidak terlalu mahal, hanya Rp 25.000/pondok, dengan fasilitas beratap dan beralas tikar, cocok untuk pengunjung yang membawa banyak teman atau keluarganya.
Rata-rata pengunjung yang berkunjung ke tempat ini adalah mereka yang juga berkunjung ke Kawah Putih Tinggi Raja, sebab Sungai Bahbalagbak ini ada di sekitar kawasan Kawah Putih Tinggi Raja Tersebut.
            Perjalanan apapun membutuhkan kesiapan fisik dan mental pribadi, meskipun kesiapan dilakukan secara total, namun setiap perjalanan mestilah ada kendala. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, siapapun yang ingin melakukan perjalanan ekstrim haruslah waspada. Bensinfull, ganti oli, kendaraan yang dipergunakan sehat tanpa kerusakan, ban jangan gundul yang nantinya bisa membuat ban sensitif akan bocor. Selanjutnya kesiapan pengendara juga amat perlu, penggunaan jacket, sarung tangan, masker, helm, dan lain-lainnya untuk safety riding.
Bagi mereka yang baru pertama kali berwisata alam, agaknya kesakitan sana-sini pun melanda. Wajar, tubuh kita belum bersahabat dengan alam. Perjalanan sejauh 3-4 jam dengan posisi duduk di kendaraan, belum lagi jalanan terjal, bebatuan dan tanah kuning yang licin. Apa lagi pada hari minggu tersebut satu harian hujan mengguyur perjalanan rombongan. Awetnya hujan menghantar mereka pergi sampai tujuan dan pulang sampai ke rumah masih-masing.
Pengalaman tersendiri bagi mereka yang mengenyahkan rasa takut untuk sesuatu yang luar biasa di alam.Apa lagi mereka yang suka tantanga. Sayang sekali jika berwisata alam ini dilewatkan. Sambil refreshing, mereka bisa menambah kecintaan lebih dengan alam.Ini merupakanciptaan yang Maha Kuasa, anugerah-Nya yang dapat kita lihat, rasa, sentuh, dan nikmati bersama. ***



Kontributor Mimbar Umum ini adalah alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara



Tidak ada komentar:

Posting Komentar