Minggu, 03 November 2013

Haji Romlah

Cerpen : Ramajani Sinaga


S
emua orang membicarakan desas-desus penyakit yang sedang diderita oleh Haji Romlah. Di warung kopi Mak Neh, warung kelontong Mak Jah, warung kopi Pak Ngah, dan tempat lainnya, berita tentang sakit aneh yang dialami Haji Romlah menjadi berita utama dan sedang hangat diperbincangkan oleh orang. Bahkan kabar itu mengalahkan berita pertandingan sepak bola.
“Itu pasti kutukan karena dia pelit!” Cibir salah seorang wanita sembari memegang sayuran yang dijual di warung kelontong Mak Jah.
“Ya. Dua bulan lalu saya mau pinjam uang sama Haji Romlah, tapi tak dikasih sama dia.” Jawab seorang wanita, juga pembeli di warung kelontong Mak Jah.
“Haji Romlah itu kikir dan pelit!”
“Ya, itu benar. Itu penyakit aneh pantas untuk orang pelit macam dia.” Jawab seorang wanita lagi.
“Tapi yang kudengar Haji Romlah itu mengalami sakit gula yang cukup serius.”
“Ah, itu kata dokter. Dokter mana mungkin percaya kutukan! Padahal penyakit aneh Haji Romlah itu kutukan atas perbuatannya selama ini.”
Berita Haji Romlah terkena kutukan atas perbuatannya semakin hangat diperbincangkan oleh warga kampung. Memang beberapa hari ini, Haji Romlah tidak terlihat di mesjid seperti biasa. Biasanya Haji Romlah selalu menghadiri ceramah agama yang dibawakan oleh Haji Syiah di mesjid usai shalat Maghrib dan menunggu tiba waktu shalat Isya. Tapi beberapa waktu ini, Haji Romlah tidak terlihat sama sekali.
Rumah Haji Romlah setiap harinya selalu tertutup rapat. Rumah dengan tembok sedikit tinggi terlihat sunyi, bak tak berpenghuni sama sekali. Sehingga sulit bagi orang-orang kampung yang ingin melihat langsung Haji Romlah untuk memastikan kebenaran kabar itu.
Keluarga Haji Romlah agak tertutup dimata warga kampung lain. Istri Haji Romlah pun sangat pendiam. Jika membeli sayur-sayuran di warung kelontong Mak Jah, istri Haji Romlah tidak pernah bicara banyak. Pun Haji Romlah tidak pernah terlihat bergabung di warung-warung kopi. Itulah sebabnya, keluarga Haji Romlah terkesan tertutup dengan warga lainnya.
***
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Telah Berpulang ke Rahmatullah Haji Romlah Bin Ibrahim....” Terdengar suara Haji Syiah dengan suara menahan tangis di corong Mesjid. Biasanya jika ada orang yang meninggal, Haji Syiah selalu menyuruh Talib untuk mengabarkannya. Aneh. Ketika Haji Romlah yang meninggal, Haji Syiah langsung turun tangan mengabarkannya kepada warga lain.
Berita meninggalnya Haji Romlah membuat geger warga kampung. Semua orang penasaran dan berlomba-lomba datang ke rumah Almarhum Haji Romlah untuk melihat jasad Haji Romlah secara langsung. Semua orang kampung semakin penasaran. Apa benar Haji Romlah terkena kutukan atas perbuatannya selama ini? Hampir semua orang berbondong-bondong ke rumah Almarhum Haji Romlah. Sehingga rumah Haji Romlah tampak penuh.
***
Semua almari diselubungi kain putih. Terdapat jasad yang sedang terbaring tepatnya di tengah-tengah ruang. Di dekat jasad itu, seorang wanita sedang membaca Al-Quran dengan menahan tangis, itulah istri Almarhum Haji Romlah yang terkenal sangat tertutup dan pendiam.
Semua warga meminta agar istri Almarhum Haji Romlah membuka kain penutup wajah Almarhum. Awalnya ia  menolak. Tapi kebanyakan warga bersikeras agar wajah Almarhum dibuka supaya dapat dilihat oleh orang lain.
Ketika kain penutup wajah jasad Almarhum Haji Romlah disingkap, terlihat wajah Haji Romlah tidak seperti yang diperbincangkan oleh orang-orang. Wajah Haji Romlah terlihat sangat cerah, bersih, dan berbeda dari biasanya. Bagian tubuh lain yang selama ini diberitakan mengalami pembengkakan, ternyata tidak sama sekali. Jasad Haji Romlah bersih. Bahkan warga lain seperti mencium bau wangi dari jasad Almarhum Haji Romlah.
***
“Selama ini Haji Romlah terkena kutukan karena perbuatannya selama ini.” Kata seorang warga kepada Haji Syiah.
“Tidak benar. Itu berita bohong...” Haji Syiah menahan tangisnya. Haji Syiah, penjaga mesjid, lelaki paruh baya itu, adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Almarhum Haji Romlah di kampung ini.
“Selama ini Haji Romlah sangat pelit.” Sela seorang warga lainnya.
“Itu tidak benar...” suara Haji Syiah terputus. Akhirnya Haji Syiah menumpahkan air matanya.
“Sebenarnya Haji Romlah tidak pelit. Almarhum tidak suka melihat orang pemalas, yang setiap harinya hanya duduk di warung-warung kopi seharian dan mempergunjingkan orang lain. Alasan Almarhum tidak mau meminjamkan uang, karena Almarhum ingin melihat kita berusaha dan bekerja. Agar tidak menjadi seorang yang memiliki sifat malas. Haji Romlah tidak suka melihat orang-orang yang pemalas. Alasan keluarga Alamrhum terkesan tertutup dengan yang lain, karena Almarhum menghindari tempat orang-orang berkumpul untuk menjauhkan diri dari mempergunjingkan orang lain.”
Mendengar perkataan Haji Syiah, semua orang diam tidak bersuara. Hening. Haji Syiah mengahapus air matanya.
“Bahkan.. sebenarnya saya naik haji ke Mekkah tahun lalu.. atas biaya dan bantuan Haji Romlah lah. Saya tak sedikit pun mengeluarkan biaya naik haji. Itu semua karena kebaikan Almarhum Haji Romlah.” jelas Haji Syiah dengan suara terbata-bata.
***
Besok harinya, di warung kopi Mak Neh, warung kelontong Mak Jah, warung kopi Pak Ngah, dan tempat lain yang ramai, tersiar kabar dan desas-desus berita baru yang hangat. Kabarnya, Haji Syiah menyukai istri Almarhum Haji Romlah. Itu berita paling hangat melebihi berita sepak bola tadi malam. ***


Ramajani Sinaga, lahir 5 Oktober 1993 di Desa Raotbosi, Serdangbedagai, Sumatera Utara. Tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar