KONGRES Bahasa Indonesia X baru
berakhir. Selama empat hari, 28-31 Oktober 2013, sejumlah pemerhati dan pecinta
bahasa Indonesia berkongres untuk melanjutkan perjuangan pencetus Sumpah Pemuda
di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kongres pun merekomendasikan 33 rumusan, di
antaranya diplomasi total dalam mengenalkan bahasa Indonesia secara global.
Hal itu menjadi
rumusan pertama dari 33 rekomendasi kongres yang diselenggarakan Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Pemerintah perlu melakukan diplomasi total untuk
menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan melibatkan seluruh komponen
bangsa.
Diplomasi total
tentu saja harus diartikan bahwa bahasa Indonesia bukan milik Kemendikbud saja,
tapi milik semuanya termasuk di semua Kementerian atau Lembaga. Diplomasi dalam
menginternasionalkan bahasa Indonesia ini berlangsung mulai dari negeri
sendiri.
Oleh karena itu,
wajar saja diwujudkan koordinasi. Setiap rekomendasi diterjemahkan oleh
pimpinan institusi. Dalam Kongres ini, penulis kebetulan masuk dalam Kelompok 8 yang membahas
penggunaan bahasa Indonesia untuk penutur asing dan pembelajaran bahasa
Indonesia di luar negeri.
Bahasa Indonesia
di mata dunia masih kurang gaungnya. Maka dari itu, eksistensi bahasa Indonesia
di dunia internasional menjadi tema besar yang diusung dalam Kongres Bahasa
Indonesia X. maka, wajar saja jika kongres ke-10 ini mengangkat tema
"Penguatan Bahasa Indonesia di Dunia Internasional".
Tema tersebut
diharapkan dapat meningkatkan bahasa Indonesia di kancah internasional dengan
mengontribusikan nilai-nilai positif. Mendikbud Mohammad Nuh ketika membuka
ngres ini, Senin (28/10/2013), mengaku, demi meningkatkan peran bahasa di
kancah internasional, dirinya pun terus mendukung dalam memperkuat bahasa
Indonesia di tengah bahasa di dunia. Dalam artian, bukan berarti Indonesia akan
menjajah dunia.
"Memperkuat
bahasa Indonesia justru untuk meningkatkan peran bahasa Indonesia. Kita ingin
memberikan nilai positif, dan ingin menjadikan dunia ini tempat memberikan
kontribusi positif untuk martabat bangsa Indonesia," ucapnya.
Mohammad Nuh
mengklaim bahwa bahasa Indonesia memiliki jumlah penutur terbesar keempat di
dunia. Termasuk penutur yang berada di luar Indonesia.
Nuh
mengungkapkan, bahasa Indonesia juga dipelajari di 45 negara di dunia.
Dikatakannya, terdapat 174 lembaga penyelenggara bahasa Indonesia bagi penutur
asing (BIPA) yang tersebar di benua Asia, Australia, Eropa, Amerika, dan
Afrika. Bahkan, bahasa Indonesia merupakan bahasa asing kedua setelah bahasa
Inggris.
Yah, Kongres
Bahasa Indnesia X telah berakhir. Namun, peran bahasa sebagai pemersatu bangsa
tidak pernah luntur. Sampai-sampai, ada peserta dari Indonesia bagian Timur,
harus menggunakan jalan darat untuk mengikuti kongres lima tahunan ini. Dan,
ini kongres yang ketiga kalinya saya ikuti, setelah tahun 2003 dan 2008.
Banyak ‘pejuang bahasa’ ini harus rogoh
kantong sendiri demi mengikuti hajatan akbar ini. Tidak heran saya mengatakan,
Kongres Bahasa adalah ‘hari rayanya’ para pemerhati dan pecinta bahasa
Indonesia. Merekalah para pejuang bahasa Indonesia.
Tindakan ini
seharusnya diikuti oleh generasi muda bangsa. Apalagi, penguatan jati diri
bangsa melalui bahasa ini merupakan perwujudan ikrar Sumpah Pemuda 1928. Masyarakat
Indonesia, khususnya anak muda, diimbau untuk terus belajar bahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Ini dilakukan untuk memperkuat bahasa Indonesia di dunia
internasional.
Melalui bahasa,
manusia memiliki ilmu pengetahuan. Kongres Bahasa Indonesia (BI) ini mampu
memanusiakan manusia. Awal Kongres BI dengan Kongres BI yang selanjutnya,
membuat bahasa sebagai ilmu pengetahuan.
Betapa tidak?
Enam puluh lima tahun yang lalu, tepatnya pada 25-27 Juni 1938 di Kota Solo,
telah berlangsung suatu peristiwa sejarah yang tidak mungkin dapat dihilangkan
dari ingatan kolektif sebagai sebuah bangsa. Yaitu, peristiwa Kongres Bahasa
Indonesia yang pertama. Kongres ini berlangsung 10 tahun setelah diikrarkannya
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang salah satu bunyinya 'Menjunjung tinggi
bahasa persatuan bahasa Indonesia'.
Menariknya, putusan
yang dihasilkan dalam kongres BI yang pertama, yaitu memperkuat dan
mempertegaskan kembali ikrar politis para pendiri bangsa terhadap pilihan unsur
atau elemen bahasa sebagai benang pengikat nasionalisme keindonesiaan. Meskipun
ada banyak contoh negara bangsa yang menjadikan kesamaan ras atau suku bangsa
sebagai elemen pengikat kebangsaan mereka, seperti Afrika Selatan, Amerika
Serikat (AS), dan Australia.
Hal itu
disebabkan banyaknya suku bangsa yang menjadi unsur pembentuk Negara kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) membawa kita pada kesulitan dalam memilih, etnis
manakah di antara etnis yang ada itu yang akan menjadi representasi
ke-Indonesiaan kita.
Demikianlah! ***
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar