Minggu, 12 Januari 2014

SUGUHAN SECANGKIR BANDREK (Kamis 5 Desember 2013)


BANDREK : Pak Sulaiman dengan sajian khas bandrek buatannya. Minuman rakyat dari rempah-rempah alam ini  masih jadi primadona untuk mengusir masuk angin, selain sebagai pnghangat di kala udara dingin. (Mimbar/Ismayuni Iswara)




M
inuman tradisional yang satu ini memang sangat berkhasiat untuk mengobati batuk dan menghangatkan badan juga mengobati masuk angin, Saya berkesempatan mewawancarai penjual bandrek di Jalan Letda Sujono, persis di depan satu bank BUMN.
Banyak orang yang kalau sudah minum bandrek pasti masuk anginnya sembuh, makanya kalau musim hujan seperti ini banyak yang membeli” ujar Pak Sulaiman ketika ditemui di warungnya, Senin(02/12/13).  
Memang tak tentu  penghasilan yang kami dapat, tapi kalau terjual habis keuntungan bersih dari satu malam itu  Rp80.000. Biasanya bapak kasih sama ibu Rp70.000, karena Rp10.000 lagi untuk beli rokoknya,” tambah sang istri, Masminah.
Pak Sulaiman dan Bu Masminah adalah pasangan suami-istri (pasutri) yang menjual bandrek asli buatan sendiri. Pasutri yang sudah menjajakan jualannya selama 17 tahun ini bercerita tentang keluh kesah dalam penjualannya.
 Ya..... kadang kalau tidak habis, kami campur lagi dengan yang baru, karena memakai arang jadi bandreknya tidak basi, apalagi kalau panas terus,” kata sang istri.
Menurut Bu Niah, panggilan akrabnya, sebenarnya dahulu suaminya bekerja sama dengan orang turunan Pakistan yang menjual bandrek di lokasinya sekarang.
“Tapi karena dia sudah tua dan anak-anaknya tidak mau meneruskan jualan dia, jadi dia berpikir untuk memberikan gerobak, meja dan kursi ini kepada Bapak supaya Bapak yang tetap berjualan di sini. Sejak itulah Bapak jualan, kira-kira tahun 1996,” tambah Bu Niah.
Minuman yang diracik dengan bahan-bahan alami ini dapat Anda pesan atau buat sendiri. Bahannya ialah jahe giling, cengkeh, bunga lawang, kayu manis, gula merah, serai, merica, daun pandan, dan air.
Cara membuatnya : panaskan air tapi tidak sampai mendidih, lalu masukkan bahan-bahan. Aduk sebentar dan tunggulah sampai mendidih. Bisa divariasikan dengan menambah susu di dalamnya.
Secangkir penghangat tubuh ini dibandrol dengan harga Rp3000/cangkir. Biasanya orang menikmatinya dengan sepotong roti lembut yang disajikan si bapak. Sehabis Magrib, Pak Sulaiman menjajakan gerobak dari rumahnya yang tak jauh ke tempatnya berjualan. Kembali ke rumah sekitar jam 3 pagi.
Satu tong yang dibawa Bapak bisa sampai 100 gelas kecil. Dengan modal Rp150.000, Bapak mampu menyekolahkan anak-anak. Yang paling besar sudah kelas 1 SMK dan yang kecil kelas 6 SD,” terang Bu Niah.
Bu Niah membantu penghasilan dengan menjadi seorang guru honor di Sekolah Dasar (SD) Pasar 9 Tembung dan MDA Muhammadiyah pada sore harinya. Pasangan yang bekerja keras untuk menopang ekonomi ini bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah.
 Sering juga Bapak pulang tapi roti masih banyak, kadangpun kami kasih-kasih ke tetangga. Ya... alhamdulilah saat itu mungkin memang hanya segitu rejeki yang diberikan Allah,” terangnya.
Lalu mengapa dia berada di dekat gerobak suaminya? Sebenarnya ibu ke sini cuma mau mrngantar nasi untuk makan malam Bapak. Nanti pukul 10 ibu pulanglah, kan anak-anak di rumah, gak mungkin ibu tunggu sampai jam 3,” kilahnya.
Ia juga mengatakan, terkadang karena asiknya si bapak jam 4 baru pulang. “Nanti jam 5 Bapak udah bangun, siap  salat Subuh baru Bapak tidur lagi. Terus bangun  jam 10, bapak udah mulai belanja beli bahan. Sedangkan airnya udah ibu panaskan, jadi saat Bapak pulang dari pasar udah tinggal masukkan bahan aja,” lugas sang ibu.
            Ibu dulu sempat berhenti dari kerjaan, karena setelah melahirkan anak-anak, Bapak gak kasih ibu kerja sampai mereka udah besar-besar. Pas si Adek Kelas 4 SD,  baru ibu ngajar lagi,”tambahnya.
            Sementara itu, sekarang banyak sekali pabrik – pabrik yang menciptakan produk cepat saji, menawarkan kepada konsumen. Hanya dengan menambahkan air panas yang bercampur bubuk sachet, orang dapat menikmati suguhan secangkir bandrek di rumah. Sebab itulah orang lebih memilih untuk membuat sendiri bandrek praktis tersebut.
Namun demikian, tidak menyurutkan semangat Pak Sulaimana dan istrinya untuk terus berjualan bandrek sendiri dengan pelanggannya yang datang silih berganti. Karena dia percaya, Allah sudah memberikannya rejeki, makanya dia tak gentar untuk terus berjualan meski banyak produk yang menyainginya.
Untuk terus mempertahankan minuman khas Indonesia dari pulau Jawa ini, kita sepatutnya tidak meminggirkannya. Penggemar minuman yang satu ini memang banyak dari golongan orang tua. Tidak banyak pemuda yang menyukai bandrek, yang mereka rasa seperti jamu yang pahit rasanya. Mereka tidak tertarik dengan minuman ini! *** (Ismayuni Iswara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar