PENGISI LIANG
ia telah lama melupakan
segala penciptaan
hanya sejam berselang
sejengkal di depan mata
-gelap semata-
ia menanam
sekutip rindu dendam
pada kembaran
pada jantung
yang pernah ia tanggalkan
selagi lidahnya yang perih
masih sanggup mengucap
sang mahatinggi
2011
SEDETIK
PETIR
tak hendak
ia berhenti
berdentam
sedetik
tak hendak Puan
telah lancar
ia melantunkan
segerimisan pantun
hanya pantun
sepasukan Puan
sepasukan benih
yang tumbuhkan
bebangkai baru
yang ia kira
seteru terdahulu
bebangkai
yang senantiasa
siap dibebaskan,
ia lepaskan
di ketinggian
2011
TERBANG
RENDAH
sebenarnya
ia lebih dikenang
sebagai pembenci
sepasang
sayap rapuhnya
yang mendadak rabun
ia hanya ingin
menancapkan rindunya
pada segenggam tanah
di depan
tempat ia mengingat
kilat
yang berkali-kali
ia kira serupa
kembaran
pertamanya
2011
GANTUNG
JANTUNG
ia sekerjapan hanya
di depan pandangan
lebih lekas dari detak digital
jam
lebih lesat dari selembaran pukat
ia sekerjapan hanya
dan sekadar ia menyapa
musuh lamanya
si penghuni langit-langit kamar
yang terkubur dalam tanah :
musuh paling bangka
yang lama tak ia jumpa
2011
EKOR
KILAT
ia kini satu-satunya
sebelum lampu malam
berkali-kali menghapusnya
di tepian teras rumah
2011
PARADE
URBAN
anak-anak berjalan
di taman
serupa sekumpulan
ikan mengambang
di tengah kolam
sedang menjelang malam
seekor burung kedinginan
dan sepucuk dahan kerontang
perlahan
membidik jantung rentan
yang kelelahan
2011
MAKAN
PAGI
dekat, mendekatlah mereka
musuh-musuh kami
seusai hujan malam hari
menyingkurkan perih
di sebidang roti tawar ini
2011
Dody
Kristianto. Lahir di Surabaya, 3 April 1986. Lulus Sastra Indonesia
Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Giat di Komunitas Rabo Sore (KRS) serta
memberdayakan Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI). Saat ini
tinggal di Sidoarjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar