Cerpen : Sirna Juita
K
|
etika senja terbenam di ufuk Barat,
terdengar suara Adzan berkumandang dengan indah dan syahdu. Seorang wanita
datang dari arah kanan dengan pakaian putih dan suci menuju Masjid. Wanita itu
sholat bersama para makmum yang lain, mengikuti Imam dengan khusyu dan penuh
rasa cinta kepada Allah SWT.
Selesai
tasyahud akhir dan salam, wanita itu berdoa kepada Allah SWT dengan perasaan
yang begitu lembut, Ia meminta ampunan serta pertolongan. Usai sholat, wanita
itu berkumpul bersama anak-anak. Wanita itu bernama Aisyah. seorang Guru Sekolah
SD dan ternyata seorang Ustazah.
Fajar terbit,
memancarkan keindahan sinarnya. Karena kesibukannya di dapur, membuat Aisyah
lupa akan waktu. Ketika Ia tersadar, ternyata fajar telah terbit. Aisyah harus
bergegas menuju sekolah. Hari ini Aisyah masuk lebih awal untuk memberi
pelajaran kepada murid-muridnya.
Aisyah
menempuh jarak yang cukup jauh antara rumahnya dengan sekolah tempat Aisyah
berkerja, Sesampai Aisyah di sekolah, Aisyah bergegas menuju ke arah kantor
dengan perasaan yang kacau balau, karena terburu-buru di perjalanan,
Aisyah seorang
wanita yang sangat sopan. Semua Ibu Guru yang ada di sekolah sangat suka akan
cara kerja Aisyah yang begitu bagus dan tepat waktu, lebih-lebih Bapak Guru yang
ada di sekolah sangat menyukai Aisyah. Karena paras wajah Aisyah sangat
cantik,wanita soleh serta berahlak yang mulia.
Tak lama
kemudian, Aisyah tiba di kantor ruangan guru, Aisyah berada di depan pintu dan
dia segera masuk untuk menadatangani absen para guru.
“Assalamualaikum,”kata
Aisyah.
“Waalaikumsalam,”
seruan guru-guru yang berada di.kantor.
“Maaf saya
terlambat, karena saya tadi ada urusan.”
“Iya tidak
apa-apa, Aisyah,” jawab Pak Danil.
Danil adalah
seorang guru olah raga yang sangat tampan dan kemampuannya menjadi guru olah raga
sangat mahir. Danil adalah guru yang masih muda. Umur Aisyah dan Danil hanya
terpaut tiga tahun. Aisyah berusia 22 sedangkan Danil 25 tahun, tetapi Aisyah
sangat menghormati Danil serta menjaga jarak jauh dengannya karena Danil bukan
muhrim Aisyah.
Tak banyak
yang dipikirkan Aisyah, selesai Aisyah menandatanganinya, Aisyah bergegas
menuju ruangan tempat Aisyah memberikan pelajaran Matematika kepada
murid-muridnya. Tidak lama kemudian terdengar suara lonceng berbunyi menandakan
waktunya istirahat dan jam pelajaran telah berakhir. Aisyah menutup pelajaran
dengan ucapan salam. Untuk seterusnya Aisyah
tak ada jam pelajaran lagi dan jam tambahan lain, jadi Aisyah segera
pulang ke rumah, untuk membantu ibunya.
Ketika Aisyah
melewati gerbang sekolah, di tepi jalan terdengar suara kendaraan beroda dua
dari arah belakang. Ternyata Pak Danil pulang bertepatan dengan Aisyah. Pak
Danil tak sungkan menawarkan tumpangan kepada Aisyah. Pak Danil menghentikan
kendaraanya tepat di hadapan Aisyah.
“Aisyah, mari
kuantar pulang,” kata Pak Danil.
Aisyah hanya terdiam.
Dia kelihatan sedang memikirkan sesuatu.
‘Saya tak menyangka Pak Danil menawarkan tumpangan
kepada saya, jika saya pulang dengan Pak Danil, apa nanti kata orang-orang, sedangkan
kami bukan muhrim dan kami tak memiliki ikatan apa pun,
pikiran Aisyah.
Ada sebuah
bisikan dari arah kanan ia berkata. “Iya, Aisyah, yang kamu pikirkan itu benar
bahwa dia bukan muhrimmu. Bukankah kau tak bisa pergi dengan lelaki yang bukan
muhrimmu,karena itu adalah dosa. Kamu ini seorang Ustazah, contoh untuk murid-muridmu.
Ingat itu.” Aisyah merasa bingung pikirannya kacau balau.
Tapi tiba-tiba
ada bisikan lain dari arah kiri, ia berkata “Itu kan tidak bermasalah, toh dia
hanya mengantar kamu pulang saja. Dia dan kamu kan tidak berbuat apa pun, dan
kalian tidak melakukan apa-apa. Mana mungkin cuma itu kamu akan berdosa. Kamu
kan tidak menyentuh dia.”
“Bagaimana?” tanya
Danil.
Tidak lama
kemudian, Aisyah berpikir dan memutuskan apa yang dia katakan kepada Danil dengan
hati bimbang dia menjawab,
“Emmm. Iya
saya mau, ya sudah ayuk, Pak,”
“Jangan panggil
saya Pak, panggil saja nama saya Danil,” seru Danil.
“Ia Pak, ehemm
Danil.”
Aisyah hanya
diam saja tak banyak bertanya-tanya kepada Danil, sedangkan Danil terus
bertanya-tanya kepada Aisyah. Aisyah cuma menjawab apa yang ditanyakan kepada
dia. Kemudian Aisyah diantar sampai ke rumah.
”Terima kasih
telah mengantarku.”
Danil hanya
tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ternyata Ibu Aisyah sedang duduk sambil
membersihkan bunga di teras rumahnya. Ibu Aisyah melihat mereka sedang berhenti
di depan gerbang.
“Mampir dulu,
Nak!” kata Ibu Aisyah
“Lain kali
saja ya, Bu,” jawab Danil dan bergegas pulang.
Ternyata tidak
hanya sekali. Dua kali. Tiga kali. Bahkan
lebih dari itu semua. Danil mengantar Aisyah. Malah sekarang Aisyah juga dijemput
oleh Danil.
Waktu demi
waktu, hari demi hari, lama kelamaan
Danil merasa begitu kagum dengan kepribadian Aisyah yang begitu lembut
dan sopan. Danil ingin sekali dekat dengan Aisyah dan terus bersama Aisyah. Tetapi
danil memiliki cinta lain.
Hari berganti
hari. Aisyah tidak menyadari ternyata
ketika matanya melihat Danil menumbuhkan benih-benih cinta dalam hatinya.
‘Kenapa ya, jika saya melihat Danil hatiku
seakan-akan berdebar-debar? seluruh tubuh saya seakan-akan sulit untuk
digerakkan, dan pipi saya mulai memerah jika berjumpa dengannya, Saya
terlihat bodoh di hadapannya, apakah saya telah jatuh cinta kepada Danil?’
Aisyah bertanya-tanya dalam hati
Tiba-tiba
terdengar bisikan dari arah kanan. Ia berkata, “Hati-hatilah kamu dengan hatimu
dan jagalah hatimu serta pandanganmu. Bukankah itu awal dari kamu berbuat dosa dan
mendekatkan diri dengan zina.”
Kemudian ada
bisikan dari arah kiri. Ia berkata, “Ahhh,,, jangan dengarkan dia, kapan lagi
kamu merasakan jatuh cinta seperti ini. Lagi pula wajahnya sangat tampan. Hatinya
baik. Semua kebutuhanmu bisa dia penuhi, jadi kamu enggak bakalan kecewa.”
“Oh, iya ya,
lagi pula aku cuma jatuh cinta saja, bukan berbuat yang tidak-tidak,” kata
Aisyah.
Terdengar
bisikan lagi dari kiri, “Iya, Aisyah, begitu kan bagus, kamu kan tidak berzina.
Jadi itu bukan berarti dosa.”
Bisikan dari
sebelah kanan, “Jangan Aisyah, ingat Allah, itu kan bukan muhrimmu, Allah tidah
menyukai orang-orang yang tidak bisa menjaga mata, hati, dan hawa nafsunya.”
Aisyah merasa
bimbang, sepertinya imannya akan goyah. Tetapi Aisyah tetap saja menyukai
Danil.
Aisyah kembali
mengajar. Sesampai di sekolah, Aisyah tak melihat Pak Danil. Hati Aisyah
bertanya-tanya.
“Kenapa ya Pak
Danil hari ini tidak datang?”
Lama kelamaan
Aisyah mendengar kabar bahwa Pak Danil telah pindah sekolah keluar kota.
Hati Aisyah
terasa sangat sakit. Rasanya tersayat-sayat oleh beribu pisau tajam,ketika
mendengar kabar bahwa Danil telah pergi jauh dari kehidupan Aisyah. Tidak lama
kemudian Pak Kepala Sekolah memberikan sepucuk surat kepada Aisyah.
“Aisyah, ini
surat dari Danil untukmu, dia tidak sempat memberikannya kepadamu,” kata Pak Kepala
Sekolah,
Surat itu
tidak sabar ingin dibuka dan dibaca.
Aisyah sungguh penasaran apa isi yang ada dalam surat itu. Aisyah bergegas
membuka surat itu. Mimik wajahnya berubah, menjadi kusam saat membaca surat
yang berisi
‘Assalamualaikum.....
Aisyah saya minta
maafn saya tak bisa selalu menemanimu karena saya sekarang sudah memilih jalan
hidup saya bersama orang yang saya cintai. Sekarang saya sudah menikah dan
berumah tangga. Saya cuma bisa mengatakan, jagalah mata dan hatimu sebelum kamu
terjerat dalam panah-panah cinta di hatimu, yang membuat kamu terjerat. Saya
sudah tahu bahwa kamu memberikan perasaanmu kepadaku. Saya menyadari saat sifat
dan tingkah lakumu berubah, tetapi dari awal saya hanya menganggap kamu sebagai
adik yang soleha. Saya ingin kamu tetap menjadi wanita soleha dan saya berharap
Aisyah memegang teguh hadis Nabi Saw: “kedua
mata itu berzina dan zinanya mata adalah melihat, kedua tangan itu berzina dan
zinanya tangan itu memeluk/memyerang, kedua kaki itu berzina dan zinanya kaki
adalah berjalan (ke tempat maksiat), zina mulut itu berbicara dan zina kemaluan
itu membenarkan itu semua atau mendustakannya.”
Wasalam........
Danil
Seusai membaca
surat itu Aisyah tak mampu berkata-kata. Dia hanya diam membisu, sambil menatapi
surat yang ada di tangannya. Dia menatap surat itu dengan pandangan yang kosong.
Aisyah merasa malu, dan cintanya tak sampai. ***
Penulis
adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia UISU