Minggu, 12 Januari 2014

Cinta Tak Sampai (Sabtu 11 Januari 2014)


Cerpen : Sirna Juita


K
etika senja terbenam di ufuk Barat, terdengar suara Adzan berkumandang dengan indah dan syahdu. Seorang wanita datang dari arah kanan dengan pakaian putih dan suci menuju Masjid. Wanita itu sholat bersama para makmum yang lain, mengikuti Imam dengan khusyu dan penuh rasa cinta kepada Allah SWT.
Selesai tasyahud akhir dan salam, wanita itu berdoa kepada Allah SWT dengan perasaan yang begitu lembut, Ia meminta ampunan serta pertolongan. Usai sholat, wanita itu berkumpul bersama anak-anak. Wanita itu bernama Aisyah. seorang Guru Sekolah SD dan ternyata seorang Ustazah.
Fajar terbit, memancarkan keindahan sinarnya. Karena kesibukannya di dapur, membuat Aisyah lupa akan waktu. Ketika Ia tersadar, ternyata fajar telah terbit. Aisyah harus bergegas menuju sekolah. Hari ini Aisyah masuk lebih awal untuk memberi pelajaran kepada murid-muridnya.
Aisyah menempuh jarak yang cukup jauh antara rumahnya dengan sekolah tempat Aisyah berkerja, Sesampai Aisyah di sekolah, Aisyah bergegas menuju ke arah kantor dengan perasaan yang kacau balau, karena terburu-buru di perjalanan,
Aisyah seorang wanita yang sangat sopan. Semua Ibu Guru yang ada di sekolah sangat suka akan cara kerja Aisyah yang begitu bagus dan tepat waktu, lebih-lebih Bapak Guru yang ada di sekolah sangat menyukai Aisyah. Karena paras wajah Aisyah sangat cantik,wanita soleh serta berahlak yang mulia.
Tak lama kemudian, Aisyah tiba di kantor ruangan guru, Aisyah berada di depan pintu dan dia segera masuk untuk menadatangani absen para guru.
“Assalamualaikum,”kata Aisyah.
“Waalaikumsalam,” seruan guru-guru yang berada di.kantor.
“Maaf saya terlambat, karena saya tadi ada urusan.”
“Iya tidak apa-apa, Aisyah,” jawab Pak Danil.
Danil adalah seorang guru olah raga yang sangat tampan dan kemampuannya menjadi guru olah raga sangat mahir. Danil adalah guru yang masih muda. Umur Aisyah dan Danil hanya terpaut tiga tahun. Aisyah berusia 22 sedangkan Danil 25 tahun, tetapi Aisyah sangat menghormati Danil serta menjaga jarak jauh dengannya karena Danil bukan muhrim Aisyah.
Tak banyak yang dipikirkan Aisyah, selesai Aisyah menandatanganinya, Aisyah bergegas menuju ruangan tempat Aisyah memberikan pelajaran Matematika kepada murid-muridnya. Tidak lama kemudian terdengar suara lonceng berbunyi menandakan waktunya istirahat dan jam pelajaran telah berakhir. Aisyah menutup pelajaran dengan ucapan salam. Untuk seterusnya Aisyah  tak ada jam pelajaran lagi dan jam tambahan lain, jadi Aisyah segera pulang ke rumah, untuk membantu ibunya.
Ketika Aisyah melewati gerbang sekolah, di tepi jalan terdengar suara kendaraan beroda dua dari arah belakang. Ternyata Pak Danil pulang bertepatan dengan Aisyah. Pak Danil tak sungkan menawarkan tumpangan kepada Aisyah. Pak Danil menghentikan kendaraanya tepat di hadapan Aisyah.
“Aisyah, mari kuantar pulang,” kata Pak Danil.
Aisyah hanya terdiam. Dia kelihatan sedang memikirkan sesuatu.
‘Saya tak menyangka Pak Danil menawarkan tumpangan kepada saya, jika saya pulang dengan Pak Danil, apa nanti kata orang-orang, sedangkan kami bukan muhrim dan kami tak memiliki ikatan apa pun,  pikiran Aisyah.
Ada sebuah bisikan dari arah kanan ia berkata. “Iya, Aisyah, yang kamu pikirkan itu benar bahwa dia bukan muhrimmu. Bukankah kau tak bisa pergi dengan lelaki yang bukan muhrimmu,karena itu adalah dosa. Kamu ini seorang Ustazah, contoh untuk murid-muridmu. Ingat itu.” Aisyah merasa bingung pikirannya kacau balau.
Tapi tiba-tiba ada bisikan lain dari arah kiri, ia berkata “Itu kan tidak bermasalah, toh dia hanya mengantar kamu pulang saja. Dia dan kamu kan tidak berbuat apa pun, dan kalian tidak melakukan apa-apa. Mana mungkin cuma itu kamu akan berdosa. Kamu kan tidak menyentuh dia.”
“Bagaimana?” tanya Danil.
Tidak lama kemudian, Aisyah berpikir dan memutuskan apa yang dia katakan kepada Danil dengan hati bimbang dia menjawab,
“Emmm. Iya saya mau, ya sudah ayuk, Pak,”
“Jangan panggil saya Pak, panggil saja nama saya Danil,” seru Danil.
“Ia Pak, ehemm Danil.”
Aisyah hanya diam saja tak banyak bertanya-tanya kepada Danil, sedangkan Danil terus bertanya-tanya kepada Aisyah. Aisyah cuma menjawab apa yang ditanyakan kepada dia. Kemudian Aisyah diantar sampai ke rumah.
”Terima kasih telah mengantarku.”
Danil hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ternyata Ibu Aisyah sedang duduk sambil membersihkan bunga di teras rumahnya. Ibu Aisyah melihat mereka sedang berhenti di depan gerbang.
“Mampir dulu, Nak!” kata Ibu Aisyah
“Lain kali saja ya, Bu,” jawab Danil dan bergegas pulang.
Ternyata tidak  hanya sekali. Dua kali. Tiga kali. Bahkan lebih dari itu semua. Danil mengantar Aisyah. Malah sekarang Aisyah juga dijemput oleh Danil.
Waktu demi waktu, hari demi hari, lama kelamaan  Danil merasa begitu kagum dengan kepribadian Aisyah yang begitu lembut dan sopan. Danil ingin sekali dekat dengan Aisyah dan terus bersama Aisyah. Tetapi danil memiliki cinta lain.
Hari berganti hari. Aisyah tidak  menyadari ternyata ketika matanya melihat Danil menumbuhkan benih-benih cinta dalam hatinya.
‘Kenapa ya, jika saya melihat Danil hatiku seakan-akan berdebar-debar? seluruh tubuh saya seakan-akan sulit untuk digerakkan, dan pipi saya mulai memerah jika berjumpa dengannya, Saya terlihat bodoh di hadapannya, apakah saya telah jatuh cinta kepada Danil?’ Aisyah bertanya-tanya dalam hati
Tiba-tiba terdengar bisikan dari arah kanan. Ia berkata, “Hati-hatilah kamu dengan hatimu dan jagalah hatimu serta pandanganmu. Bukankah itu awal dari kamu berbuat dosa dan mendekatkan diri dengan zina.”
Kemudian ada bisikan dari arah kiri. Ia berkata, “Ahhh,,, jangan dengarkan dia, kapan lagi kamu merasakan jatuh cinta seperti ini. Lagi pula wajahnya sangat tampan. Hatinya baik. Semua kebutuhanmu bisa dia penuhi, jadi kamu enggak bakalan kecewa.”
“Oh, iya ya, lagi pula aku cuma jatuh cinta saja, bukan berbuat yang tidak-tidak,” kata Aisyah.
Terdengar bisikan lagi dari kiri, “Iya, Aisyah, begitu kan bagus, kamu kan tidak berzina. Jadi itu bukan berarti dosa.”
Bisikan dari sebelah kanan, “Jangan Aisyah, ingat Allah, itu kan bukan muhrimmu, Allah tidah menyukai orang-orang yang tidak bisa menjaga mata, hati, dan hawa nafsunya.”
Aisyah merasa bimbang, sepertinya imannya akan goyah. Tetapi Aisyah tetap saja menyukai Danil.
Aisyah kembali mengajar. Sesampai di sekolah, Aisyah tak melihat Pak Danil. Hati Aisyah bertanya-tanya.
“Kenapa ya Pak Danil hari ini tidak datang?”
Lama kelamaan Aisyah mendengar kabar bahwa Pak Danil telah pindah sekolah keluar kota.
Hati Aisyah terasa sangat sakit. Rasanya tersayat-sayat oleh beribu pisau tajam,ketika mendengar kabar bahwa Danil telah pergi jauh dari kehidupan Aisyah. Tidak lama kemudian Pak Kepala Sekolah memberikan sepucuk surat kepada Aisyah.
“Aisyah, ini surat dari Danil untukmu, dia tidak sempat memberikannya kepadamu,” kata Pak Kepala Sekolah,
Surat itu tidak sabar  ingin dibuka dan dibaca. Aisyah sungguh penasaran apa isi yang ada dalam surat itu. Aisyah bergegas membuka surat itu. Mimik wajahnya berubah, menjadi kusam saat membaca surat yang berisi
‘Assalamualaikum.....
Aisyah saya minta maafn saya tak bisa selalu menemanimu karena saya sekarang sudah memilih jalan hidup saya bersama orang yang saya cintai. Sekarang saya sudah menikah dan berumah tangga. Saya cuma bisa mengatakan, jagalah mata dan hatimu sebelum kamu terjerat dalam panah-panah cinta di hatimu, yang membuat kamu terjerat. Saya sudah tahu bahwa kamu memberikan perasaanmu kepadaku. Saya menyadari saat sifat dan tingkah lakumu berubah, tetapi dari awal saya hanya menganggap kamu sebagai adik yang soleha. Saya ingin kamu tetap menjadi wanita soleha dan saya berharap Aisyah memegang teguh hadis Nabi Saw: “kedua mata itu berzina dan zinanya mata adalah melihat, kedua tangan itu berzina dan zinanya tangan itu memeluk/memyerang, kedua kaki itu berzina dan zinanya kaki adalah berjalan (ke tempat maksiat), zina mulut itu berbicara dan zina kemaluan itu membenarkan itu semua atau mendustakannya.”
Wasalam........
Danil

Seusai membaca surat itu Aisyah tak mampu berkata-kata. Dia hanya diam membisu, sambil menatapi surat yang ada di tangannya. Dia menatap surat itu dengan pandangan yang kosong. Aisyah merasa malu, dan cintanya tak sampai. ***



Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra  Indonesia  UISU

GELANGGANG SAJAK : Vivi Suryani (Sabtu 11 Januari 2014)


Kau Tak Sempat Ku Kiamatkan (1) 

sebenarnya ingin kukiamatkan saja namamu
yang tersemat erat di dalam anyaman masa lalu
sebab kisah yang terajut antara kau dan aku telah tamat
di suatu senja yang pilu kala itu
saat burung-burung kembali pulang
dengan formasi yang membentuk huruf V ( vi )
kau dan aku harus beradu jarak dan saling berjalan mundur
dengan langkah rendah yang meminta waktu terulur-ulur
aku mengatur nafas yang mulai lebur
bersama bayangmu yang semakin kabur dari retinaku

sebenarnya ingin kukiamatkan saja namamu
dari sejarah hidupku yang terkotak-kotak karena rindu
saat kondisi dan hati telah lama memberi indikasi
bahwa kau akan menjadi kisah abu-abu
dalam album yang kusangka ungu
namun gemericik hujan di awal pagi yang menghapus senyum mentari
menyadarkan aku
kubuka tirai-tirai jendela yang menghalangi angin dan cahaya pagi
di kaca jendela yang berembun kutemukan sehelai daun hijau yang retak
sedang pohon tak satupun tumbuh di sekitar rumahku

kau tak sempat kukiamatkan
sebab hujan dan angin telah menjadikanmu misteri

2012


Aku, Bingkai Puisimu  (2)

masihkah rindumu memiliki pita suara?
sebab hati ini tak pernah lagi terpanggil oleh bisikan rindu yang pernah membara
Kau tau, Lii?
aku melumpuhkan hatiku agar ia tak lagi berjalan ke manapun
agar engkau tahu bahwa rinduku hanya satu, kau
aku menyatu dalam rindumu
kau dalam sederetan melodi di tangga nada berirama cinta
memainkan lagu yang begitu merdu memenuhi ruang-ruang di qolbu
aku, seperti katamu dulu
“ akan tetap menjadi bingkai bagi puisimu”

2012


Kau, Aku, dan Hijaumu (3)

Puisiku retak oleh hujan-hujan rindu yang bergelantungan di pohon kisah silam
bersama kicauan burung yang beradu tembang dengan semilir angin pagi tadi yang membuat gemulai seluruh isi dalam hati

Puisiku retak oleh butiran embun yang selalu turun kala sepi menjadi teman terdekat bagi hati
menjadi bulan-bulanan bagi sepi yang melarikan diri untuk mencari sebutir permata berbalut syurga

Kau, aku dan hijaumu
dalam bingkai masa lalu

2012


Kau Siapa? (4)

aku adalah angin yang dibawa senja untuk membelai malammu
namun pagi segera hadir memisahkan kita, sedang mentari belum sadarkan diri dari tidurnya.
kau bukan sesuatu yang harus ku tangisi bila masa memaksaku melepas rasa yang tak berpunya ini.
kau...
kau siapa?
pun aku tak tau
yang aku tau,
kau adalah sesuatu yang belum ku miliki
2012


Hambar (5)

Ku seruput secangkir semangat yang baru di seduh pagi dari didihan telaga jiwa yang dijerang surya
ku aduk mengikuti putaran waktu dengan jari telunjuk yang selalu tunduk saat dua kaki terpaut di atas sajadah akut
rasanya masih hambar, bukan karena gula yang berubah tawar tapi rasa di lidah telah berpencar menjadi bisa yang sangar

2012

Kau (6)

tak ada yang lebih menyejukkan melebihi retak hijaumu
bahkan caramu melukai terlalu indah untuk disebut luka
dan perih yang kau beri terlalu manis untuk dianggap bisa
sebab kau adalah alasan mengapa aku menjadi dewasa
meski kadang mengenang indahmu menjadi siksa bagi sukma
kau tetap belahan jiwa yang terbelah masa

kau adalah asa yang sempat menjadi ambisi bagi hati
namun logikaku masih bisa mencerna hitam di atas jingga
hingga cinta tak menjadikanku tunanetra

kau adalah bendera yang telah ku perjuangkan
untuk sampai di puncak gunung keikhlasan
dan aku tak akan mengambil kembali tanda kemenangan
yang telah ku jadikan mahar melamar ridho-Nya

2012


Vivi Suryani, seorang putri dari seorang nelayan yang menyukai puisi ini dilahirkan pada 1 Juni 1990 di Pangkalanbatu, sebuah desa di Kabupaten Langkat. Sekarang tinggal bersama orang tua di kota kecil bernama Pangkalanberandan.

085221389641



CORONG : 2014, Sayap Bulan (Sabtu 11 Januari 2014)



Suyadi San


menuju 2014

hati tergemap hendak beranjak

kabut pagi selimuti perjalanan

selamat tinggal 2013

di jantungmu jiwaku pernah tertoreh

jadi kenangan

seloka keabadian

rinduku pun hanyut di antara debar ombak lautan

kilaunya masih merembesi kokoh trembesi tepian jalan ini

Indonesia, cintaku mengulir telagamu

dan di tiap lekuk tubuhmu,

aoramu mengalirkan berjuta molekul nafasku

di peraduan titik nol kota ini

tersimpan rinduku padamu

 

ahai! liontin kasih pun bertebaran di sanubari

menabur sayapsayap bulan

mengangkasa di swargaloka

dengan aneka warna

 

alahai! sesobek rindumu

mampu menghapus berjuta molekul keabadian

di negeri ini

aku ingin menjadi

yang

pertama

dan terakhir

 

(menyambut awal tahun, 2014)

      

Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.