Jumat, 01 Februari 2013

LAPORAN : Irwansyah Harahap (Sabtu, 17 Desember 2011)



Catatan Kecil dari Bedah dan Peluncuran Buku “Selendang Berenda Jingga”

 

Belasan orang, terbilang sedikit secara kuantitas, tapi cukuplah itu memperlihatkan kualitas diskusi dalam bedah dan peluncuran buku kumpulan puisi facebook “Selendang Berenda Jingga,” karya Zulkarnain Siregar.
Gedung Pergelaran Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara Medan dipakai menjadi venue acara di Sabtu sore tanggal 3 Desember, di antara kesibukan perayaan Dies Natalis ke-46 FIB dan acara temu reuni alumni FIB pada malam harinya.
Apa yang menarik dari forum diskusi ini?
Yang pasti, si penyair, para penulis catatan  prolog dan epilog (Irwansyah Hasibuan dan Dr. Ikhwanuddin), serta dua pengulas tamu, Dr. Budi Agustono dan Ali Yusran (seorang penyair senior di Medan) hadir dan berbagi pandangan berangkat dari interpretasi masing-masing terhadap hasil karya buku “Selendang Berenda Jingga.” Cukup banyak yang dibicarakan, meski waktu berdiskusi hanya sedikit kurang dari dua jam.
Terdapat beberapa catatan kecil dari dialog bedah dan peluncuruan buku ini:  Pertama, mengembalikan hubungan resiprokal penyair dan pembaca (penikmat) yang non-hirearkis, dimana penyair dapat berdialog langsung dengan para pembaca.
Kedua, mengembalikan peran intelektual (kampus?) untuk mendudukkan pemahaman “kritik sastra,” agar karya sastra tidak semata dipahami sebagai fenomen artistik Ali Yusran mengutip istilah “art for art sake”, lebih dari itu mampu menjabarkan dimensi sosio-kultural, politis, hingga spiritual penyair (Yoelhasni, Irwansyah Hasibuan, Budi Agustono).
Ketiga, karya penyair merupakan sesuatu “hadir dan mengalir” (mengutip alm. WS. Rendra), tanpa “pledoi absurd” yang cenderung selalu mucul dalam dialog/debat “sesama penyair atau penyair-kritikus/penikmat.” Keempat, apakah “syair” dan “penyair” memiliki hubungan paralel dengan “karya” dan “usia;” “Manja” istilah Ali Yusran, untuk mengatakan keinginan yang sesungguhnya harus lebih (“state of Brahmin” (?).
Catatan penutup, bedah dan peluncuran buku ini, menurut saya, memiliki energi positif untuk “membangunkan” gerak intelektual Fakultas Ilmu Budaya (yang merupakan nama baru, pengganti “Fakultas Sastra” nama yang melekat pada masa lalu yang cenderung “layu”), kebetulan Zulkarnain Siregar, penulis buku, merupakan alumni yang menjadi bagian cerita sejarah fukultas ini.
Media facebook sebagai media “silaturahmi cyber” saat ini merupakan bagian penting dari komunikasi sosial, termasuk di dalamnya bagaimana kreativitas sastra disampaikan. Apakah “face to book” dan “face to face,” antara satu dan lainnya ada yang lebih penting? Forum ini sesungguhnya telah menjembatani antar-keduanya.
Selamat buat Zulkarnain Siregar, doaku semoga terus berkarya…
Salam sastra, ***

(Penulis, dosen etnomusikologi FIB USU)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar