PERTEMUAN
PERTAMA DI PANTAI SENJA
Aku melangkahkan kaki menuju tepian pantai. Menikmati
pesisir pantai berpasir putih, yang menyajikan panorama indah ciptaan sang
ilahi. Hembusan semilir angin memainkan ujung-ujung rambutku yang tergurai. Aku
menyandarkan badan di pohon kelapa dan kuedarkan pandanganku menyusuri tepi
pantai. Kutarik nafas dalam-dalam, menikmati udara pantai senja.
Hmmmm........hmmm,
ternyata pantai ini masih seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Asyik. Menyenangkan
dan romantis. Anak-anak nelayan berlari-lari dengan riangnya sambil bercanda
gurau menikmati masa kecilnya.
Di tengah samudera, cahaya mentari tenggelam menyinari air
laut yang biru, memberikan kebahagiaan tersendiri bagi setiap orang yang
memandangnya. Dan, awan pun turut meramalkan suasana di senja hari dengan
ombak-ombak yang bersahutan saling berlomba-lomba menuju tepi pantai.
Nun
di sana, aku melihat sepasang muda-mudi bermesraan. Menikmati seluk-beluk dan
lembah yang senja. Hm, masa-masa muda yang penuh dengan suka dan duka.
Melihati
sepasang kekasih tersebut, aku pun teringat masa lalu. Di pantai ini, bersama
dengan Adnan, kekasihku yang kini tiada. Di pantai ini, aku pertama bertemu
dengannya dan dialah cinta pertamaku. Hingga kini. Detik ini belum mampu aku
melupakan sosok wajahnya yang manis.
Walaupun banyak lelaki yang manis, tak seorang pun yang
dapat menggantikannya. Kenangan yang terindah bersamanya membekas di dalam
hatiku yang menyebabkan aku enggan untuk mencari pengganti dirinya.
Aku masih ingat bagaimana Adnan memang gila dengan sebutan
"Kecil", ditambah dengan senyumannya yang manis. Kasih sayangnya,
manjanya, selalu menyebabkan bahagia bersama dirinya. Hanya kepada dirinyalah
aku berbagi cerita, mulai dari hal yang kecil hingga yang besar. Dengan
kata-katanya yang lembut, serta tingkah lakunya yang sopan membuatku senantiasa
rindu akan dirinya.
Namun, antara aku dan Adnan harus berpisah, karena aku harus
melanjutkan studi ke luar negeri. Aku pun tidak mampu membendung rasa kesedihan
yang mendalam, karena harus berpisah jauh darinya. Namun, aku harus sportif
demi meraih masa depan yang akan mendatang.
Di pantai inilah terakhir kali bersama dan jumpa sebelum aku
pergi meninggalkannya. Dengan kata-kata yang lembut dan senyum yang manis, dia
memberikan semangat kepadaku sambil berkata "Aku akan menunggumu kembali
dan kita akan jumpa di pantai ini." Kata-kata itulah terakhir yang
diucapkannya kepadaku sebelum aku pergi.
Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun, telah
aku jalani di negeri orang, untuk menuntut ilmu. Namun, aku tidak melupakan
wajah Adnan yang selalu hadir dalam bayang-bayangan di dalam benakku, karena
Adnanlah aku bisa seperti ini dan bisa hidup.
Selama aku di luar negeri, kami sering berkomunikasi tiada
henti. Aku selalu menanyakan kabarnya di sini, namun dia selalu menjawab
kabarnya selalu baik-baik saja.
Dan, di saat aku wisuda, Adnan sama sekali tidak mengucapkan
selamat padaku. Aku pun heran kenapa beberapa bulan ini Adnan tiada menghubungi
aku. Namun, aku tidak memermasalahkan hal itu.
Dengan susah payah, akhirnya ku dapat menyelesaikan studi di
negeri orang. Tentu saja, aku tidak sabar untuk pulang dan agar bisa berjumpa
dengan Adnan.
Namun semua telah terlambat. Di saat aku sampai di sini, aku
melihat orang-orang sedang menangis. Ibunda Adnan menangis tersedu-sedu. Lalu aku
melihat di sebelah sudut yang dikelilingi orang-orang yang membaca ayat-ayat
Al-Quran, jasad Adnan terbujur kaku di atas pembaringan.
Aku terduduk lemas sambil menahan rasa kesedihan, tetapi
tidak bias. Hatiku pun entah bagaimana rasanya. Tidak bisa berkata sepatah pun.
Aku melihat wajah Adnan untuk terakhir kalinya sambil menangis dan teringat
akan kata-kata terakhir Adnan padaku. Lalu kuhapus air mataku yang telah
membasahi pipi, dan tersentak akan lamunanku.
Walaupun ia telah tiada namun ia akan selalu hadir dan
terukir dalam hatiku. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar