Rajukan
Kita bercerita tentang hujan
yang membelai daun
Dan daun menestekan air mata
Kau selalu menerka langkah ini
akan panjang dan hari selalu mendung
Bagaimanapun aku akan
menunggumu hingga tetes terakhir
Maka, jangan pernah salahkan
matahari yang bersembunyi
Karena rajukanmu belum juga
selesai seperti langkah yang selalu kita bungkus
Pada malam-malam tanpa
kunang-kunang.
Medan, 2012
Perihal Ibu
Di belakang rumah ibu mencabut
ubi dengan semacam benci
Ada amarah yang menyala dan ia
membakar sampah dengan mata berdarah
Maka ia merebusnya, menambah
kelapa atas nama kekesalan luar biasa
Dan ayah tak pernah lagi marah.
Medan, 2012
Pertanyaan Ketika Pulang
Janur siapa yang melengkung di
depan lorong?
Namamukah yang terpahat di
karangan bunga?
Dan setelah tiga tahun
kepulangan, keramaian itukah di rumahmu?
Mengapa pengantin itu seperti
kau?
Dan, di mana janji yang selalu kitaucap untuk bersama pada
hari-hari nanti?
Medan, 2012
Saat Kekasih akan datang
Alir-alir air yang melembutkan
kaki perempuan itu
Didekapnya selendang pemberian
kekasih.
Ia bercakap-cakap pada ikan,
dan di atas batu ia bernyanyi
Lalu daun-daun gugur dengan
sendirinya
Kecipak air, hanya kecipak air
yang terdengar ketika ia mulai menari
Saat petang nanti kan ada yang
datang menyematkan sesuatu di jari
Medan, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar