MIGOR : Minyak goring ternyata memiliki karakter tersendiri.
Sudahkah Anda mengenali karakternya? (Mimbar/Suyadi San)
|
S
|
AYA agak merasa
terganggu menerima sistem maklumat singkat (SMS) yang isinya pemberitahuan
tentang hadiah minyak goreng jika beruntung mengisi pulsa di satu tempat
perbelanjaan modern. Kebetulan, saya sering mengisi pulsa di tempat itu.
Sesekali, saya pun menukarkan poin pulsa itu dengan minyak goring tersebut.
Namun, sesampai di rumah, istri saya mengatakan, minyak
goreng yang saya beli dengan diskon khusus itu tidak senikmat yang biasa ia
beli. Tapi lantaran saya terlanjur telah membelinya, minyak goreng itu pun
beberapaa hari kemudian digunakannya.
Hmm, saya pun mencari sejumlah referensi dari internet. Saya
mungkin termasuk dari sedikit lelaki yang kurang tahu tentang minyak makan ini.
apalagi, banyak sekali promosi berbagai macam minyak makan atau minyak goring (cooking oil). Mana yang dipilih?
Jika sebelumnya, konsumen Indonesia hanya familiar dengan minyak
sawit (palm oil), kini di pasaran
juga sudah mulai dikenal jenis minyak lain seperti minyak canola, olive
(zaitun), kedelai, jagung, dan sebagainya.
Berbagai macam jenis minyak tersebut ditawarkan dengan
keunggulannya masing-masing. Manfaatnya bagi kesehatan adalah klaim yang paling
banyak digunakan agar menarik minat konsumen, termasuk chef di dalamnya.
Namun, sayangnya promosi tersebut seringkali menimbulkan persepsi
negatif terhadap minyak lainnya. Kampanye dagang negatif atau strategi promosi
yang tidak dibekali pengetahuan yang mendalam, mengakibatkan kesalahpahaman di benak
konsumen.
Memang benar, setiap minyak tersebut memiliki keunggulan
tersendiri. Namun juga harus disadari, bahwa juga tidak ada minyak yang unggul
dalam segala hal. Semuanya memiliki karakteristik masing-masing, baik yang
dapat menjadi keunggulan maupun kerugian. Proses pengolahan akan sangat
menentukan positif atau negatifnya suatu minyak.
Polyunsaturated fatty
acid (PUFA), terutama asam alfa linoleic acid (ALA), sering
dijadikan sebagai “keunggulan” yang ditawarkan oleh produsen vegetable oil
seperti minyak bunga matahari, jagung, kedelai, dan biji kapas. Asam lemak
tersebut dapat meningkatkan kolesterol baik (HDL) dalam tubuh.
Namun, yang patut diperhatikan, minyak yang mengandung PUFA
bukanlah minyak yang tahan terhadap suhu tinggi. Pada saat digoreng pada suhu
tinggi (apalagi dalam udara tebuka), minyak tersebut akan menghasilkan komponen
toksik, turunan aldehid. Minyak dengan PUFA tinggi akan lebih cepat rusak
dibandingkan minyak yang lebih banyak mengandung saturated atau monounsaturated
fatty acid.
Faktor lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan suhu
penggorengan adalah titik asap (smoke
point). Peningkatan asam lemak bebas dalam minyak, akan menurunkan titik
asam dan membuat minyak menjadi tidak stabil. Alasan inilah yang menyebabkan olive oil tidak direkomendasikan untuk tidak
digunakan dalam proses penggorengan bersuhu tinggi. Olive oil memiliki titik asap yang rendah.
Stabilitas minyak sangat penting. Bukan hanya berkaitan dengan
kesehatan, tetapi juga akan mempengaruhi rasa. Oksidasi yang disebabkan oleh
radikal bebas akan menyebabkan minyak menjadi tengik dan mempengaruhi aroma
serta rasa makanan secara keseluruhan.
Bagaimana
dengan minyak sawit?
Malaysia dan Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit
terbesar di dunia.
Secara alami, minyak sawit memiliki kandungan monounsaturated dan saturated fatty acid yang seimbang. Oleh sebab itulah, minyak sawit sangat andal untuk pemanasan bersuhu tinggi dan untuk karakter masyarakat yang suka menggoreng berulang.
Secara alami, minyak sawit memiliki kandungan monounsaturated dan saturated fatty acid yang seimbang. Oleh sebab itulah, minyak sawit sangat andal untuk pemanasan bersuhu tinggi dan untuk karakter masyarakat yang suka menggoreng berulang.
Uraian singkat tersebut dapat menjadi panduan bagi para chef dalam
memilih minyak goreng. Jika akan menumis atau menjadikannya sebagai salad, maka
dapat dipilih minyak biji matahari, olive, ataupun kedelai. Sedangkan, jika
menggoreng dengan menggunakan suhu tinggi, sebaiknya menggunakan minyak sawit
yang lebih stabil.
Sekarang saya agak mengerti. Seekali saya mengintip istri saya
mengoles mentega sebagai bahan minyak untuk menggoreng nasi buat sarapan. *** (Suyadi
San)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar