Minggu, 12 Januari 2014

Lakon "Orang Kasar" Teater GENERASI Sarat Pesan (Sabtu 4 Januari 2014)


Oleh: Riki Francisko
SARAT : Drama “Orang Kasar” yang dimainkan Teater GENERASI di gedung utama Taman Budaya Sumatera Utara, Kamis (28/12) sore dan malam, sarat pesan moral. Drama ini merupakan karya sastrawan Rusia Anton P Chekov, diterjemahkan WS Rendra, disadur sekaligus disutradarai Suyadi San. (Mimbar/Fela Felia Batubara)


Sebagai suatu genre sastra, drama mempunyai kekhususan dibandingkan dengan genre puisi ataupun genre prosa. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya sastra yang bereaksi konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembaca, namun mesti diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan perilaku konkret yang dapat disaksikan. Kekhususan drama inilah yang kemudian menyebabkan pengertian drama sebagai suatu genre sastra lebih terfokus sebagai suatu karya yang lebih berorientasi kepada seni pertunjukan, dibandingkan sebagai genre sastra.  
            Drama yang berjudul “Orang Kasar” merupakan sebuah  karya klasik Anton Chekov. Saya menonton drama tersebut di gedung utama Taman Budaya Sumatera Utara, Kamis (28/12/2013), yang dimainkan Teater GENERASI dan disutradarai Suyadi San. Drama ini memiliki daya tarik dalam hal pesan atau efek yang dapat diperoleh seorang penonton (pembaca). Hal ini dikarenakan di dalam drama terdapat gambaran kehidupan yang sarat makna sekali jika dikaitkan dengan kehidupan masa kini. Hal tersebut bisa dilihat dari permainan bahasanya. Sehingga, menurut saya drama ini cocok disaksikan  semua kalangan dan sangat bermanfaat.
            Secara ringkas drama yang berjudul “Orang Kasar” karya Anton Chekov dan disadur Suyadi San, menceritakan tentang seorang janda yang ditinggalkan (meninggal) oleh suami tercinta dengan gelimangan utang. Hidup sang janda terusik ketika sang penagih utang suaminya datang. Si janda enggan membayar karena merasa ia tidak meminjam dan memakai uang tersebut. Akhirnya, perseteruan antara si janda dan lelaki penagih utang itu pun terjadi sangat histeris, humoris, sekaligus romantis. Si janda berusaha keras untuk menembaknya. Namun begitu, si janda tidak bisa menggunakan senjata tersebut. Karena merasa aneh, si penagih utang malah mengajari si janda cara memakai senjata yang benar. Alhasil mereka saling beradu pandang dan muncul perasaan yang disebut jatuh cinta. Akibatnya, si penagih utang jatuh cinta kepada si janda.
            Dari perseteruan yang dipertunjukkan (dipentaskan) antara si janda (Nyonya Mustafa, diperankan Farida Hanum) dan penagih utang (Juragan Mahmud Batubara, diperankan Sutriono), yang sangat histeris, humoris sekaligus romantik, maka dapat dikatakan bahwa drama ini merupakan drama komedi. Pementasan drama ini menunjukkan tentang percintaan yang tidak terduga timbul dari sebuah pertengkaran. Selain itu, juga mengisahkan tentang kepasrahan hidup yang tidak mau mengenal kenyataan. Jadi, hanya diam tanpa melakukan apa-apa. Di sisi lain, penulis naskah drama tersebut juga bisa melihat kalau orang yang sudah lama menikah dan bahkan berkali-kali menikah saja belum tentu merasakan yang namanya cinta.
            Apabila dilihat dari sisi pementasannya, yaitu pemerannya sangat cocok dalam penampilannya. Si janda (Nyonya Mustafa) berpenampilan sedih, pasrah, dan berpakaian warna serba hitam yang sangat cocok menunjukkan perasaan yang sangat duka atas sepeninggalan suaminya. Begitu pula dengan si penagih utang (Juragan Mahmud) yang berpenampilan mirip rentenir dengan berpakaian kemeja, jas, dasi, dan topi yang lumayan mewah tampaknya. Dan tidak lupa penampilan dari Bi Darmi (Nurmala Sari Panjaitan) yang sangat cocok menjadi pembantu dari Nyonya Mustafa. Terkadang pula suara dari pemeran Nyonya Mustafa (si janda) kurang jelas disampaikan kepada penonton. Akibatnya, penoton akan sulit memahami perkataan dan isi cerita dari pementasan drama.
            Akan tetapi yang masih membingungkan dalam pementasan drama “Orang Kasar” terletak pada alur. Alur yang dimaksud adalah perjalanan percintaan antara si janda (Nyonya Mustafa) dan penagih utang (Juragan Mahmud). Dengan mengajarkan si janda menembak, maka si penagih utang langsung jatuh cinta kepada si janda, begitu pula dengan si janda yang seketika mencintai si penagih utang. Apabila dikaji dalam dunia nyata, tidaklah mungkin cinta timbul begitu cepatnya dengan melakukan hal-hal yang sangat sederhana.      
            Dengan menonton (menyaksikan) pementasan drama “Orang Kasar” karya Anton Chekov, maka terdapat nilai-nilai moral atau amanat yang telah disampaikan. Nilai moral ataupun pesan yang disampaikan, yaitu tentang sejatinya manusia yang hidupnya layak dan terlihat bahagia belum tentu ia memiliki cinta di dalam kehidupannya dan manusia juga perlu meyakini adanya kehidupan selanjutnya dalam kenyataan, meskipun sudah dirundung masalah berat. Selain itu, janganlah berlebihan dalam membenci atau melakukan sesuatu dalam kehidupan, bisa-bisa berbalik arah dengan perasaan yang keadaan semula dan dirasakan. ***

Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar