Oleh:
Ria Ristiana Dewi
K
|
urikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap
kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Sementara
itu, perubahan kebiasaan pada masyarakat terus berkembang dari waktu ke waktu.
Pemerintah pun merasakan perubahan itu. Ada banyak faktor yang menyebabkannya,
namun yang paling membuat perhatian pemerintah adalah pengaruh globalisasi.
“Dengan derasnya arus globalisasi dikhawatirkan budaya
bangsa, khususnya budaya lokal akan mulai terkikis”. Begitulah yang dikatakan
Asep Muhyidin, M. Pd. Dalam karya tulisnya di website “badanbahasa.kemendikbud.go.id”.
Sesungguhnya kekhawatiran inilah yang menjadi tolak ukur pemerintah untuk
menjadikan pembelajaran di sekolah mencantumkan nilai-nilai budaya.
Salah
satu contohnya adalah dengan diadakannya perlombaan antarsiswa oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan pada tahun 2012 yang mengangkat
nilai-nilai budaya. Perlombaan itu antara lain: Lomba cipta puisi, cerpen,
musik, dan tari.
Dalam
implementasinya, globalisasi memang tidak bisa ditindak tegas atau
dibumihanguskan dari bangsa Indonesia. Namun, keberadaannya bisa kita sikapi
dengan “ramah”. Tindakan yang perlu
dalam mengupayakan sikap tersebut adalah dengan menanamkan kekuatan karakter
budaya bangsa pada anak lebih dini.
Selain
hal tersebut, sebisa mungkin pendidik mesti membuat sebuah kondisi kompetisi
yang sehat antarpeserta didik. Pendidik harus bijak dan arif memberikan
pemahaman serta tindakan nyata bahwa kebudayaan merupakan alat pembangunan
kepribadian bangsa dalam menampung pengaruh globalisasi.
Dalam
upaya kecil, pendidik dirasa perlu membuat perlombaan kecil antarsiswa. Salah
satu contohnya adalah perlombaan cipta puisi, cerpen, dan sejenisnya. Upayakan
pula perlombaan itu mengangkat nilai-nilai budaya, yang nantinya akan menjadi
rasa peduli bagi peserta didik.
Selanjutnya,
pengadaan kebijakan peserta didik ini bisa saja akan memberikan pengaruh
sederhana persaingan sehat peserta didik dan secara tidak langsung telah
membentuk pribadi siswa menjadi pribadi yang mandiri.
Dan,
pemerintah akhirnya meluncurkan kurikulum 2013. Seperti yang kita ketahui,
bahwa sebelumnya pemerintah telah membuat kurikulum pendidikan berkarakter yang
harus diterapkan kepada siswa. Pendidikan berkarakter sendiri adalah belajar untuk mengatasi dan memerbaiki kelemahan, serta
memunculkan kebiasaan positif yang baru pada manusia.
Dalam realitanya di lapangan,
kita masih banyak menemukan siswa yang kesadaran akan pendidikan masih sangat
rendah. Untuk itulah, di dalam kurikulum berkarakter tersebut diupayakan siswa
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan inilah yang nantinya akan
mengembangkan pribadi siswa dari yang kurang kesadaran akan pendidikan menjadi
pribadi yang mandiri.
Program pendidikan yang diusung
pemerintah ini selanjutnya justru menuntut kemampuan pendidik yang mana justru
masih lemah. Kenyataannya, pendidik sendiri masih banyak yang ditemukan lemah
akan kreativitas. Hal ini terjadi sebab karakter yang ingin ditumbuhkan pada
pendidik belum menemukan cara-cara yang tepat.
Untuk itulah,
salah satu cara yang dilakukan seperti pada pemaparan sebelumnya akan membentuk
siswa menjadi pribadi yang punya rasa tanggung jawab. Yaitu,
membuat mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan positif. Kegiatan-kegiatan
seperti itu selanjutnya membuat peserta didik memanfaatkan waktu ke arah-arah
yang kreatif.
Jika inilah budaya bangsa itu,
maka pemerintah ataupun pendidik tidak perlu merasa khawatir. Nantinya, peserta
didik sendiri yang akan memberikan sumbangsihnya untuk memajukan budaya bangsa.
Kurikulum
2013 telah memastikan siswa SMA nantinya akan memilih sendiri minat dan bakat
mereka. Dalam usia produktif, kreatif, dan inovatif tersebut, tentu saja sangat
mendukung program pemerintah dalam pengembangan kurikulum ini.
Dalam kurikulum 2013 pula,
pemerintah berharap berbagai nilai budaya bangsa diterapkan dalam pendidikan.
Namun, sekali lagi era globalisasi memang terus semakin terpacu deras di
tengah-tengah upaya pendidikan itu sendiri. Salah satu dampaknya, semakin
banyaknya peserta didik yang terpengaruh budaya asing sehingga menghilangkan
budaya sendiri.
Upaya Musik, Tari, dan Sastra dalam
Memertahankan Nilai Budaya
Indonesia
dengan kekayaan musik dan tari daerah, dari Sabang
hingga Merauke tentu tidak perlu khawatir. Dalam
upaya pengembangan musik, sesungguhnya telah dilakukan oleh daerah-daerah
masing-masing.
Akan tetapi, ternyata upaya itu
tidak didukung oleh TV nasional. Seperti yang kita lihat di TV, lebih banyak
tontonan budaya asing yang mana menyulitkan anak-anak bangsa menyaksikan
kekayaan budaya bangsa.
Seharusnya pemerintah mulai menyadarinya.
Dan tentu saja juga tarian Gangnam Style yang konon berasal dari Jepang serta
tarian-tarian dari negara lainnya.
Upaya
sastra sendiri sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu hingga kini. Di jaman
dahulu, melalui kegiatan drama perwayangan, baca puisi, hingga penulisan buku-buku
legenda telah dilakukan.
Kini, upaya tersebut kembali
dilakukan pelaku-pelaku sastra. Salah satu yang menggemparkan adalah hadirnya
novel “Laskar Pelangi” selain timbulnya buku-buku “Mahabrata dan Ramayana”. Selain
itu, ada banyak perlombaan yang dilakukan
pelaku sastra.
Misalnya,
saja perlombaan yang telah dilaksanakan Komunitas Penulis Anak Kampus bulan
Desember tahun 2012 lalu, yaitu: perlombaan cipta puisi, baca puisi, dan cipta
cerpen yang memaknai nilai budaya Sumut.
Saat ini Forum Lingkar Pena Sumut
juga sedang mengadakan perlombaan serupa dengan tema “Refleksi Budaya Literasi
Menuju Sumatera Berkarya”. Selain kedua komunitas tersebut, masih banyak lagi
yang dilakukan pegiat sastra di wilayah Timur
Indonesia hingga wilayah Barat.
Ternate pernah melaksanakan acara Temu Sastrawan Indonesia,
pula diikuti daerah-daerah lainnya.
Acara yang melibatkan peserta
didik Indonesia dengan memfungsikan sastrawan ini terbukti mampu memerkenalkan
budaya bangsa Indonesia. Pertanyaannya, sudahkan pemerintah memerhatikan
keberlangsungan kehidupan sastra dan sastrawan itu sendiri?
Dalam
kurikulum 2013, sudah sangat jelas bagaimana
pengembangan budaya dirasa perlu. Maka di sini, penulis melihat upaya itu
banyak didukung oleh kegiatan musik, tari, dan sastra yang berbahan baku budaya
daerah. Solusi yang setidaknya akan mengsukseskan kurikulum 2013.
Diharapkan pula, nantinya
kurikulum 2013 menjadi alat pembendung pengaruh negatif globalisasi untuk
mewujudkan pendidikan masa depan Indonesia yang siap berperang dalam wadah
internasional. ***
Maret, 2013
Penulis adalah Dewan Ahli Kompak dan
Guru di SMP Al-Azhar Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar