Sabtu, 13 April 2013

Esai : KURIKULUM 2013, MEMAJUKAN BUDAYA BANGSA MENUJU GLOBALISASI

            Oleh: Ria Ristiana Dewi


K
urikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Sementara itu, perubahan kebiasaan pada masyarakat terus berkembang dari waktu ke waktu. Pemerintah pun merasakan perubahan itu. Ada banyak faktor yang menyebabkannya, namun yang paling membuat perhatian pemerintah adalah pengaruh globalisasi.
            Dengan derasnya arus globalisasi dikhawatirkan budaya bangsa, khususnya budaya lokal akan mulai terkikis”. Begitulah yang dikatakan Asep Muhyidin, M. Pd. Dalam karya tulisnya di website “badanbahasa.kemendikbud.go.id”. Sesungguhnya kekhawatiran inilah yang menjadi tolak ukur pemerintah untuk menjadikan pembelajaran di sekolah mencantumkan nilai-nilai budaya.
Salah satu contohnya adalah dengan diadakannya perlombaan antarsiswa oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan pada tahun 2012 yang mengangkat nilai-nilai budaya. Perlombaan itu antara lain: Lomba cipta puisi, cerpen, musik, dan tari.
Dalam implementasinya, globalisasi memang tidak bisa ditindak tegas atau dibumihanguskan dari bangsa Indonesia. Namun, keberadaannya bisa kita sikapi dengan “ramah”.  Tindakan yang perlu dalam mengupayakan sikap tersebut adalah dengan menanamkan kekuatan karakter budaya bangsa pada anak lebih dini.
Selain hal tersebut, sebisa mungkin pendidik mesti membuat sebuah kondisi kompetisi yang sehat antarpeserta didik. Pendidik harus bijak dan arif memberikan pemahaman serta tindakan nyata bahwa kebudayaan merupakan alat pembangunan kepribadian bangsa dalam menampung pengaruh globalisasi.
Dalam upaya kecil, pendidik dirasa perlu membuat perlombaan kecil antarsiswa. Salah satu contohnya adalah perlombaan cipta puisi, cerpen, dan sejenisnya. Upayakan pula perlombaan itu mengangkat nilai-nilai budaya, yang nantinya akan menjadi rasa peduli bagi peserta didik.
Selanjutnya, pengadaan kebijakan peserta didik ini bisa saja akan memberikan pengaruh sederhana persaingan sehat peserta didik dan secara tidak langsung telah membentuk pribadi siswa menjadi pribadi yang mandiri.
            Dan, pemerintah akhirnya meluncurkan kurikulum 2013. Seperti yang kita ketahui, bahwa sebelumnya pemerintah telah membuat kurikulum pendidikan berkarakter yang harus diterapkan kepada siswa. Pendidikan berkarakter sendiri adalah belajar untuk mengatasi dan memerbaiki kelemahan, serta memunculkan kebiasaan positif yang baru pada manusia.
Dalam realitanya di lapangan, kita masih banyak menemukan siswa yang kesadaran akan pendidikan masih sangat rendah. Untuk itulah, di dalam kurikulum berkarakter tersebut diupayakan siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan inilah yang nantinya akan mengembangkan pribadi siswa dari yang kurang kesadaran akan pendidikan menjadi pribadi yang mandiri.
Program pendidikan yang diusung pemerintah ini selanjutnya justru menuntut kemampuan pendidik yang mana justru masih lemah. Kenyataannya, pendidik sendiri masih banyak yang ditemukan lemah akan kreativitas. Hal ini terjadi sebab karakter yang ingin ditumbuhkan pada pendidik belum menemukan cara-cara yang tepat.
Untuk itulah, salah satu cara yang dilakukan seperti pada pemaparan sebelumnya akan membentuk siswa menjadi pribadi yang punya rasa tanggung jawab. Yaitu, membuat mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan positif. Kegiatan-kegiatan seperti itu selanjutnya membuat peserta didik memanfaatkan waktu ke arah-arah yang kreatif.
Jika inilah budaya bangsa itu, maka pemerintah ataupun pendidik tidak perlu merasa khawatir. Nantinya, peserta didik sendiri yang akan memberikan sumbangsihnya untuk memajukan budaya bangsa.
            Kurikulum 2013 telah memastikan siswa SMA nantinya akan memilih sendiri minat dan bakat mereka. Dalam usia produktif, kreatif, dan inovatif tersebut, tentu saja sangat mendukung program pemerintah dalam pengembangan kurikulum ini.
Dalam kurikulum 2013 pula, pemerintah berharap berbagai nilai budaya bangsa diterapkan dalam pendidikan. Namun, sekali lagi era globalisasi memang terus semakin terpacu deras di tengah-tengah upaya pendidikan itu sendiri. Salah satu dampaknya, semakin banyaknya peserta didik yang terpengaruh budaya asing sehingga menghilangkan budaya sendiri.

Upaya Musik, Tari, dan Sastra dalam Memertahankan Nilai Budaya

            Indonesia dengan kekayaan musik dan tari daerah, dari Sabang hingga Merauke tentu tidak perlu khawatir. Dalam upaya pengembangan musik, sesungguhnya telah dilakukan oleh daerah-daerah masing-masing.
Akan tetapi, ternyata upaya itu tidak didukung oleh TV nasional. Seperti yang kita lihat di TV, lebih banyak tontonan budaya asing yang mana menyulitkan anak-anak bangsa menyaksikan kekayaan budaya bangsa.
Seharusnya pemerintah mulai menyadarinya. Dan tentu saja juga tarian Gangnam Style yang konon berasal dari Jepang serta tarian-tarian dari negara lainnya.
            Upaya sastra sendiri sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu hingga kini. Di jaman dahulu, melalui kegiatan drama perwayangan, baca puisi, hingga penulisan buku-buku legenda telah dilakukan.
Kini, upaya tersebut kembali dilakukan pelaku-pelaku sastra. Salah satu yang menggemparkan adalah hadirnya novel “Laskar Pelangi” selain timbulnya buku-buku “Mahabrata dan Ramayana”. Selain itu, ada banyak perlombaan yang dilakukan pelaku sastra.
Misalnya, saja perlombaan yang telah dilaksanakan Komunitas Penulis Anak Kampus bulan Desember tahun 2012 lalu, yaitu: perlombaan cipta puisi, baca puisi, dan cipta cerpen yang memaknai nilai budaya Sumut.
Saat ini Forum Lingkar Pena Sumut juga sedang mengadakan perlombaan serupa dengan tema “Refleksi Budaya Literasi Menuju Sumatera Berkarya”. Selain kedua komunitas tersebut, masih banyak lagi yang dilakukan pegiat sastra di wilayah Timur Indonesia  hingga wilayah Barat. Ternate pernah melaksanakan acara Temu Sastrawan Indonesia, pula diikuti daerah-daerah lainnya.
Acara yang melibatkan peserta didik Indonesia dengan memfungsikan sastrawan ini terbukti mampu memerkenalkan budaya bangsa Indonesia. Pertanyaannya, sudahkan pemerintah memerhatikan keberlangsungan kehidupan sastra dan sastrawan itu sendiri?
            Dalam kurikulum 2013, sudah sangat jelas bagaimana pengembangan budaya dirasa perlu. Maka di sini, penulis melihat upaya itu banyak didukung oleh kegiatan musik, tari, dan sastra yang berbahan baku budaya daerah. Solusi yang setidaknya akan mengsukseskan kurikulum 2013.
Diharapkan pula, nantinya kurikulum 2013 menjadi alat pembendung pengaruh negatif globalisasi untuk mewujudkan pendidikan masa depan Indonesia yang siap berperang dalam wadah internasional. ***
Maret, 2013

Penulis adalah Dewan Ahli Kompak dan Guru di SMP Al-Azhar Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar