Catatan
Kecil dari Bedah dan Peluncuran Buku “Selendang Berenda Jingga”
Belasan
orang, terbilang sedikit secara kuantitas, tapi cukuplah itu memperlihatkan kualitas
diskusi dalam bedah dan peluncuran buku kumpulan puisi facebook “Selendang Berenda Jingga,” karya Zulkarnain Siregar.
Gedung Pergelaran Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas
Sumatera Utara Medan dipakai menjadi venue
acara di Sabtu sore tanggal 3 Desember, di antara kesibukan perayaan Dies
Natalis ke-46 FIB dan acara temu reuni alumni FIB pada malam harinya.
Apa yang menarik dari forum diskusi ini?
Yang pasti, si penyair, para penulis catatan prolog
dan epilog (Irwansyah Hasibuan dan Dr. Ikhwanuddin), serta dua pengulas tamu,
Dr. Budi Agustono dan Ali Yusran (seorang penyair senior di Medan) hadir dan
berbagi pandangan berangkat dari interpretasi masing-masing terhadap hasil
karya buku “Selendang Berenda Jingga.” Cukup banyak yang dibicarakan, meski
waktu berdiskusi hanya sedikit kurang dari dua jam.
Terdapat beberapa catatan kecil dari dialog bedah dan
peluncuruan buku ini: Pertama, mengembalikan hubungan resiprokal
penyair dan pembaca (penikmat) yang non-hirearkis, dimana penyair dapat
berdialog langsung dengan para pembaca.
Kedua, mengembalikan peran intelektual (kampus?) untuk
mendudukkan pemahaman “kritik sastra,” agar karya sastra tidak semata dipahami
sebagai fenomen artistik Ali Yusran mengutip istilah “art for art sake”, lebih
dari itu mampu menjabarkan dimensi sosio-kultural, politis, hingga spiritual
penyair (Yoelhasni, Irwansyah Hasibuan, Budi Agustono).
Ketiga, karya penyair merupakan sesuatu “hadir dan mengalir”
(mengutip alm. WS. Rendra), tanpa “pledoi absurd” yang cenderung selalu mucul
dalam dialog/debat “sesama penyair atau penyair-kritikus/penikmat.” Keempat, apakah
“syair” dan “penyair” memiliki hubungan paralel dengan “karya” dan “usia;”
“Manja” istilah Ali Yusran, untuk mengatakan keinginan yang sesungguhnya harus
lebih (“state of Brahmin” (?).
Catatan penutup, bedah dan peluncuran buku ini, menurut
saya, memiliki energi positif untuk “membangunkan” gerak intelektual Fakultas
Ilmu Budaya (yang merupakan nama baru, pengganti “Fakultas Sastra” nama yang
melekat pada masa lalu yang cenderung “layu”), kebetulan Zulkarnain Siregar,
penulis buku, merupakan alumni yang menjadi bagian cerita sejarah fukultas ini.
Media facebook
sebagai media “silaturahmi cyber”
saat ini merupakan bagian penting dari komunikasi sosial, termasuk di dalamnya
bagaimana kreativitas sastra disampaikan. Apakah “face to book” dan “face to
face,” antara satu dan lainnya ada yang lebih penting? Forum ini sesungguhnya
telah menjembatani antar-keduanya.
Selamat buat Zulkarnain Siregar, doaku semoga terus
berkarya…
Salam sastra, ***
(Penulis,
dosen etnomusikologi FIB USU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar