Jumat, 01 Februari 2013

GELANGGANG SAJAK : Firman Nofeki, Ayu Larassaty, Ria Pratiwi, Retni Ari Suci Pratiwi (Sabtu, 24 Desember 2011)


Firman Nofeki :
SEBUAH PINTU
teruntuk R.


aku lupa menguncimu
di suatu dinding yang kubangun dari kegelapan
di suatu pintu yang kita bubuhi tanda tangan rembulan

tutup pintu itu !
biar malam menyudahiku
membawa fajar dalam ingatan
menyebrangi sisi lain kehidupan

di sana akan selalu ada tanganmu
menjadi lampu
menutupi tubuhku

akan ada aku yang selalu bangun
bersandar di balik pintu
karena kunci itu
adalah dirimu yang kembali



Ayu Larassaty :

IBU


Ibu....
kaulah wanita paling istimewa
karena engkau sudah menjagaku
dari aku masih kecil hingga sampai sekarang ini
bagiku ibu adalah segalanya

Ibu...
kau selalu berkorban untuk diriku
ke sana ke mari demi menghidupkan diriku
aku begitu kagum pada dirimu ibu

Ibu...
aku berharap engkau selalu ada
di sampingku
selalu menjagaku, menyayangiku
karena aku begitu sayang kepadamu, ibu
kau segalanya bagiku

Terima kasih ibu...
atas segala yang kau berikan kepadaku
semuanya tidak akan pernah aku lupakan
sampai aku mati



Ria Pratiwi :

WAKTU


Sejelang dengan kehidupan yang dilalui
detak jantung dan napas yang masih bermukim
bergerak, berfikir mengolah rasa untuk berbuat dalam perjalanan

Dia akan berakhir pada satu titik kulminasi
yang siapa pun tidak dapat mengetahui kapan akan terjadi
tapi hal itu pasti!
selagi dalam perjalanan dan melalui langkah yang pasti
renungkanlah apa yang ada dan yang sudah ada
dan yang masih belum ada
ucapan, tindakan dan rasa selagi dalam perjalanan
menuju dan menempuh langkah awal
yang pasti akan berakhir!

Sampai di manakah?
bagaimanakah?
untuk siapakah?
semua dalam perjalanan dekat ataupun jauh
hanya detak dan desah yang tersisa
ingatlah perjalanan akan sampai pada batas akhir!

Tunjukkan jalan bagi kami wahai yang maha menguasai perjalanan
ampuni kami...







Retno Ari Suci Pratiwi :

LIHAT DERITA KAMI


Langit dan bumi pasti tahu
kami menderita
Kami terlantar

Kalian antar kami ke tengah samudera luas
Ketika tapak tak mampu kami pijak

dari mentari terbit hingga berlalu
kami terjang ombak laut tiada henti luka
perih tak kami hirau lagi
yang kami tahu kami harus hidup

Lihatlah kami hai langit dan bumi
tak kuasa lagi kristal - kristal cair
Mengalir di pelupuk mata kami
Tak kenal kenal lagi badai atau terik menerjang kami

Pandanglah kami langit dan bumi
Kekejaman kalian menghantarkan kami
kedalam neraka yang penuh akan manusia munafik
Dan tak punya hati

kami menderita hai,
Langit dan bumi
Tak kenal hari maupun tahun
Yang kami rasa hanya derita dan sengsara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar