Cerpen : Ramajani Sinaga
S
|
emua orang membicarakan
desas-desus penyakit yang sedang diderita oleh Haji Romlah. Di warung kopi Mak
Neh, warung kelontong Mak Jah, warung kopi Pak Ngah, dan tempat lainnya, berita
tentang sakit aneh yang dialami Haji Romlah menjadi berita utama dan sedang
hangat diperbincangkan oleh orang. Bahkan kabar itu mengalahkan berita
pertandingan sepak bola.
“Itu pasti
kutukan karena dia pelit!” Cibir salah seorang wanita sembari memegang sayuran
yang dijual di warung kelontong Mak Jah.
“Ya. Dua
bulan lalu saya mau pinjam uang sama Haji Romlah, tapi tak dikasih sama dia.”
Jawab seorang wanita, juga pembeli di warung kelontong Mak Jah.
“Haji Romlah
itu kikir dan pelit!”
“Ya, itu
benar. Itu penyakit aneh pantas untuk orang pelit macam dia.” Jawab seorang
wanita lagi.
“Tapi yang
kudengar Haji Romlah itu mengalami sakit gula yang cukup serius.”
“Ah, itu
kata dokter. Dokter mana mungkin percaya kutukan! Padahal penyakit aneh Haji
Romlah itu kutukan atas perbuatannya selama ini.”
Berita Haji
Romlah terkena kutukan atas perbuatannya semakin hangat diperbincangkan oleh
warga kampung. Memang beberapa hari ini, Haji Romlah tidak terlihat di mesjid seperti
biasa. Biasanya Haji Romlah selalu menghadiri ceramah agama yang dibawakan oleh
Haji Syiah di mesjid usai shalat Maghrib dan menunggu tiba waktu shalat Isya. Tapi
beberapa waktu ini, Haji Romlah tidak terlihat sama sekali.
Rumah Haji
Romlah setiap harinya selalu tertutup rapat. Rumah dengan tembok sedikit tinggi
terlihat sunyi, bak tak berpenghuni sama sekali. Sehingga sulit bagi
orang-orang kampung yang ingin melihat langsung Haji Romlah untuk memastikan kebenaran
kabar itu.
Keluarga
Haji Romlah agak tertutup dimata warga kampung lain. Istri Haji Romlah pun
sangat pendiam. Jika membeli sayur-sayuran di warung kelontong Mak Jah, istri
Haji Romlah tidak pernah bicara banyak. Pun Haji Romlah tidak pernah terlihat
bergabung di warung-warung kopi. Itulah sebabnya, keluarga Haji Romlah terkesan
tertutup dengan warga lainnya.
***
“Innalillahi wa inna
ilaihi roji'un. Telah
Berpulang ke Rahmatullah Haji Romlah Bin Ibrahim....” Terdengar suara Haji Syiah dengan suara menahan tangis di corong Mesjid.
Biasanya jika ada orang yang meninggal, Haji Syiah selalu menyuruh Talib untuk
mengabarkannya. Aneh. Ketika Haji Romlah yang meninggal, Haji Syiah langsung
turun tangan mengabarkannya kepada warga lain.
Berita
meninggalnya Haji Romlah membuat geger warga kampung. Semua orang penasaran dan
berlomba-lomba datang ke rumah Almarhum Haji Romlah untuk melihat jasad Haji
Romlah secara langsung. Semua orang kampung semakin penasaran. Apa benar Haji
Romlah terkena kutukan atas perbuatannya selama ini? Hampir semua orang
berbondong-bondong ke rumah Almarhum Haji Romlah. Sehingga rumah Haji Romlah
tampak penuh.
***
Semua almari
diselubungi kain putih. Terdapat jasad yang sedang terbaring tepatnya di tengah-tengah
ruang. Di dekat jasad itu, seorang wanita sedang membaca Al-Quran dengan
menahan tangis, itulah istri Almarhum Haji Romlah yang terkenal sangat tertutup
dan pendiam.
Semua warga
meminta agar istri Almarhum Haji Romlah membuka kain penutup wajah Almarhum. Awalnya
ia menolak. Tapi kebanyakan warga
bersikeras agar wajah Almarhum dibuka supaya dapat dilihat oleh orang lain.
Ketika kain
penutup wajah jasad Almarhum Haji Romlah disingkap, terlihat wajah Haji Romlah
tidak seperti yang diperbincangkan oleh orang-orang. Wajah Haji Romlah terlihat
sangat cerah, bersih, dan berbeda dari biasanya. Bagian tubuh lain yang selama
ini diberitakan mengalami pembengkakan, ternyata tidak sama sekali. Jasad Haji Romlah
bersih. Bahkan warga lain seperti mencium bau wangi dari jasad Almarhum Haji
Romlah.
***
“Selama ini
Haji Romlah terkena kutukan karena perbuatannya selama ini.” Kata seorang warga
kepada Haji Syiah.
“Tidak
benar. Itu berita bohong...” Haji Syiah menahan tangisnya. Haji Syiah, penjaga
mesjid, lelaki paruh baya itu, adalah satu-satunya orang yang paling dekat
dengan Almarhum Haji Romlah di kampung ini.
“Selama ini
Haji Romlah sangat pelit.” Sela seorang warga lainnya.
“Itu tidak
benar...” suara Haji Syiah terputus. Akhirnya Haji Syiah menumpahkan air
matanya.
“Sebenarnya Haji
Romlah tidak pelit. Almarhum tidak suka melihat orang pemalas, yang setiap
harinya hanya duduk di warung-warung kopi seharian dan mempergunjingkan orang
lain. Alasan Almarhum tidak mau meminjamkan uang, karena Almarhum ingin melihat
kita berusaha dan bekerja. Agar tidak menjadi seorang yang memiliki sifat
malas. Haji Romlah tidak suka melihat orang-orang yang pemalas. Alasan keluarga
Alamrhum terkesan tertutup dengan yang lain, karena Almarhum menghindari tempat
orang-orang berkumpul untuk menjauhkan diri dari mempergunjingkan orang lain.”
Mendengar
perkataan Haji Syiah, semua orang diam tidak bersuara. Hening. Haji Syiah
mengahapus air matanya.
“Bahkan..
sebenarnya saya naik haji ke Mekkah tahun lalu.. atas biaya dan bantuan Haji
Romlah lah. Saya tak sedikit pun mengeluarkan biaya naik haji. Itu semua karena
kebaikan Almarhum Haji Romlah.” jelas Haji Syiah dengan suara terbata-bata.
***
Besok harinya,
di warung kopi Mak Neh, warung kelontong Mak Jah, warung kopi Pak Ngah, dan tempat
lain yang ramai, tersiar kabar dan desas-desus berita baru yang hangat.
Kabarnya, Haji Syiah menyukai istri Almarhum Haji Romlah. Itu berita paling
hangat melebihi berita sepak bola tadi malam. ***
Ramajani
Sinaga, lahir
5 Oktober 1993 di Desa Raotbosi, Serdangbedagai, Sumatera Utara. Tercatat
sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar