Jumat, 01 Februari 2013

Cerpen : Dewi Erika Sitompul (Sabtu, 7 Januari 2012)



UNTUNG AKU TIDAK GILA…!!!!

 

M
atahari memancarkan cahayanya yang begitu terik, mengajakku berlindung di bawah pohon yang cukup rindang di trotoar jalan raya. Mataku yang liar melihat sejumlah manusia yang melakukan kegiatan yang cukup aneh bagiku. Ada yang tertawa, ada yang menangis, ada yang bersujud sambil memeluk pohon, ada yang menimang-nimang boneka, tapi kemudian mencampakkannya.

Mereka melakukan semuanya itu sendiri-sendiri tanpa ada lawan bicara. Mereka memakai pakaian yang sama. Warna pakaian dari atas hingga bawah sama. Sekali-kali ada seorang lewat dengan pakaian putih-putih dengan membawa alat tulis dan secarik kertas di tangannya.
            Panplet bertuliskan R.S Jiwa Perdana terlihat oleh mataku yang liar ini. Aku pun berkesimpulan bahwa mereka yang kulihat itu adalah mereka yang terganggu jiwanya.
Aku hendak pergi meninggalkan tempat itu, tapi ada sesuatu yang mengajakku untuk mengetahui semua tentang mereka yang ada di sana. Maka, dengan langkah yang ringan dan pe de yang cukup besar aku memasuki rumah sakit itu.
“Oh….kasihku, mengapa kau pergi dariku?”
“Kau  jahat…..!!!”
“Kau bilang kau sayang dan cinta padaku, tapi kenapa kau selingkuh…!!!”
Aku terkejut dan ia membuatku terdiam seperti patung. Pria itu tiba-tiba ada di depanku, dan setelah ia melihat reaksiku, lalu mengatakan, “Kau Jahat” berulang kali ia berlari meninggalkanku sambil menangis.
            Aku segera menarik nafas dan setelah merasa lebih tenang aku terus melangkahkan kakiku menyelusuri trotoar rumah sakit itu.
“ Selamat siang ada yang bisa saya bantu ?”
Pria berambut panjang ada di sampingku. Dia memakai pakaian putih-putih layaknya seorang dokter. Dan aku merasa tidak takut karena aku menduga kalau dia dokter rumah sakit ini.
“Tidak, Pak, saya hanya ingin tahu apa yang menyebabkan mereka seperti ini.’
“Oh….Anda sakit. Sini saya periksa !!”
“Apa Anda sudah minum obat ?”
“Tapi, Pak….saya…..”
Pria itu menarikku dan mendudukkanku di bangku taman. Aku berusaha untuk berontak, tapi tenagaku belum cukup kuat untuk melawannya. Tiba-tiba ia mengeluarkan gergaji, palu, pisau, dan alat pertukangan lainnya.
Melihat hal itu aku semakin ketakutan dan jantungku berlari dengan cepat secepat kereta api. Aku berontak sekuat tenaga dan berhasil lolos dari cengkeramannya. Aku terus berlari dan sempat terlintas di benakku, pria ini gila karena terobsesi untuk menjadi seorang dokter.
Aku yang berlari ketakutan tidak memerhatikan lagi apa yang ada di depanku. Aku terjatuh dan tersadar kalau telah menabrak seseorang. Seorang pria berpakaian rapi dengan warna putih-putih ada di depanku dan mengulurkan tangannya untuk membantuku.
“Maaf,  saya tidak sengaja !”
“Tidak, saya yang telah menabrak Anda jadi saya yang meminta maaf !”
“Saya Budi Prakoso, dokter rumah sakit ini,” katanya memerkenalkan diri
“Saya Wina. Saya hanya ingin tahu mengapa mereka seperti ini dan apa penyebabnya.”
“ Kalau ditanya penyebab, banyak sekali penyebabnya… Coba lihat itu….”
Dokter itu menunjukkan seorang pria yang membawa sebuah bingkai foto sambil berkata seperti berteriak:
“Pilihlah aku…..”
“Aku akan menjadikan daerah kita menjadi daerah yang maju, bebas KKN adil dan makmur…
“Pilihlah aku…OK!”
“Pilihlah aku…. Pilihlah aku…. (sambil bernyanyi seperti lagu KD)
“Dia bernama Rudi. Ia menjadi gila kerena gagal menjadi seorang pemimpin di daerahnya. Dan menurut cerita dari keluarganaya, dia telah mengeluarkan uang yang cukup banyak, tapi tetap saja gagal.” Dokter itu melanjutkan ceritanya.
“Dan lihat itu….”  Dokter itu kembali menunjukkan seorang pria yang membaca puisi AKU. Tapi sekali-kali ia tertawa berbicara dan tiba-tiba seperti orang menangis lalu tertawa dan melanjutkan puisinya.
“Dia bernama Andi. Dulu dia bercita-cita menjadi seorang seniman yang hebat, tapi orang tuanya melarang dia menjadi seniman karena mereka menginginkan agar Andi menjadi seorang pengusaha hebat. Larangan orang tuanyalah yang menyebabkan mereka seperti itu,” kata dokter itu
“Saya kagum, Anda mampu menjalani semua ini dengan cukup tenang.”  Aku memuji dokter itu 
“Terima kasih tapi sekarang saya menjadi gila dan hanya mampu seperti ini.”
Aku heran mendengar perkataan dokter itu, dalam benakku timbul pertanyaan, apa dia juga seperti yang lainnya? Tapi kenapa ketika kami berbicara semuanya ‘nyambung.
Pandanganku lalu tertuju ke depan, aku melihat ada beberapa orang datang menuju ke arah kami. Pandangan mereka sinis apalagi kepadaku. Akhirnya mereka sampai tepat di depan kami dan…
“Awas dia orang gila ….Pergi kau orang gila….!!!!”
“Pergi…..! pergi…!”
“Aku tidak butuh uangmu ….aku butuh cintamu…!!!”
“Lihat dia ini anak kita , sekarang ia sudah besar…”
“Ayo lihat…. (Menunjukkan sebuah boneka padaku)
Mereka berbicara hampir serempak, tapi dokter yang ada di sampingku tetap tenang dan bahkan ia tersenyum lalu tiba-tiba …..
“Ha…Ha…..Ha….”
“Semua orang di sini gila, tidak ada yang waras….”
“Kau….Kau….Kau…. (sambil menunjuk pada orang yang ada di sekitarnya)
“Hanya aku yang waras dan tidak gila ……”
“Ha… Ha….Ha….”
“Aku waras….aku waras…..” (sambil bernyanyi dan menari)
            Keadaan yang tidak bersahabat membuatku semakin ketakutan. Aku berlari sekencang mungkin menuju pintu gerbang. Dan hal yang tak kuduga mereka berlari dan mengejarku. Satpam yang bekerja di situ ternyata bertindak dengan sigap, ia mengamankan mereka sehingga mereka kembali ke dalam rumah sakit.
Sementara aku dengan nafas yang terputus-putus merasa lega karena bisa lepas dari keadaan yang gila itu.
“ Untung aku bisa keluar dari sana, kalau tidak aku bisa ikut gila,” gumamku dalam hati
Setelah merasa lebih tenang aku melangkahkan kakiku menuju tempat tujuanku yang tertunda akibat peristiwa gila itu.
“Untung…untung….kalau tidak bisa gila beneran aku…” Aku terus melangkahkan kakiku meninggalkan tempat itu sambil berkata-kata sendiri
Untung saja aku tidak dianggap gila oleh mereka yang lewat di sekitar itu karena melihat aku berkata-kata sendiri………..   ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar