Oleh : O.K. Sahril
R
|
umusan
dari Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013 yang diselenggarakan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 10—12 Februari 2013 di
Sawangan, Jawa Barat, di antaranya mengenai keberadaan taman budaya.
Salah satu pembahasan yang menarik dalam
kegiatan tersebut, yaitu mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
2010—2015 bidang kebudayaan. Ada tiga agenda prioritas, yaitu (1) Fasilitasi sarana pengembangan,
pendalaman, dan pergelaran seni budaya; (2) Jumlah warisan budaya dunia dan cagar budaya nasional yang ditetapkan dan dikelola secara terpadu (kumulatif); dan (3) Jumlah museum yang memenuhi
standar pelayanan dan pengelolaan (Museum yang direvitalisasi).
Pada
forum ini juga disampaikan mengenai pengakuan
UNESCO terhadap beberapa warisan budaya Indonesia; yaitu dari segi Warisan Budaya Dunia (World
Cultural Heritage), terdiri atas (1) Kompleks Candi Borobudur (1991); (2) Kompleks Candi Prambanan (1991); (3) Situs Manusia Purba Sangiran (1996); dan (4) Lanskap Budaya Bali (Subak) (2012).
Warisan Alam Dunia (World Natural Heritage), terdiri atas
(1) Taman Nasional Ujung Kulon di Banten (1991); (2) Taman Nasional Komodo di NTT (1991); (3) Taman Nasional Lorentz di Papua (1999); dan (4) Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004).
Warisan Budaya Tak
Benda (Intangible Cultural Heritage), terbagi dua kategori, yaitu Intangible Cultural Heritage of Humanity, terdiri atas
(1) Wayang (2003); (2) Keris (2005);
(3) Batik (2009); dan (4) Angklung (2010). Intangible Cultural
Heritage in Need of Urgent Safeguarding, terdiri atas (1) Tari Saman (2011);
dan Noken budaya rajut Papua (2012).
Sementara itu Warisan Budaya dalam proses pengajuan ke UNESCO, yaitu (1) Pemukiman Tradisional Tana Toraja; (2) Pemukiman Tradisional Nias
Selatan; (3) Bekas Ibukota Majapahit di Trowulan; (4) Kompleks Percandian Muara Jambi; (5) Lukisan Dinding Gua Prasejarah
di Maros-Pangkep; (6) Kompleks Percandian Muara Takus; (7) Tenun; (8) Jamu; (9) Musik Dangdut; dan (10) Keretek.
Sedangkan untuk revitalisasi cagar budaya, difokuskan pada situs Sangiran, situs Trowulan, situs Cirebon, situs percandian Muaro
Jambi, dan situs pengasingan Bung Karno di Ende-Flores.
Suatu yang menarik pada Rembuk
Nasional ini adalah mengenai revitalisasi Taman Budaya. Permasalahan yang
muncul secara nasional yaitu data dan
informasi awal kondisi taman budaya saat ini belum lengkap, dan belum adanya kepastian kesanggupan SKPD dalam pengelolaan taman budaya.
Oleh sebab itu, solusi yang ditawarkan oleh peserta Rembuk Nasional ini yaitu menentukan taman budaya yang akan
direvitalisasi dan meminta masukan dari berbagai pemangku kepentingan untuk
pelaksanaan revitalisasi taman budaya.
Taman Budaya
merupakan salah satu bentuk upaya yang komperehensif dalam melindungi dan
melestarikan nilai-nilai budaya. Keberadaannya dianggap perlu, mengingat arus
globalisasi, perkembangan teknologi informasi yang pesat, serta interaksi antar
bangsa di dunia dapat memicu bergeser dan menurunnya nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Hingga saat ini, terdapat 25 Taman Budaya di seluruh Indonesia.
Menurut Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu, Taman Budaya
perlu direvitalisasi atau direaktivasi agar mampu menjawab permasalahan
pelestarian, perlindungan, dan pengembangan kebudayaan.
Pengembangan
Taman Budaya merupakan salah satu upaya dalam pelestarian kebudayaan. Taman
Budaya tidak hanya dapat digunakan untuk perlindungan dan pelestarian
kebudayaan, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana pengembangan.
Kebudayaan perlu
dikembangkan agar dapat memiliki nilai secara ekonomi, untuk itu diperlukan
suatu kreativitas, Taman Budaya merupakan etalase budaya-budaya setempat dan
ruang publik sebagai sarana dalam mengekspresi dan mengapresiasi hasil budaya.
Pengembangan ruang publik sangat penting sebagai syarat pengembangan zona
kreatif.
Taman Budaya
sudah ada sejak tahun 70-an, namun dalam perjalanannya hingga saat ini memiliki
banyak persoalan sehingga belum mampu mengakomodasi dasar tujuan dari pengembangan
Taman Budaya itu sendiri. Untuk itu, diperlukan revitalisasi atau reaktivasi.
Dalam
pengembangan Taman Budaya, diutamakan pada program dokumentasi dan pengarsipan,
peningkatan dan pengembangan kemampuan literasi, dukungan terhadap ekspresi, apresiasi,
eksperimentasi dan eksplorasi ide, fasilitas jejaring dan kolaborasi kreatif,
revitalisasi infrastruktur dan fasilitas, serta penguatan institusi.
Pengembangan
Taman Budaya merupakan upaya pelestarian kebudayaan. Selain dapat digunakan
untuk perlindungan dan pelestarian kebudayaan, tetapi dapat juga digunakan
sebagai sarana pengembangan. Kebudayaan perlu dikembangkan agar dapat memiliki
nilai secara ekonomi. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus mendorong dengan
cara memperbanyak pergelaran-pergelaran, pertemuan, festival yang dilakukan di
taman budaya.
Meneroka
TBSU
Di Provinsi
Sumatera Utara, posisi Taman Budaya menempati yang sangat strategis, berada di
inti kota. Posisi ini membuat banyak pihak sangat tergiur menjadikan lokasi
Taman Budaya ini sebagai tempat kegiatan lainnya yang lebih mengarah kepada
faktor ekonomi. Sehingga, belakangan ini muncul tarik-menarik kepentingan
berkaitan dengan taman budaya ini.
Fenomena yang
terjadi di Sumatera Utara ini juga nyaris sama terjadi di berbagai kota yang
ada taman budayanya di Indonesia. Oleh sebab itu, dari ajang Rembuk Nasional
Pendidikan dan Kebudayaan yang lalu, permasalahan ini dibahas cukup maraton.
Beberapa utusan
daerah mengusulkan kepada pemerintah agar keberadaan Taman Budaya yang selama ini
berada di posisi eselon tiga (III), dinaikkan menjadi eselon dua (II). Sehingga,
dibutuhkan penambahan satu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baru di tingkat
Pemerintah Provinsi.
Selama ini
posisi Taman Budaya berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu
hanya sebatas UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) atau sebatas bidang dengan
posisi eselon III. Jika diubah menjadi eselon II, posisi Taman Budaya setara
dengan dinas atau badan lainnya yang ada di tingkat Pemerintah Provinsi. Dengan
demikian, dari segi anggaran juga dapat ditingkatkan.
Permasalahan
lain yang berkaitan dengan Taman Budaya ini, yaitu belum seluruhnya ada peraturan yang
dipergunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan fasilitasi sarana kebudayaan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan percepatan penyusunan
peraturan yang memayungi fasilitasi sarana kebudayaan, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.
Di samping itu, diperlukan
pula upaya mengusulkan
kepada Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan perubahan terhadap PP 41 dan 43
terkait kewenangan dan nomenklatur SKPD Bidang Kebudayaan.
Beberapa waktu yang lalu juga, ada informasi bahwa
Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) akan mendapat bantuan dana hibah dari
Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang
pengembangan ekonomi kreatif, berkaitan dengan program revitalisasi taman
Budaya, tetapi memang sampai saat ini belum terealisasi.
Terlepas dari
masalah revitalisasi Taman Budaya, sebenarnya ada dua tugas pemerintah Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2013 ini bersama pemangku kebudayaan, seniman,
pemerhati, praktisi, dan akademisi dalam menyahuti RPJM 2010—2015 Bidang
Kebudayaan, yaitu membantu pemerintah pusat dalam hal mengusulkan Pemukiman Tradisional Nias
Selatan, beserta Tenunan Ulos ke UNESCO sebagai Warisan Budaya.
Akhirnya,
sebagai wadah yang telah menyediakan ruang bagi hidupnya seni dan budaya serta
senimannya, sebagaimana gagasan awal pendirian Taman Budaya yaitu untuk rumah
budaya dan sekaligus garda depan pengawal pelestarian dan pengembangan seni dan
budaya di tingkat provinsi, terlepas dari masalah merelokasi, perlu
dipertahankan keberadaannya. ***
Penulis, adalah penikmat budaya dan peneliti pada
Balai Bahasa Sumatera Utara, Kemdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar