Menikah di Laut
t.walhi
aku
menyambut pagi dengan senyuman
mengucapkan
selamat datang dan mempersilakannya masuk
mencicipi
sedikit masakan yang terhidang di meja
bersama
pagi aku selalu memandang laut
tepat
di belakang, lidah air menggelitik halaman rumah
ikan-ikan
bernyanyi menyambut kedatangan
siapa
pun akan terpesona
melihat
pagi datang dengan cerah
mewarnai
dinding rumah
pantulannya
menghapus diorama kesakitan
aku
dan pagi saling bersetia
dia
selalu menghapus air mata
menghilangkan
gema kerinduan pada kota yang kutinggalkan
aku
dan pagi saling bercerita
tentang
lelaki yang aku nikahi di laut
pesta
keruihan juga kedatangan neptunus
ia
bertugas menyematkan cincin matahari
pagi
selalu tersenyum
gusar
pun hilang dari pandangan
aku
bahagia berkawan pagi
hari-hari
bergegas
meninggalkan
laman demi laman
stasiun,
rumah masa kecil, juga gedung-gedung berlantai banyak
hari
ini, aku duduk kembali
hamparan
pasir putih jadi permadani hangat
merayakan
hari-hari besar
perjalanan
dari kota ke kota, pulau ke pulau
segerombolan
ikan datang
berkain
biru berselendang hijau
cahaya
getirnya tergerus ombak
buih-buih
menyesap setiap kenangan yang hadir
lirih
pagi
menularkan sebuah senyuman
waktu
yang selalu kutunggu
Bumiwangi,
05 Oktober 2011
Mencatat Jarak
(3)
yang
berdiam menjaga matahari
menawarkan
rasa sakit
tak
dapat mengulur waktu
mencatat
sesuatu
jalanan
adalah angka-angka mati
tak
memiliki arti
SudutBumi,
2010
Berdebat
Denganmu
*
kami
memagari rumah dengan anyaman bambu
menutup
jendela dengan gorden warna kelam
memasang
karpet di dinding-dinding rumah
agar
tak ada yang mendengar percakapan
saban
hari kami beradu mulut
untuk
perihal sepele
pagi-siang-sore
bahkan malam hari
isi
kepala kami berbeda, kesukaan, wacana diskusi
dan
beragam hal lainnya
isi
hati kami pun pasti berbeda, ini sudah dapat dipastikan
**
berdebat
denganmu membuat hatiku galau
pilihan-pilihan
tak pernah menyatu
jawaban
dan sanggahan menjadi biru
aku
suka pantai-kau bosan dengan pantai
aku
bilang sehat-kau selalu sakit
aku
malas menjawab bahkan memilih diam
berdebat
denganmu menjadikan hatiku batu
terkadang
aku ingin mengadu
pada
hujan yang diam-diam aku tunggu
pada
ombak pada sajak pada tuhan
berdebat
denganmu, ya, berdebat denganmu
Bumiwangi,
2011
Permen
tak ada lagi kenangan
semuanya terus berjalan
lurus dan tak dapat berbelok
suara peluit tertinggal di stasiun
tak bisa kubawa
selain ngiang suara
masa kecil tak dapat berulang
hanya tersisa foto dalam album
dan dinding kelabu
tapi, semua waktu yang dilewati
berjejak dalam tubuh
menguarkan aroma manis
seperti lintasan ini
jalanan seolah saku yang penuh cerita
Bumiwangi, 2011
Dian
Hartati
(Bandung, 1983) menyelesaikan pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia-Universitas
Pendidikan Indonesia. Puisinya tersebar di berbagai media dan puluhan antologi
bersama. Kumpulan puisi tunggalnya berjudul Kalender
Lunar (2011). Mendapatkan berbagai penghargaan penulisan karya sastra,
salah satunya Anugerah Sastra Jurdiksatrasia (2006). Sesekali Mengelola blog sudutbumi.wordpress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar