Minggu, 24 November 2013

Sumut, Pahlawan





A
LHAMDULILLAH Sumatera Utara menambah koleksi daftar Pahlawan Nasional Republik Indonesia, dari sembilan menjadi sepuluh orang. Orang kesepuluh ini adalah Tahi Bonar Simatupang. Nama ini bagi saya bukan asing lagi. Sejak mengenal sejarah Indonesia semasa Sekolah Dasar, nama TB Simatupang terapung-apung dalam memori kepala saya.
TB Simatupang, yang lahir pada 28 Januari 1920, di Sidikalang, Sumatera Utara, merupakan tokoh militer Indonesia. Semasa Agresi Militer I Belanda (1946), nama TB Simatupang merupakan orang penting setelah Jenderal Besar Soedirman dan Jenderal Oerip Soemahardjo.
TB Simatupang diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang RI (1948-1949) dan kemudian dalam usia yang sangat muda ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang RI (1950-1954).
Pada tahun 1954-1959, TB Simatupang diangkat sebagai Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI. TB Simatupang kemudian mengundurkan diri dengan pangkat Letnan Jenderal dari dinas aktifnya di kemiliteran karena perbedaan prinsipnya dengan Presiden Soekarno pada waktu itu.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada TB Simatupang beserta dua tokoh bangsa lainnya, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat (Yogyakarta) dan Lambertus Nicodemus Palar (Sulawesi Utara), sesuai dengan Keputusan Presiden (keppres) Nomor 68/TK/tahun 2013, tertanggal 6 November 2013.
Dengan penetapan tiga pahlawan nasional ini, pahlawan nasional Indonesia kini total berjumlah 159 orang. Konon, tiga pahlawan nasional yang sudah almarhum ini akan mendapat haknya yaitu pemugaran pemakamannya dan rehabilitasi rumah. Selain itu janda pahlawan akan diberikan bantuan kesehatan Rp 3 juta pertahun dan tunjangan hidup Rp 1,5 juta setiap bulannya.
Hmm, pahlawan. Siapakah sebenarnya dia? Pahlawan (Sanskerta: phala-wan yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama) adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.
Sedangkan menurut Perpres Nomor 33/1964 mengenai Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan dan Perpres Nomor 5/1964 mengenai Pemberian Penghargaan/Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan pahlawan nasional Indonesia adalah warga Indonesia yang telah meninggal dunia.
Selain itu, telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, perjuangan politik, atau perjuangan dalam bidang lain mencapai/merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
Lalu, telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia, pengabdian dan perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya, tidak sesaat, dan melebihi tugas yang diembannya, perjuangannya mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
Selanjutnya, memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi, memiliki akhlak dan moral yang tinggi, pantang menyerah pada lawan ataupun musuh dalam perjuangannnya, dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang merusak nilai perjuangannya.
Hal tersebut dapat dipercaya jika terdapat adanya daftar uraian riwayat hidup dan perjuangan beliau oleh yang bersangkutan secara tertulis dengan ilmiah, disusun sistematis, serta berdasarkan data yang akurat, daftar dan bukti Tanda Kehormatan yang pernah diterima/diperoleh, catatan pandangan/pendapat tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan, foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi potret perjuangan beliau yang bersangkutan, dan telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat.
Selain TB Simatupang, sembilan orang pahlawan nasional dari provinsi Sumatera Utara, yaitu Mayjen (Purn) H Tengku Rizal Nurdin, Raja Sisingamangaraja XII, Jenderal Besar (Purn) DR Abdul Harris Nasution.
Lalu, H. Adam Malik Batubara, dr. Ferdinan Lumbantobing, Kiras Bangun (Gara Mata), Mayjen (Anumerta) Donald Isaac Panjaitan, Mr DR (HC) Teuku Mohammad Hasan, dan Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera.
Untukmu, Pahlawanku.. ***

      

Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar