Reka
baiklah,
aku tak ingin mengurusi langit yang jadi kawanmu
bergurau.
bukan lantaran kepalaku tak berisikan malam dan matahari
yang
disebut-sebut berkuasa.
tapi
perjalanan ini berakhir dalam sunyi
yang
bukan rekaan
maka
jangan biarkan laut surut di kelopak matamu
danau
kering dan tak satu pun kau kenali
sebagai
kebebasan.
Medan,
Sketsa Kontan
Legi
malam
yang merah di mataku
adalah
dua lonceng karat yang digantung di
selangkangan
bangkai.
Medan, Sketsa Kontan
25062012
malam
darah
secangkir
kopi
tua.
Medan, Sketsa Kontan
Majenun
mengunyah
jantungmu dengan spiring nasi uduk, es darah dan pudding hati. ah, malammalam
bengis yang belakangan kau tukangi, jadi milikku. tiada tempat berlintang
pukang. tutup kisahmu, kenangan.
Medan,
Sketsa Kontan
Malam
dahan-dahan
patah wangi kembang tujuh rupa
matahari
separuh dada,
udara
segar dalam kantung-kantung hawa
Medan,
Sketsa Kontan
10:15
: menit untuk ayah
yah,
ini malam yang ke sekian angin kau tembus sempoyongan.
malam
tak bisu
ia
tak pernah menyembunyikanmu dari telingaku.
begitupun
udara yang tak berhenti berkabar
perihal
kepulanganmu di sepertiga waktu.
ayah,
kau lupa pada putri kecil ini?
beginikah
yang disebut menyayangi itu? mencintai itu?
masih
basah album kecilku—dulu—dengan cerita-cerita manis yang bengis. sampai kapan
seperti ini? sepencil apakah kasih sayang itu?
ayah,
aku tak meminta boneka baru atau mainan cantik. cuma kepulanganmu ke rumah
sepatutnya saja.
Medan,
Sketsa Kontan
Syarifah
: bersebab waktu
sunyi
hanyalah waktu yang sejenak terdiam,
mengambil
sepucuk surat rindu di laci belakang,
dan
setumpuk puisi-puisi kiriman kekasih
sebelum
kepulangan menyiasatkan
akhir
yang kelam.
Medan, Sketsa Kontan
Malam Piezo
kusuling
ribuan puisi di meja makan
kau
diam saja, menunggu gelas-gelas kaca itu
penuh.
rindu
takkan menganak pinak,
menggerutu,
atau
mengikat
dadamu
dengan
tali-tali air mata
Medan, Sketsa Kontan
Palupuh
genangan
kenang segar. matahari lincah menjabat jari-jari mungil, senyum santun dan
kata-kata manis di kepala. aduhai, bentang sawah tak seindah fajar lentik di
bibir-bibir mereka.
seperti
itulah, perjalanan sekejap membekali kantung mata dan hati dengan sederhana.
semoga waktu mengabulkan doa-doa kerinduan.
Medan,
Sketsa Kontan
Surat Sunyi
bagaimana
lagi sunyi ini mesti kusuratkan?
apakah
mesti sewangi parfum di batang lehermu?
sekali
waktu, laut pernah menyurutkan gelombang—kirimanku—di pantaimu
adakah
pernah merasa?
sekarang
aku kembali, tapi tidak dengan kenangan
masihkah
ada ruang?
Medan,
Sketsa Kontan
Penulis
adalah Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan,
kelahiran 1 Juni 1992, saat ini bergiat di Komunitas Tanpa Nama.
Sajak-sajak Mba Sartika Sari bagus-bagus pisan euy. Mau lah saya diajari. Hehe...
BalasHapus