YANG BERPRESTASI
Dewi Santri, S.Pd.
Butuh
Proses Menjadi Guru Profesional
P
|
engalaman adalah guru yang paling berharga. Melalui
pengalaman, setiap orang sadar akan kesalahan dan
berusaha untuk mengubahnya. Meskipun pengalaman yang
dilalui setiap orang berbeda-beda, tetapi kedudukan pengalaman tetaplah sama
bagi semua orang sebagai proses
sebelum mencapai tujuan yang diinginkan.
Begitu
juga dengan guru, ketika murid belajar dari guru dan guru sendiri juga memiliki
guru, yaitu pengalaman, baik
dalam memahami karakter murid yang berbeda-beda ataupun menyampaikan materi
pelajaran agar tidak membosankan.
Proses
inilah yang sedang dialami salah seorang guru di Sekolah Dasar (SD)
Muhammadiyah 01 Medan. Ibu yang bernama lengkap Dewi Santri, S.Pd. ini.,
tergolong tenaga pengajar yang masih muda. Di usianya
yang masih 25 tahun, ia berusaha menyamakan dirinya dengan guru yang lebih
berpengalaman darinya.
“Awalnya
saya agak takut tidak bisa menyampaikan pelajaran dengan baik, tetapi ketakutan
itu dapat saya hadapi dengan memiliki kepercayaan bahwa saya akan mampu dan
tidak malu untuk bertanya kepada guru-guru yang lebih berpengalaman di sekolah
ini,” katanya saat ditemui di lingkungan SD Muhammadiyah 01.
Ia
juga mengungkapkan, tidak ingin sekadar mengajar tetapi tidak
mendidik. Baginya, mengajar itu hanya menyampaikan materi
pelajaran. Kalau dibarengi dengan mendidik,
berarti juga turut menuntun murid dalam pembentukan akhlaknya.
Berperan
sebagai guru bahasa Inggris, tentu ada kesulitan tersendiri yang dihadapi wanita
ini, karena mengajarkan bahasa asing yang
harus dipahami muridnya. Apalagi, murid yang diajarkannya masih berada
dalam pendidikan dasar.
“Ya,
kesulitan itu pasti adalah di dalam kelas. Bagaimana saya harus mengenalkan
mereka bahasa asing misalnya dalam bentuk spelling,
reading, ataupun berlatih conversation. Kemampuan murid itu
berbeda-beda, ada yang daya tangkapnya cepat tetapi ada juga yang tidak dan itu
menjadi tugas saya,” paparnya.
Perilaku
murid di dalam kelas beraneka ragam. Tidak
hanya dijumpai murid yang tertib, aktif dan rajin, tetapi
ada juga sebagian murid bersikap tidak mau tahu, bandal dan malas. Menghadapi
prilaku seperti ini, setiap guru harus memiliki kesabaran.
Diakuinya,
menjadi guru memang bukan profesi yang mudah, tetapi juga bukan sulit asal
mengerti memaknainya. Bagaimana idealnya guru, yaitu harus memiliki kesabaran
yang tinggi, jadi tidak ada susahnya. “Intinya tidak
usah takut, harus percaya dengan kemampuan yang dimiliki,” kata alumnus
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini.
Menjadi tanaga pengajar di salah satu sekolah
unggulan di Kota Medan ini, ia tidak takut untuk menghadapi dunia pendidikan
yang semakin berkembang. Dewi Santri juga mengungkapkan mengapa memilih guru
sebagai profesinya.
“Karena,
guru merupakan profesi sesuai dengan wanita yang ingin mengabdikan diri untuk
keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.
Tetapi tidak melupakan kodratnya sebagai wanita, yaitu
masih memiliki waktu untuk mengurus keluarga,” ungkapnya dengan ramah.
Mempertahankan
kepercayaan masyarakat yang telah dimiliki sekolah ini,
memang bukan hal yang mudah. Menurutnya, kunci mempertahankan agar tetap
menjadi unggulan adalah mengajar dengan sepenuh hati yang ikhlas dan memberikan
pelayanan terbaik.
Di samping sebagai guru bahasa Inggris, wanita
yang akrab disapa Bu Dewi ini, juga
merangkap sebagai Bendahara SD Muhammadiyah 01 yang
terletak di Jalan Demak Medan.
Meskipun usianya masih terbilang muda, tetapi ia memiliki kepercayaan diri dan
semangat yang luar biasa.
“Kepercayaan
diri itu muncul karena ketika masa kuliah telah dibekali ilmu untuk mengajar,
itu semua dapat saya terima dan berusaha saya aplikasikan serta harus dibarengi
dengan niat dan akhlak yang baik ketika mengajar,” katanya.
Agar
mengajar dan belajar tidak membosankan, ada kiat-kiat yang dimilikinya. “Kiat
saya adalah selalu berusaha mencari metode-metode pembelajaran yang berbeda,
menggairahkan dan menambah semangat
murid dalam belajar, tidak monoton serta selalu mencari metode yang lebih baik
dari yang sebelumnya,” ungkapnya.
Tidak
lupa ia menambahkan, memanfaatkan teknologi adalah salah
satu caranya mengembangkan pendidikan agar murid mampu mengikuti zaman yang
terus berkembang, juga agar mereka tidak gagap teknologi.
“Terlepas dari itu semua, saya juga masih dalam proses belajar menjadi guru
yang profesional,” katanya. *** (Fela Felia Batubara)
Muhammad Adzan Aulia Amin
Belajar,
Kunci Menggapai Cita-Cita
C
|
Seperti
Muhammad Adzan Aulia Amin, memiliki cita-cita yang tinggi,
sama dengan kebanyakan anak sekolah dasar lainnya. “Cita-cita saya menjadi
Pilot agar dapat mengemudikan pesawat-pesawat yang besar dan bisa keliling
dunia,” ungkap murid SD Muhammadiyah 01 Medan ini polos.
Tugas
orang tua adalah membantu mereka mencapai cita-cita tersebut. Cita-cita akan
tercapai jika adanya usaha yang dilakukan sejak dini. Orang tua ataupun guru di
sekolah harus senantiasa menanamkan kepada anak agar terus belajar dengan tekun
untuk mencapai cita-cita mereka.
Putra
sulung pasangan Samino, ST. dan Ade Habibah Siregar, S.Pd. ini, adalah salah
satu siswa berprestasi di sekolahnya.
Dari kelas I sampai kelas IV selalu mendapatkan juara pertama di kelas. Di kelas V semester ganjil,
mendapatkan juara pertama dan semester genap mendapatkan peringkat kedua.
Prestasi yang diraihnya itu tidak terlepas peranan orang tua. “Untuk bisa jadi juara kelas, orang tua
menyuruh saya belajar di rumah malam hari juga mengikuti bimbingan belajar
diluar dan kalau ada PR juga dapat dikerjakan di bimbel,” kata anak lelaki yang
sudah duduk di kelas VI Sekolah Dasar ini.
Saat
ditemui di sekolahnya, Jumat (29/11), ia mengatakan,
selalu mengutamakan belajar daripada hal lain seperti berantam dengan teman
atau pergi bermain ke warung interrnet. Memang diakui oleh gurunya,
Adzan adalah sosok anak yang baik dan pintar.
Selain
bercita-cita sebagai pilot, murid yang akrab disapa Adzan ini
juga mempunyai hobi yang sama dengan kebanyakan anak lelaki lainnya. “Hobi saya
bermain bola karena olah raga
yang menyenangkan,” katanya.
Ia
juga mengungkapkan mata pelajaran
dan guru yang paling disukainya. “Saya sangat suka dengan pelajaran Matematika,
karena lebih menantang dan guru yang paling saya senangi juga guru Matematika
yaitu bapak Indra Firman, S.Pd.,” ungkapnya.
Karena guru mengajarnya dengan cara
menerangkan dengan baik lalu memberi latihan, sehingga tak menjadi kesulitan
baginya dalam menghadapi pelajaran Matematika yang sangat identik dengan
angka-angka dan rumus tersebut.
SD
Muhammadiyah 01 Medan, selain dibekali dengan ilmu pengetahuan murid-murid juga
dibekali dengan iman dan taqwa. “Saya di sekolah juga di rumah harus rajin
beribadah, salat, ngaji dan kadang-kadang puasa Senin dan Kamis karena di sekolah diajarkan seperti itu,” sebut
Adzan.
Anak
pertama dari dua bersaudara ini, juga mengikuti salah satu ekstrakulikuler yang
ada di sekolahnya, yaitu Tapak Suci, semacam silat atau bela
diri. Karena, ia ingin menjadi lelaki yang pemberani
yang dapat melindungi semua orang dari kejahatan.
Sebagai
murid yang telah diakui rajin dan baik di kalangan sekolahnya, ia menyampaikan
sebuah pesan kepada teman-temannya. “Kita jangan pernah berhenti untuk belajar,
jangan main-main ke warnet ataupun kebanyakan main PS (Play Station),” pesannya.
“Kita
juga harus selalu mematuhi orang tua dan guru di sekolah, tetap semangat
teman-teman dan jangan pernah berhenti menggapai cita-cita buat orang tua dan
guru kita bangga,” tambah calon pilot
masa depan ini dengan sebuah senyuman yang ramah.
Jadi,
seperti yang dikatakan Adzan menggapai cita-cita kuncinya adalah belajar. Maka
dari itu, para orang tua jangan pernah berhenti mendukung cita-cita anak, serta
guru harus selalu menyadarkan meraka betapa pentingnya belajar itu. Agar kelak
mereka menjadi manusia yang berguna sebagai generasi penerus bangsa kita ini. *** (Fela
Felia Batubara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar