Herlia Puspita Dewi :
CUKUP HANYA AKU
Kuhentikan
sejenak perjalananku
Kulihat
kembali tindak lakuku
Temaram
Legam
Binal
Jalang
Di
masa silam
Kisahku
telah sampai di tengah kota
Yang
mungkin sedikit yang mau baca
Apalah
daya, hanya cerita balada
Seorang
perempuan tua
Tak
dihiraukan
Tak
diperhatikan
Kehidupan
yang tak menggiurkan
Tapi
ini pilihan, suratan
Ketentuan
dari Tuhan
Perempuan
Perempuan
Jangan
tiru langkahku
Cukup
hanya aku
Merasakan
malu
Pilu
Beku
Sakit
Pahit
yang hebat
Jangan
rendahkan martabatmu
Jangan
hiraukan nafsumu
Kecuali
nafsu yang dirahmati Tuhanmu
Tunduklah
pada pemilikmu
Karena
kau seorang perempuan
Jangan
takut,
Mereka
tak bisa apa-apa tanpamu
FATAMORGANA
Langkahku
kian terhenti
Sebelum
bahagia itu dinanti
Aku
terpuruk di puncak hari
Yang
membuat beku di hati
Mau
melangkah tak tahu arah
Mau
mengulur dilanda resah
Langkahku
kian terhenti
Di
ujung waktu yang tak terduga
Menghapus
mimpi, visi, dan misi
Yang
sekian hari dirangkai bersama
Wahai
hati,
Sadar
lah akan diri
Telaah
lagi perjalanan ini
Agar
engkau tak merugi
Dan
lihatlah
Semua
hanya fatamorgana
Desi Arisandy Hasibuan :
HEI, TUAN…
Hei, Tuan…
Kau rangkul lelaki tua yang tak
berdaya
Kau perlakukan ia seperti
tersangka
Kau tatap nanar mata binarnya
Hei, Tuan…
Mengapa kau begitu sadis dengan
mereka yang lemah
Tidakkah kau sadar pemangsa kursi
itu lebih keji
Kau bilang lelaki tua itu musuh
agama
Lantas pemakan hak orang kau
sebut apa
Kau fikir kau sesuci kain
pembalut jasadmu
Kau anggap tak secuil pun dosa mengaliri
nadimu
Hei, Tuan…
Ingatkah kau bahwa tugasmu
menegakkan keadilan
Keadilan apa yang telah kau
lakukan
Hei, Tuan….
Jangan kau ubah jabatanmu
lantaran ulahmu
Hei, Tuan …..
Jika ingin berantas !!!
Berantas rajamu, lalu kau pantas
berantas pion .
Lia Elviana :
PERJALANAN YANG TERHENTI
Tubuh menyama es
Kini mulut manisnya
membeku
Tak ada lagi kata-kata
Saat ia menutup mata
Ia melihat dan menyemai
seyum manis
Hingga jiwanya dibawa
Detak
di jantungnya musnah
Isak tangis meramaikan rumah
Yang sepi di subuh itu
Kini tinggallah membenam luka
Kenangan itu lekat
membayang
Sementara canda tawa
hanya
Kepingan masa silam
Tubuh menyama es
Kini mulut manisnya
membeku
Tak ada lagi kata-kata
Saat ia menutup mata
Ia melihat dan menyemai
seyum manis
Hingga jiwanya dibawa
Detak
di jantungnya musnah
Isak tangis meramaikan rumah
Yang sepi di subuh itu
Kini tinggallah membenam luka
Kenangan itu lekat
membayang
Sementara canda tawa
hanya
Kepingan masa silam
AYAH
aku berdiri di sini tanpamu
menunggu hadirmu
menuai rindu
menanti detik demi detik
melewati alunan detak jam dinding
ayah,
selalu kutunggu kau di ambang pintu,
pedih yang kau pikul telah musnah
ketika malaikat kecilmu
menebarkan senyum
ayah,
lihatlah pelangi,
di sana terdapat taman yang indah
di mana kau selalu bernyanyi
untukku.
aku berdiri di sini tanpamu
menunggu hadirmu
menuai rindu
menanti detik demi detik
melewati alunan detak jam dinding
ayah,
selalu kutunggu kau di ambang pintu,
pedih yang kau pikul telah musnah
ketika malaikat kecilmu
menebarkan senyum
ayah,
lihatlah pelangi,
di sana terdapat taman yang indah
di mana kau selalu bernyanyi
untukku.
SANGKAR BURUNG
jerjak besi membentang
kini,
hanya lewat hembusan
angin
aku menyapa
aku ingin bebas
seperti burung
mengepakkan sayap-sayap
di atas
cakrawala
aku ingin bernyanyi
di atas puing-puing
kepedihan
melewati dinginnya
malam
aku burung dalam sangkar
yang haus akan
kebebasan.
jerjak besi membentang
kini,
hanya lewat hembusan
angin
aku menyapa
aku ingin bebas
seperti burung
mengepakkan sayap-sayap
di atas
cakrawala
aku ingin bernyanyi
di atas puing-puing
kepedihan
melewati dinginnya
malam
aku burung dalam sangkar
yang haus akan
kebebasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar