Jumat, 01 Februari 2013

Cerpen : Khairun Nissa (Sabtu, 24 Desember 2011)



PERTEMUAN PERTAMA DI PANTAI SENJA

 

Aku melangkahkan kaki menuju tepian pantai. Menikmati pesisir pantai berpasir putih, yang menyajikan panorama indah ciptaan sang ilahi. Hembusan semilir angin memainkan ujung-ujung rambutku yang tergurai. Aku menyandarkan badan di pohon kelapa dan kuedarkan pandanganku menyusuri tepi pantai. Kutarik nafas dalam-dalam, menikmati udara pantai senja.


Hmmmm........hmmm, ternyata pantai ini masih seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Asyik. Menyenangkan dan romantis. Anak-anak nelayan berlari-lari dengan riangnya sambil bercanda gurau menikmati masa kecilnya.
Di tengah samudera, cahaya mentari tenggelam menyinari air laut yang biru, memberikan kebahagiaan tersendiri bagi setiap orang yang memandangnya. Dan, awan pun turut meramalkan suasana di senja hari dengan ombak-ombak yang bersahutan saling berlomba-lomba menuju tepi pantai.
Nun di sana, aku melihat sepasang muda-mudi bermesraan. Menikmati seluk-beluk dan lembah yang senja. Hm, masa-masa muda yang penuh dengan suka dan duka.
Melihati sepasang kekasih tersebut, aku pun teringat masa lalu. Di pantai ini, bersama dengan Adnan, kekasihku yang kini tiada. Di pantai ini, aku pertama bertemu dengannya dan dialah cinta pertamaku. Hingga kini. Detik ini belum mampu aku melupakan sosok wajahnya yang manis.
Walaupun banyak lelaki yang manis, tak seorang pun yang dapat menggantikannya. Kenangan yang terindah bersamanya membekas di dalam hatiku yang menyebabkan aku enggan untuk mencari pengganti dirinya.
Aku masih ingat bagaimana Adnan memang gila dengan sebutan "Kecil", ditambah dengan senyumannya yang manis. Kasih sayangnya, manjanya, selalu menyebabkan bahagia bersama dirinya. Hanya kepada dirinyalah aku berbagi cerita, mulai dari hal yang kecil hingga yang besar. Dengan kata-katanya yang lembut, serta tingkah lakunya yang sopan membuatku senantiasa rindu akan dirinya.
Namun, antara aku dan Adnan harus berpisah, karena aku harus melanjutkan studi ke luar negeri. Aku pun tidak mampu membendung rasa kesedihan yang mendalam, karena harus berpisah jauh darinya. Namun, aku harus sportif demi meraih masa depan yang akan mendatang.
Di pantai inilah terakhir kali bersama dan jumpa sebelum aku pergi meninggalkannya. Dengan kata-kata yang lembut dan senyum yang manis, dia memberikan semangat kepadaku sambil berkata "Aku akan menunggumu kembali dan kita akan jumpa di pantai ini." Kata-kata itulah terakhir yang diucapkannya kepadaku sebelum aku pergi.
Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun, telah aku jalani di negeri orang, untuk menuntut ilmu. Namun, aku tidak melupakan wajah Adnan yang selalu hadir dalam bayang-bayangan di dalam benakku, karena Adnanlah aku bisa seperti ini dan bisa hidup.
Selama aku di luar negeri, kami sering berkomunikasi tiada henti. Aku selalu menanyakan kabarnya di sini, namun dia selalu menjawab kabarnya selalu baik-baik saja.
Dan, di saat aku wisuda, Adnan sama sekali tidak mengucapkan selamat padaku. Aku pun heran kenapa beberapa bulan ini Adnan tiada menghubungi aku. Namun, aku tidak memermasalahkan hal itu.
Dengan susah payah, akhirnya ku dapat menyelesaikan studi di negeri orang. Tentu saja, aku tidak sabar untuk pulang dan agar bisa berjumpa dengan Adnan.
Namun semua telah terlambat. Di saat aku sampai di sini, aku melihat orang-orang sedang menangis. Ibunda Adnan menangis tersedu-sedu. Lalu aku melihat di sebelah sudut yang dikelilingi orang-orang yang membaca ayat-ayat Al-Quran, jasad Adnan terbujur kaku di atas pembaringan.
Aku terduduk lemas sambil menahan rasa kesedihan, tetapi tidak bias. Hatiku pun entah bagaimana rasanya. Tidak bisa berkata sepatah pun. Aku melihat wajah Adnan untuk terakhir kalinya sambil menangis dan teringat akan kata-kata terakhir Adnan padaku. Lalu kuhapus air mataku yang telah membasahi pipi, dan tersentak akan lamunanku.
Walaupun ia telah tiada namun ia akan selalu hadir dan terukir dalam hatiku. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar