Suyadi
San
B
|
ALAI Bahasa
Provinsi Sumatera Utara belum lama ini mengadakan seminar Hasil Penelitian di
Theme Park Pantai Cermin, Serdangbedagai, Senin (02/12/2013). Seminar ini baru
pertama kali diadakan sejak instansi ini berdiri secara resmi di Medan pada
1999.
Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara
semula bernama Balai Bahasa Medan. Ketika mulai berdiri pada 23 September 1999
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 226/O/1999,
instansi ini memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga penelitian,
pengembangan, dan pendidikan kebahasaan dan kesastraan Indonesia maupun daerah.
Sejak
pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera,
bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan, instansi ini mengalami
penyesuaian tugas pokok dan fungsi, menjadi lembaga penelitian, pengembangan,
dan pelindungan bahasa Indonesia.
Maka, sejak
awal berdiri Balai Bahasa menjalankan tupoksinya di provinsi berpenduduk hampir
13 juta jiwa lebih ini. Serangkaian program dilaksanakan, seperti penyuluhan
bahasa, bengkel sastra, penerbitan jurnal ilmiah, dan penelitian.
Kegiatan-kegiatan tersebut tentu saja mengacu standar kompetensi yang berlaku.
Penyuluhan
bahasa merupakan program kegiatan pembinaan bahasa terhadap para pengguna
bahasa di instansi atau lembaga formal maupun informal. Sasaran program
penyuluhan ini adalah guru, pekerja pers, dan pejabat. Mengapa? Karena, ketiga
kelompok profesi inilah yang penggunaan bahasanya sering jadi acuan orang-orang
di bawahnya.
Sebagaimana
dimahfumi, Indonesia merupakan negara yang menganut budaya faternalistik. Dalam
kepemimpinan faternalistik, rakyat atau warga selalu meniru kebiasaan para
pemimpinnya, termasuk berbahasa. Pemimpin yang memiliki massa atau pengikut
yang jamak itu adalah guru, media massa, dan pejabat.
Pada pagi
hingga sore hari, warga menghabiskan waktunya bersama guru ataupun pejabat di
dalam lembaga pendidikan maupun kantor pemerintahan dan swasta. Hampir 50
persen waktunya atau setara 8-12 jam dihabiskan di tempat itu. Di rumah, waktu
delapan jam ditemani tayangan atau siaran media massa, cetak maupun
elektronik. Sisa waktu berikutnya
digunakan untuk istirahat atau tidur.
Dengan
demikian, hampir 75 persen kita
menggunakan bahasa kepada lawan bicara kita di kantor dan sekolah serta
berinteraksi dengan media massa. Apalagi, fungsi bahasa memang sebagai alat
komunikasi. Gaya bahasa apapun yang digunakan para pemimpin kita di kantor dan
sekolah akan memengaruhi kosa kata kita tiap harinya.
Karena itu,
para panutan itu perlu dibekali dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik
baik dan benar. Bahasa yang baik adalah sesuai dengan kaidah dan struktur
bahasa yang ada. Bahasa yang benar karena digunakan seusuai konteks situasi berbahasa
yang ada. Inilah target penyuluhan bahasayang dilakukan Balai Bahasa.
Tak ayal,
instansi ini melatih kompetensi pegawainya sebagai penyuluh melalui pendidikan
dan pelatihan yang integral di badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di
Jakarta. Penyuluh harus memiliki seritifikat nasional agar bias diberi
kesempatan menyuluh.
Selain itu,
penyuluh bias juga diemban praktisi maupun akademisi yang memiliki kualifikasi
untuk itu.
Bagaimana
dengan penelitian? Penelitian ini juga harus dilakukan orang yang berkompeten.
Kompetensi penelitian di jajaran balai bahasa di Indonesia distandarkan dengan
lembaga independen, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebab itu,
para peneliti harus melakukan program Diklat Penelitian secara berjenjang,
dimulai dari Tingkat Pertama, Tingkat Muda, sampai Tingkat Madya dan Utama.
Namun,
disebabkan ketatnya persaingan mendapatkan pangkat fungsional peneliti,
mengakibatkan jumlah peneliti hingga saat ini masih sangat minim.Permasalahan
kurangnya jumlah peneliti pernah menjadi permasalahan umum. Rendahnya minat
menjadi peneliti disebabkan oleh masih rendahnya jumlah (kesempatan) untuk
melakukan penelitian, adanya paradigma bahwa profesi peneliti itu sulit,dan
jaminan serta fasilitas pemerintah yang rendah.
Masalah minimnya
kuantitas peneliti bukan yang paling penting saat ini, tapi ada masalah lain
yang harus ditangani lebih serius, yaitu peningkatan kualitas peneliti dan
peningkatan kesempatan untuk melakukan penelitian.
Begitulah.
***
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar