Minggu, 03 November 2013

Penginternasionalan Bahasa Indonesia




KONGRES Bahasa Indonesia X baru berakhir. Selama empat hari, 28-31 Oktober 2013, sejumlah pemerhati dan pecinta bahasa Indonesia berkongres untuk melanjutkan perjuangan pencetus Sumpah Pemuda di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kongres pun merekomendasikan 33 rumusan, di antaranya diplomasi total dalam mengenalkan bahasa Indonesia secara global.
Hal itu menjadi rumusan pertama dari 33 rekomendasi kongres yang diselenggarakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pemerintah perlu melakukan diplomasi total untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan melibatkan seluruh komponen bangsa.
Diplomasi total tentu saja harus diartikan bahwa bahasa Indonesia bukan milik Kemendikbud saja, tapi milik semuanya termasuk di semua Kementerian atau Lembaga. Diplomasi dalam menginternasionalkan bahasa Indonesia ini berlangsung mulai dari negeri sendiri.
Oleh karena itu, wajar saja diwujudkan koordinasi. Setiap rekomendasi diterjemahkan oleh pimpinan institusi. Dalam Kongres ini, penulis kebetulan masuk dalam Kelompok 8 yang membahas penggunaan bahasa Indonesia untuk penutur asing dan pembelajaran bahasa Indonesia di luar negeri.
Bahasa Indonesia di mata dunia masih kurang gaungnya. Maka dari itu, eksistensi bahasa Indonesia di dunia internasional menjadi tema besar yang diusung dalam Kongres Bahasa Indonesia X. maka, wajar saja jika kongres ke-10 ini mengangkat tema "Penguatan Bahasa Indonesia di Dunia Internasional".
Tema tersebut diharapkan dapat meningkatkan bahasa Indonesia di kancah internasional dengan mengontribusikan nilai-nilai positif. Mendikbud Mohammad Nuh ketika membuka ngres ini, Senin (28/10/2013), mengaku, demi meningkatkan peran bahasa di kancah internasional, dirinya pun terus mendukung dalam memperkuat bahasa Indonesia di tengah bahasa di dunia. Dalam artian, bukan berarti Indonesia akan menjajah dunia.
"Memperkuat bahasa Indonesia justru untuk meningkatkan peran bahasa Indonesia. Kita ingin memberikan nilai positif, dan ingin menjadikan dunia ini tempat memberikan kontribusi positif untuk martabat bangsa Indonesia," ucapnya.
Mohammad Nuh mengklaim bahwa bahasa Indonesia memiliki jumlah penutur terbesar keempat di dunia. Termasuk penutur yang berada di luar Indonesia.
Nuh mengungkapkan, bahasa Indonesia juga dipelajari di 45 negara di dunia. Dikatakannya, terdapat 174 lembaga penyelenggara bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) yang tersebar di benua Asia, Australia, Eropa, Amerika, dan Afrika. Bahkan, bahasa Indonesia merupakan bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris.
Yah, Kongres Bahasa Indnesia X telah berakhir. Namun, peran bahasa sebagai pemersatu bangsa tidak pernah luntur. Sampai-sampai, ada peserta dari Indonesia bagian Timur, harus menggunakan jalan darat untuk mengikuti kongres lima tahunan ini. Dan, ini kongres yang ketiga kalinya saya ikuti, setelah tahun 2003 dan 2008.
 Banyak ‘pejuang bahasa’ ini harus rogoh kantong sendiri demi mengikuti hajatan akbar ini. Tidak heran saya mengatakan, Kongres Bahasa adalah ‘hari rayanya’ para pemerhati dan pecinta bahasa Indonesia. Merekalah para pejuang bahasa Indonesia.
Tindakan ini seharusnya diikuti oleh generasi muda bangsa. Apalagi, penguatan jati diri bangsa melalui bahasa ini merupakan perwujudan ikrar Sumpah Pemuda 1928. Masyarakat Indonesia, khususnya anak muda, diimbau untuk terus belajar bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Ini dilakukan untuk memperkuat bahasa Indonesia di dunia internasional.
Melalui bahasa, manusia memiliki ilmu pengetahuan. Kongres Bahasa Indonesia (BI) ini mampu memanusiakan manusia. Awal Kongres BI dengan Kongres BI yang selanjutnya, membuat bahasa sebagai ilmu pengetahuan.
Betapa tidak? Enam puluh lima tahun yang lalu, tepatnya pada 25-27 Juni 1938 di Kota Solo, telah berlangsung suatu peristiwa sejarah yang tidak mungkin dapat dihilangkan dari ingatan kolektif sebagai sebuah bangsa. Yaitu, peristiwa Kongres Bahasa Indonesia yang pertama. Kongres ini berlangsung 10 tahun setelah diikrarkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang salah satu bunyinya 'Menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia'.
Menariknya, putusan yang dihasilkan dalam kongres BI yang pertama, yaitu memperkuat dan mempertegaskan kembali ikrar politis para pendiri bangsa terhadap pilihan unsur atau elemen bahasa sebagai benang pengikat nasionalisme keindonesiaan. Meskipun ada banyak contoh negara bangsa yang menjadikan kesamaan ras atau suku bangsa sebagai elemen pengikat kebangsaan mereka, seperti Afrika Selatan, Amerika Serikat (AS), dan Australia.
Hal itu disebabkan banyaknya suku bangsa yang menjadi unsur pembentuk Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membawa kita pada kesulitan dalam memilih, etnis manakah di antara etnis yang ada itu yang akan menjadi representasi ke-Indonesiaan kita.
Demikianlah! ***

      


Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar