Minggu, 12 Januari 2014

Seni Kontemporer, Masih Dipertanyakan (Sabtu 11 Januari 2014)


Laporan _ Fela Felia Batubara


S
eni Kontemporer menjadi pembahasan dalam diskusi Kemah Masyarakat Seni Nusantara yang berlangsung pada 27-30 Desember 2013. Diskusi diadakan selama dua hari, Sabtu dan Minggu setiap pagi hari bertempat di Open Stage Taman Budaya Sumatera Utara.
Pada segmen ini, pembicara yang dihadirkan seperti Raudah Jambak, Afrion, dan Suyadi San. Serta peserta yang hadir dari beberapa komunitas diberi kebebasan untuk mendefinisikan arti dari kontemporer, lalu mendiskusikan semua yang berkaitan dengan Seni Kontemporer. 
            Menurut Afrion, kontemporer adalah sebuah kreativitas yang tiada batas, inovasi daur ulang yang semakin kreatif. Dan yang kontemporer tersebut adalah proses kreatifnya, ketika ia berkembang maka ia tidak kontemporer lagi.
            Maksudnya, ketika proses kreatif selesai maka seni itu tidak kontemporer lagi. Kalau belum selesai disebut sebagai proses kreatif kontemporer bersifat sementara.
            Sedangkan Raudah Jambak mendefinisikan Kontemporer itu adalah kekinian, sesuatu yang baru dijadikan berbeda dari yang lain atau sesuatu yang lama diolah kekinian hingga menjadi istimewa.
            Ia memberikan contoh  dalam Sastra, yaitu pada puisi Sutardji Calzoum Bahri merupakan bentuk mantra yang selalu dipergunakan pengobatan orang sakit atau disebut teknik pengobatan. Pelopor kontemporer dalam puisi ini, memanfaatkan media pengobatan sebagai puisi, pada saat itu buming atau menjadi sesuatu yang baru maka disebutlah puisinya kontemporer.
            Jika sudah berulang-ulang maka tidak disebut kontemporer, karena tidak menjadi sesuatu yang baru lagi.
            Berbeda dengan Suyadi San, yang masih mempertanyakan mengapa zaman sekarang ini masih ada istilah kontemporer?  Dahulu, kini masih saja membicarakan tentang kontemporer. Apakah beberapa tahun ke depan tetap membicarakan kontemporer?
            Jika dalam Sastra, selama ini bentuknya ditradisi kata-kata seperti Pantun, Syair, Gurindam, Stanza, Oktav, Soneta dalam bentuk puisi-puisi baru yang terpenjara dalam kata-kata. Kata-kata memenjarakan makna atau disebut dengan konvensional. Suyadi San juga mengungkapkan hal yang serupa dengan Raudah Jambak mengenai kekontemporeran Sutardji Calzoum Bahri dan puisinya.
            Menurutnya, Sutardji Calzoum Bahri membuat sesuatu yang baru atau belum pernah dikenal, dengan mengutamakan bunyi-bunyi pada puisinya yang lahir sekitar tahun 70-an. Pada saat itulah lahir istilah kontemporer. Lalu bermunculan karya-karya kontemporer berikutnya seiring dengan perkembangan zaman dan peralihan waktu.
            Seperti Yudhistira A.N.M Massardi, seorang sastrawan yang terkenal dengan gaya penulisannya yang menyentil melalui humor-humor segar atau pada salah satu puisinya ‘Sajak Sikat Gigi’ yang cenderung menyerupai iklan, kini menjadi kontemporer.
            Atau yang pernah dilakukan seniman Sumatera Utara Mangatas Pasaribu dalam bidan Seni Rupa, melukis tanpa menggunakan kuas melainkan tubuh yang disebut dengan body painting. Hal ini menjadi sesuatu yang luar biasa di Indonesia dan baru atau kontemporer.
            Dalam bidang Sastra, menurut Suyadi San, belum ada karya puisi sastrawan Sumatera Utara yang dianggap kontemporer, tetapi kalau dalam karya cerita pendek penulis Hasan Al Banna telah membuktikan kontemporer tersebut, dalam karya-karyanya yang absurd. 
            Dalam kesempatan ini, peserta diskusi juga diberikan kebebasan dalam bertanya mengenai kontemporer tersebut. Kebanyakan pertanyaan berisikan tentang mengapa, untuk apa, dan apa manfaat kontemporer itu sendiri?
            Suyadi San menyarankan kepada seluruh peserta yang mengikuti diskusi atau Kemah Masyarakat Seni Nusantara itu agar tidak terlalu berpatokan pada kontemporer, karena disini tidak dituntut untuk menjadi kontemporer melainkan agar tetap senantiasa berkarya.
            Seni berdasarkan perkembangan zaman, terdapat seni tradisi dan modern diantara itu ada mutakhir, mau itu tradisi atau modern, kontemporer ataupun tidak kepada semua kreator agar tetap konsisten dalam berkesenian. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar