Minggu, 12 Januari 2014

Omong-omong Sastra (Sabtu 14 Desember 2013)



Bahas Rubrik Sastra dan Cerita Nasionalis
Laporan : Fela Felia Batubara

 
OOS : Penyair Nina Zuliani membacakan puisinya Damiri Mahmud dalam kegiatan Omong-Omong Sastra (OOS) di kediamannya, Perumahan Sri Pamela Tebingtinggi, Minggu (8/12). Beragam masukan disampaikan pada OOS yang menampilkan Sulaiman Sambas dan Julaiha S sebagai narasumber tersebut. (Mimbar/Fela Felia Batubara)
P
erjalanan dari Kota Medan menuju kota lemang Tebingtinggi menempuh jarak sekitar dua jam, melalui jalan lintas darat melewati dua kabupaten, Deliserdang dan Serdangbedagai. Perjalanan ini dilakukan para penggiat sastra dari Medan, Minggu (8/12).
            Tidak sekadar perjalanan biasa, tetapi memiliki misi untuk membahas sastra dan omong-omongnya. Acara berlangsung di kediaman Nina Zuliani, seorang dokter sekaligus penulis dan pecinta sastra. Terletak di Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di Komplek Perumahan Rumah Sakit Sri Pamela Tebingtinggi.
            Pertemuan para penggiat sastra ini, antara lainnya membahas Napak Tilas Rubrik Sastra Koran yang dipaparkan Sulaiman Sambas, dan sebuah cerpen dari Norman Tamin yang berjudul Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 2).
             “Naskah-naskah sastra yang lahir di media kalau tidak bisa dibina akan menjadi fatal,” kata Sulaiman Sambas ketika pembahasan tentang Napak Tilas Rubrik Sastra Koran.
            Ia juga memaparkan bahwa perkembangan kesusastraan Indonesia erat kaitannya dengan keberadaan surat kabar. Perhatian yang serius terhadap penerbitan karya sastra dalam surat kabar jadi penting, karena tidak semua karya mendapat kesempatan untuk diterbitkan sebagai buku.
            Dewan Kesenian Kota Tebingtinggi yang juga menghadiri acara Omong-omong Sastra tersebut, mengatakan bahwa Kota Tebingtinggi memiliki sebuah majalah ‘Sinergi’ yang memuat rubrik sastra budaya.
            Sehingga, pembahasan tersebut bersangkutan dengan Napak Tilas Rubrik Sastra Koran yang dikemukakan oleh Sulaiman Sambas. Rubrik-rubrik sastra tersebut seharusnya dapat mengangkat karya sastra penulis lokal dan mengenalkan kepada siswa-siswa di setiap sekolah.
            Tidak hanya itu, dalam kesempatan tersebut Dewan Kesenian Tebingtinggi meminta kepada penulis cerpen Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 2) yaitu Norman Tamin agar cerpennya bersedia untuk dimuat dalam majalah ‘Sinergi’ dan penulis bahkan turut menyertakan Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 1) juga.
            Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 2) sebuah cerpen yang menceritakan bagaimana seorang guru yang memiliki rasa nasionalisme dalam mendidik siswanya, juga dianalisis mengenai Postkolonialisme: Nilai-nilai Nasionalisme Tertulis oleh Julaiha S.
            Ada perbedaan pendapat antara Julaiha S. dengan sastrawan Damiri Mahmud mengenai cerpen tersebut. “Cerpen Norman Tamin ini meskipun narasinya kurang, akan tetapi dialognya yang panjang tidak membosankan untuk dibaca,” menurut Damiri Mahmud.
            Berbeda dengan Julaiha S., ia mengatakan bahwa penarasian dari cerpen ini terlalu minim keberadaannya, sehingga ada rasa kebosanan untuk membaca cerita tersebut. Kedua pendapat dari dua orang yang berbeda generasi ini, tidak menjadi permasalahan yang serius karena tidak menjadi larangan bagi setiap pembaca untuk menafsirkan karya sastra dalam pandangannya masing-masing.
            Tidak ketinggalan sang penulis cerpen Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 2) yaitu Norman Tamin, membacakan cerpennya dengan gaya yang menghibur sehingga membuat semua yang hadir terlarut dalam suasana yang tergambar pada cerpen tersebut.
            “Norman Tamin membaca cerpen ini cukup dramatik, berhasil tidak membuat pendengar bosan,” kata Damiri Mahmud.
            Bahkan cerpen Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 2) ini, rencananya bakal diangkat dalam sebuah pementasan drama oleh Dewan Kesenian Tebingtinggi, karena isi cerita yang dapat didedikasikan untuk pewaris generasi masa kini agar terus menjunjung nilai nasionalis dalam hidup bermasyarakat.
            Pertemuan berlangsung dengan akrab dan santai, dihadiri oleh sastrawan-sastrawan senior dan penulis-penulis muda Sumatera Utara. Selain membahas tentang cerpen Bersekolah di Kebon Belanda (Kelas 2) dan Napak Tilas Rubrik Sastra Koran  juga membicarakan langkah ke depan realisasi terhadap dunia kesastraan dan kepenulisan agar lebih maju di Sumatera Utara meliputi Kota Tebingtinggi itu sendiri. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar