S
|
ELASA malam lalu (22/4/2013) Televisi Republik
Indonesia (TVRI) menayangkan Konser Nusantara Sebudaya Serumpun. Konser ini
merupakan rekaman. Secara langsung, saya menyaksikannya di Istana Budaya Kualalumpur,
Malaysia, Kamis (7/3/2013). Kehadiran saya pada acara itu sebagai tamu dari
Indonesia atas undangan Kementerian Penerangan, Komunikasi, dan Kebudayaan
(KPKK) Malaysia.
Selama di Malaysia, saya
diperlihatkan bagaimana peran dan fungsi Komuniti 1Malaysia (K1M). Di
Indonesia, dikenal dengan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM). K1M dahulunya bernama Komuniti Bestari yang dibentuk atas gagasan Y.B.
Dato’ Seri Dr. Rais Yatim, Menteri Penerangan Malaysia pada 19 Desember 2010 di
Dataran Jubli Emas, Limbang, Sarawak. Pembentukannya selaras dengan Gagasan 1Malaysia yang diinisiasi Y.A.B.
Dato’ Sri Mohd. Najib Tun Hj. Abd. Razak, Perdana Menteri Malaysia Keenam.
K1M di Malaysia merupakan ujung
lidahnya warga dan pemerintahan Malaysia. Sebagaimana dimahfumi, pemerintah
Malaysia punyha motto luar biasa, yakni “Janji Ditepati”. Untuk menepati
janji-janji semasa kampanye itu, mereka menggunakan K1M sebagai telangkai.
Maka, apapun yang dibutuhkan warga, terutama pada sektor usaha kecil, menengah,
dan kebudayaan, langsung terpenuhi.
K1M dapat mengeksekusi langsung apa
yang dibutuhkan warga. Tidak hanya sebagai penyambung lidah, sekaligus
eksekutor dan jembatan keperluan berbagai jenis usaha ekonomi kecil maupun
budaya. Tak ayal, kami rombongan dari Indonesia dan Brunei Darussalam dijamu
dengan hanagat oleh K1M-K1M yang kami kunjungi.
Bagaimana di Indonesia? Setahu saya,
pemerintah Indonesia masih setengah hati memanfaatkan KIM. Jika KIM ini berada
di pedesaan maupun kelurahan, maka ribuan KIM menyebar di Indonesia. Ada yang
berasal dari kelompok tani, nelayan, perkebunan, seni budaya, dan sebagainya.
Namun keberadaannya masih sebatas seremonial. Pemerintah kurang
memberdayakannya dengan baik.
Sebagaimana
dimaklumi, reformasi seharusnya mendorong perubahan ketatanegaraan dan pola hubungan
kemasyarakatan yang semakin menghendaki transparansi dan demokratis. Hal
ini ditandai dengan adanya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan UU
Nomor 32 Tahun 2004, sebagaimana diubah kedua dengan UU Nomor 12 Tahun
2008.
UU ini memberikan otonomisasi pengurusan rumah
tangga pemerintahan di daerah sesuai dengan potensi dan cultur yang
dimilikinya.
Prinsip otonomi daerah menggunakan
prinsip otonomi seluas-luasnya. Daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua
urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah. Seiring dengan
prinsip itu,
penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan
aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Peningkatan pelayanan publik di
bidang informasi menjadi bagian penting
dari prinsip-prinsip good governance, transpransi, dan demokrasi. KIM sebagai forum media menjadi
wahana untuk pelayanan publik di bidang komunikasi dan informasi
tersebut. Berlangsungnya interaksi dalam proses komunikasi dan desiminasi
informasi secara face to face dalam
KIM, memiliki kekuatan sendiri karena
senyawa dengan kultur masyarakat, terutama pada masyarakat pedesaan.
Kekuatan pada komunikasi langsung
tersebut, antara komunikator/sumber informasi dengan publiknya karena proses
ini memiliki hubungan emosional di antara keduanya, sehingga semua pihak dapat merasakan
kondisi psikologis yang ada. Hal ini karena hubungan komunikator dan
audiens diusahakan
memenuhi apa yang disebut oleh Everet.M. dengan homophily (kesamaan
kondisi), sehingga menumbuhkan emphaty
(kesamaan rasa) pada
kedua belah pihak yang
berkomunikasi.
Keberadaan KIM dalam pemahaman
teknologi komunikasi-informasi adalah jaringan komunikasi. Masing-masing
pihak memiliki peluang yang sama, baik dalam memproduksi maupun mengakses
informasi. Prinsip utama jaringan adalah adanya proses sharinginformasi
di antara
pihak-pihak yang terlibat dalam sistem jaringan komunikasi.
Dengan
adanya UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik semakin
mendorong pentingnya kehadiran kelompok-kelompok informasi masyarakat sebagai
media pelayanan informasi. Keberadaan UU KIP mengukuhkan hak warga Negara
untuk memeroleh informasi-informasi publik dari badan publik.
Dengan
terbukanya informasi publik yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan, akan semakin mendorong pembangunan parsipatif. Kelompok
informasi diharapkan dapat menjadi mediator untuk aksebilitas komunikasi dan
informasi kepada badan-badan publik.
Hm,
mudah-mudahan Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumatera Utara maupun
yang ada di Kabupaten/Kota dapat melek memberdayakan KIM di willayah kerjanya.
Sehingga, KIM bisa menjadi jembatan kebutuhan masyarakat. Amien. ***
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar