Sabtu, 02 Februari 2013

CORONG : Suyadi San



AGAMA DAN MODERNISASI


D
unia modern terdapat di setiap Negara. Namun dalam banyak bagian di dunia ini, negara dan bangsa yang hidup berdampingan sering mengalami kekhawatiran satu sama lain. Banyak negara, seperti Jepang, mengklaim terdiri dari satu suku bangsa guna memiliki satu identitas nasional yang menggabungkan semuanya.
Namun klaim ini biasanya terjadi karena   adanya perbedaan identitas kepentingan secara nasional sebagaimana dipikirkan orang-orang keturunan Jepang dan Korea, atau bagian besar dari kelompok minoritas Kristen maupun Muslim di negara itu.
            Di negara-negara lainnya, seperti Sri Langka, Turki maupun Bosnia, sebagian besar kelompok minoritas berjuang menciptakan pemisahan diri mereka dari negara-bangsa. Banyak negara pula, seperti Indonesia dan Amerika Serikat, menekankan adanya keharmonisan di antara perbedaan agama dan kelompok etnik.
Kenyataan, rata-rata kelompok di negara tersebut saling berebut menguasai  identitas nasional. Identitas agama beserta perbedaannya sering berada di dalam berbagai perdebatan dan bahkan dipertentangkan.
Dalam berbagai peristiwa, banyak negara di dunia yang menggabungkan beberapa kekuatan komunitas agama besar dan pluralisme keberagamaan ini bertambah meningkat. Kelompok Muslim menjadi meningkat di antara banyaknya kelompok minoritas meski mereka tidak pernah memainkan peran publik.
Di Amerika Serikat, misalnya, mereka menyiapkan diri lebih banyak berkuasa daripada orang-orang Episcopalian. Bahkan, komunitas Muslim ini diharapkan dapat menyusul orang-orang Yahudi yang terlebih dahulu ‘menguasai’ negeri Paman Sam itu.
Di Perancis, kaum Muslim membentuk kekuatan besar kedua kelompok agama setelah Katholik. Sedangkan Kristen Protestan dengan cepat meningkat menguasai Jepang dan Brazil, seperti di negara-negara lainnya.
Keberagaman keagamaan menunjukkan ketajamannya dan acap kali memecahkan sejumlah pertanyaan mengenai kehidupan publik suatu bangsa. Berkaitan itu, berbagai persoalan patut dipertanyakan untuk menguji kekuatan keberagaman keagamaan (pluralistas agama) itu di dalam Negara-negara modern hari ini.
Beberapa pertanyaan yang perlu dilontarkan, di antaranya, apakah kontribusi yang dihasilkan pluralitas keagamaan itu dalam kebijakan publik dan kehidupan sosial? Dapatkah mempersatukan identitas bangsa yang berdampingan di depan umum terjadi dalam agama yang berbeda?
Jika bisa, dapatkah negara menghindari keberpihakan kepada satu agama daripada yang agama lainnya? Dari manakah menyeleksi satu di antara banyak elemen, yang memperhatikan moralitas dan keabsahan suatu keadaan yang umum terjadi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memfokuskan pada masalah kebijakan publik;  sedangkan pertanyaan yang lain berupa masalah studi empirik. Misalnya, apakah langkah-langkah, jika banyak, kelompok-kelompok minoritas agama berbuat menyesuaikan diri dari model-model agama maupun budaya bangsa?
Bagaimanakah tingkat perjuangan kaum minoritas dapat memperoleh pengakuan seperti kebenaran beragama dan berbudaya? Apakah perubahan yang terjadi di dalam doktrin agama, atau secara praktis, dalam batas-batas pengakuan bersama anggota-anggota kelompok mereka dan lainnya?
Dalam perebutan kursi nomor satu di Sumatera Utara saat ini, politisasi keagamaan tampaknya tak terhindarkan. Kemunculannya secara laten dapat memengaruhi stabilitas suara yang diperebutkan. Nah, mampukah suara minoritas meringsek pertahanan kaum mayoritas untuk memimpin provinsi 12,9 juta jiwa ini? ***



Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar