Minggu, 12 Januari 2014

Santapan Bubur Berani dan Suci (Kamis 9 Januari 2014)


Laporan : Ismayuni Iswara

 
BUBUR: Nikmatnya bubur merah-putih yang penuh khasiat ini. Penganan nusantara ini berasal dari Tanah Sunda hingga ke wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya, sebagai warisan adat-istiadat untuk generasi muda . (Mimbar/Iswayuni Iswara)
I
ngat bubur merah-putih? Biasanya, santapan ini dihidangkan dalam acara-acara tertentu, seperti pada saat memberi nama seorang bayi  atau mengganti nama seseorang, perayaan 10 Muharam atau dikenal dengan ‘Asyura, dan saat mendirikan rumah.
Kuliner khas Bandung, Jawa Barat ini lebih dikenal dengan sebutan ”bubur beureum” dan “bubur bodas”. Masyarakat setempat sering melakukan tradisi Sunda Priangan sebagai tradisi ngabubur beureum jeung ngabubur bodas. Artinya, hidangan bubur merah dan bubur putih. Bubur merah sebagai tanda berani dan bubur putih sebagai tanda kesucian.
Julita Dewi (38) menjelaskan tentang bahan-bahan yang digunakan dalam kuliner tradisional satu ini dan cara pembuatannya.
Beras putih, santan cair dan santan kental, daun pandan, garam, gula merah. Cara pembuatannya : masak beras menjadi bubur secara bersamaan masukkan daun pandan dan garam, aduk dengan merata lalu masukkan santap cair dan kembali aduk tanpa henti hingga tanak, lalu angkat,” ujarnya saat dijumpai di rumahnya, Jalan Permai Gang Indah, Medan Perjuangan.
Selanjutnya, pisahkan bubur menjadi dua bagian. Satu bagian untuk bubur putih, masak kembali, campurkan dengan santan kental. Sedangkan satunya lagi untuk bubur merah, jerang, masukkan gula merah yang sudah dicairkan sekaligus santan kental, aduk menjadi satu dan merata.
Sediakan piring dan kombinasikan antara bubur merah dan bubur putih sesuai selera. Lebih nikmat lagi jika disajikan selagi hangat,” saran ibu beranak dua ini.
Sederhana bukan! Bahkan Anda dapat mengolahnya sendiri di rumah. Santapan satu ini begitu populer di daerah pedesaan yang masih menjaga adat-istiadat dari leluhurnya. Namun di daerah perkotaan sulit sekali kita jumpai, kecuali ada event besar, seperti penjual dadakan di sore hari pada bulan Ramadan, acara bazar kuliner yang diadakan oleh pemerintah, dan sebagainya.
Tetapi sebenarnya, bubur ini memiliki warna yang tidak merah, akan tepatnya lebih cenderung berwarna cokelat muda. Mungkin bubur ini dinamai demikian karena cara membuatnya menggunakan gula merah sebagai bahan pemanis sekaligus membuat bubur ini menjadi berwarna. Dengan keunikannya ini, bubur merah menjadi santapan kuliner untuk acara-acara tertentu tadi.
Khasiat sendiri dari hidangan ini berupa kandungan vitamin B1 dan mineral lebih tinggi dari pada beras putih, Mengandung lebih banyak magnesium, yang sangat baik untuk kesehatan kardiovaskular (jantung), Kaya akan fiber dan asam lemak.
Kandungan fibernya yang tinggi dapat mencegah sembelit, sehingga memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan fiber yang tinggi juga membuat Anda lebih kenyang, tidak mudah lapar, dan kaya akan asam amino.
Gula Jawa atau gula merah mengandung nutrisi seperti: Thiamine, Riboflavin, Nicotinic Acid, Ascorbic Acid, protein dan vitamin C, dapat digunakan untuk terapi asma, kurang darah/anemia, lepra/kusta, dan mempercepat pertumbuhan anak. Bagus untuk mengobati batuk demam, bagus utuk makanan awal bagi orang yang terkena penyakit typhus, mengurangi panas pankreas, menguatkan jantung, membantu pertumbuhan gigi kuat, serta mempunyai khasiat seperti madu.
Banyak orang yang menganggap sepele akan khasiat dari santapan ini. Umumnya sekarang masyarakat lebih menyukai makanan yang penuh lemak dan kolesterol seperti junkfood, makanan cepat saji, atau makanan dari negara lain yang membuat mereka merasa lebih nge-trend dengan memakan makanan dari luar, yang sebenarnya akan menimbulkan penyakit di dirinya.
Inilah bangsa kita yang sedang terpuruk oleh pengaruh asing dan melupakan tradisional bangsa sendiri. Menurunnya, moral bangsa menyebabkan rasa nasionalisme masyarakat menipis. Sehingga, kini tradisi ngabubur beureum jeung ngabubur bodas diambil alih oleh media lain, yang belum tentu memiliki efektivitas yang sama. Membuat tradisi ini mulai nyaris memudar di kalangan pemakainya. ***


Reporter tamu ini adalah mahasiswa bahasa dan sastra Indonesua Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar