Sabtu, 09 Februari 2013

ESAI : Rusmini



Perilaku Kerdil Film IOM

 

F
ilm anti Islam yang diproduksi Amerika telah menuai protes di seluruh lapisan dunia umat Muslim. Berbagai respon yang muncul merupakan letupan perasaan yang membakar atas penghinaan terhadap Rasulullah SAW.
Film bertajuk “Innocence of Muslims” menggambarkar Nabi Muhammad SAW seperti badut, gila dan penggemar seksual. Padahal dalam sirah umat Islam memelajari bahwa Rasulullah adalah manusia teragung sejagad raya dan akhlaknya seperti Al-Qur’an berjalan. Perilaku yang menjunjung tinggi nilai kearifan, sehingga musuhpun tidak kuasa membenci Rasulullah.
Orang kafir digambarkan dalam sirah bukan mengingkari Rasulullah, melainkan mereka tidak menuhankan Allah. Karena jika menjadikan Allah sebagai Tuhan, maka manusia harus meninggalkan thagut, berhala, tidak bebas berzina dan minum arak sebagaimana kebiasaan mereka, harta mereka tidak bebas digunakan untuk foya-foya dan harus digunakan untuk kebaikan di jalan Allah.
Artinya, orang kafir paham benar ajaran yang dibawa Rasulullah. Sehingga mereka menentang karena kesombongan yang membelenggu jiwa mereka. Sifat sombong yang diwariskan Iblis sebagaimana juga saat tidak mau menghormati Nabi Adam as. Oleh karena itu, Allah mengharamkan surga bagi siapapun yang tersimpang rasa sombong dalam dirinya.
Film Innocence of Muslims (IOM) merupakan bagian dari kesombongan orang kafir sebagaimana pendahulu mereka juga menghinakan Rasulullah. Intimidasi dan ancaman dibunuh adalah hal yang biasa terjadi bagi Rasulullah, tidak saja ketika Nabi Muhammad telah wafat, setelah beliau tiada pun masih saja mereka dengki.
Seiring berjalan waktu, orang kafir terus melakukan upaya agar Islam tidak lagi ada di muka bumi ini. Berbagai pesan terselubung mereka lakukan, baik secara terang- terangan maupun sembunyi-sembunyi. Namun Allah akan terus menjaga eksistensi Islam melalui orang-orang yang tulus ikhlas hidupnya mengabdi kepada Allah.
IOM bukan pertama kali penghinaan terhadap Rasulullah melalui media, tapi diawali pembuatan karikatur Nabi Muhammad SAW di Prancis beberapa waktu lalu. Pada saat Rasulullah masih hidup, ketanpanan Rasulullah dapat membius setiap orang yang memandang wajahnya.
Karikatur Nabi Muhammad SAW digambarkan begitu jelek, pun demikian dengan film IOM. Sangat berbanding terbalik dengan kenyataan.  Devie Rahmawati, selaku Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia mengatakan bahwa film Innocence of Muslims adalah wujud dari ketakutan Barat terhadap Islam.
Orang kafir kehilangan akal bagaimana caranya agar Islam musnah. Berbagai macam cara sudah dilakukan, namun Islam semakin kokoh. Justru sejak peristiwa di World Trade Center pada 2001, banyak warga AS ingin mengetahui Islam dan memelajarinya. Tegas Devie dalam paparan kepada wartawan, Minggu 16 September 2012.

Lawan jadi Kawan
Setiap manusia yang jauh dari kesombongan, menerima dan mencari kebenaran, pasti hidupnya akan ditunjuki kepada jalan yang benar oleh Allah.  Begitu banyak fakta sejarah yang mebuktikan teori ini. Baik pada masa Rasulullah hingga detik ini.
Belajar dari sejarah Islam, dahulu semasa hidup Rasulullah selalu diincar untuk dapat dibunuh. Namun acapkali orang yahudi yang akan membunuh, ia justru mengucapkan syahadatain atas perilaku Rasulullah.
Ketika itu hujan turun pascakaum Muslimin telah mampu menguasai Dzu Ammarr. Kaum Muslimin menyebar berlindung di bawah pohon yang jaraknya berjauhan. Rasulullah pun berlindung di salah satu pohon besar sambil membuka bajunya yang basah dan merebahkan tubuhnya.
Orang–orang musyrik dari Ghathafan melihat Rasulullah dari puncak gunung. Nabi Muhammad tidak dikawal para Sahabat. Da’tsur mengambil kesempatan strategis ini untuk turun dari gunung dan membunuh Rasulullah.
Tiba-tiba Da’tsur sudah berada di depan Rasulullah dengan menghunuskan pedangnya. Dia berkata dengan penuh kemenangan “Hai Muhammad, kali ini siapa yang akan melindungimu dariku?”
Rasulullah SAW menatapnya dan berkata dengan penuh ketenangan dan keteguhan, “Allah”. Da’tsur terperangah dengan jawaban Rasulullah. Tangannya mendadak bergetar ketakutan dan pedangnya terjatuh.
Rasulullah segera mengambil alih pedang itu dan berkata kepada Da’tsur, “Kini, siapa yang akan melindungimu dariku?” Da’tsur hanya mampu berkata lemas sambil bergemuruh hatinya, Allah benar ada dan menolong Muhammad sebagaimana dalam sekejap, pedang justru berada di leher Da’tsur yang siap merenggut nyawanya.   
Dengan teguh, Dat’sur berkata “Tidak ada seorangpun yang melindungiku, kecuali engkau mau menolongku!” Akhirnya Rasulullah membebaskan Da’tsur. Ia semakin terpana dengan sikap Rasulullah. Seketika itu juga ia berkata “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah. Aku selamanya tidak akan mengumpulkan orang-orang untuk mencelakaimu setelah hari ini.”
Setelah kejadian itu, banyak penduduk Ghathafah masuk Islam atas dakwah Da’tsur. Maka dengan ketulusan, lawan jadi kawan. Demikian kekuatan spiritual Rasulullah mampu mengalirkan energi ketenangan bagi lawannya. Subhanallah…
Reaksi Dat’sur yang berniat membunuh Rasulullah juga seperti halnya yang dilakukan pembuat film IOM. Sama-sama ingin memusnahkan Islam. Bedanya, Da’tsur tidak sombong saat melihat keajaiban itu datang. Ia tidak takut dianggap pengecut dan penghianat ketika beralih berislam oleh kaumnya.
Sedangkan oknum pembuat film IOM terus bertahan dengan kesombongan. Namun lihatlah sikap Rasulullah saat dihinakan oleh Dat’sur. Nabi Muhammad tidak lantas membunuhnya. Sebaiknya, ia membebaskan selama ia berjanji tidak akan mengulangi perbatan bodohnya lagi.
Hal ini sejalan dengan pesan Ustadz Yusuf Mansyur dalam tausiyahnya terkait film IOM. Ustadz kondang itu  menegaskan kesantunan bereaksi bukan berarti tidak peduli. Rasa marah itu harus ada, tapi bukan berarti harus anarkis.
Demikian juga yang disampaikan Syamsi Ali Imam Mesjid New York. Beliau menegaskan, boleh saja muslim beraksi dengan demonstrasi turun ke jalan, namun perlu hati- hati agar tidak merugikan dan mencerminkan bahwa Islam itu keras. Sebaliknya, kita balas perilaku bejat produksi film IOM tersebut dengan cara yang elegan.
Melawan dengan tidak anarkis bukan berarti terima dihina. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi perdamaian. Sejurus dengan itu, Ketua Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Muhammad Ilyas turut menyuarakan pendapat.
Menurut Ilyas, setiap orang memiliki hak berekspresi dan berpendapat termasuk dalam pembuatan karya berbentuk film. Tapi semua ada batasnya, termasuk jangan sampai mendiskreditkan Islam sebagai sebuah entitas keumatan.
Seluruh elemen Muslim sepakat mengecam keras film IOM. Masyaraat Barat pun semakin antusias mempelajari Islam karena selalu dimusuhi dan membalas dengan cara yang baik.  Namun para pejabat AS mengatakan, bahwa pihak berwenang tidak menyelidiki Nakoula terkait filmnya itu. Memproduksi film yang dapat menyebabkan kekerasan tidak dianggap sebagai kejahatan di Amerika Serikat. Sebab Amerika Serikat memiliki undang-undang yang kuat mengenai kebebasan berbicara.
Oleh karena itu, penulis sepakat dengan ungkapan ketua KAMMI Pusat yang kembali menegaskan “Semua orang dapat berkarya, tapi ada batasnya. Jika melebihi batas, KAMMI siap berdemonstrasi menuntut pelakunya diseret ke pengadilan HAM internasional.”
Perlu adanya kerjasama dalam memerangi film IOM dengan cara yang halus. Film lawan dengan film, tutur salah seorang anggota pengurus KAMMI Pusat. Walaupun demikian, selain demonstrasi perlu ada perlawanan dengan pembuatan film yang menunjukkan keagungan perilaku Rasulullah. Sehingga karisma Rasulullah dapat dipelajari  orang Barat. “Mereka kaum yang tidak mengetahui,” tandas Ustadz Yusuf Mansur.
Wallahu’alam. ***



Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar