Minggu, 07 April 2013

GELANGGANG SAJAK : Sartika Sari


Reka

baiklah, aku tak ingin mengurusi langit yang jadi kawanmu
bergurau. bukan lantaran kepalaku tak berisikan malam dan matahari
yang disebut-sebut berkuasa.
tapi perjalanan ini berakhir dalam sunyi
yang bukan rekaan
maka jangan biarkan laut surut di kelopak matamu
danau kering dan tak satu pun kau kenali
sebagai kebebasan.
Medan, Sketsa Kontan


Legi

malam yang merah di mataku
adalah dua lonceng karat yang digantung di
selangkangan bangkai.
                        Medan, Sketsa Kontan



25062012

malam
darah
secangkir
kopi
tua.
                        Medan, Sketsa Kontan


Majenun

mengunyah jantungmu dengan spiring nasi uduk, es darah dan pudding hati. ah, malammalam bengis yang belakangan kau tukangi, jadi milikku. tiada tempat berlintang pukang. tutup kisahmu, kenangan.
                                                                                    Medan, Sketsa Kontan


Malam

dahan-dahan patah wangi kembang tujuh rupa
matahari separuh dada,
udara segar dalam kantung-kantung hawa
                                    Medan, Sketsa Kontan


10:15
            : menit untuk ayah

yah, ini malam yang ke sekian angin kau tembus sempoyongan.
malam tak bisu
ia tak pernah menyembunyikanmu dari telingaku.
begitupun udara yang tak berhenti berkabar
perihal kepulanganmu di sepertiga waktu.
ayah, kau lupa pada putri kecil ini?
beginikah yang disebut menyayangi itu? mencintai itu?
masih basah album kecilku—dulu—dengan cerita-cerita manis yang bengis. sampai kapan seperti ini? sepencil apakah kasih sayang itu?
ayah, aku tak meminta boneka baru atau mainan cantik. cuma kepulanganmu ke rumah sepatutnya saja.
                                                                                    Medan, Sketsa Kontan


Syarifah
            : bersebab waktu

sunyi hanyalah waktu yang sejenak terdiam,
mengambil sepucuk surat rindu di laci belakang,
dan setumpuk puisi-puisi kiriman kekasih
sebelum kepulangan menyiasatkan
akhir yang kelam.
                        Medan, Sketsa Kontan



Malam Piezo

kusuling ribuan puisi di meja makan
kau diam saja, menunggu gelas-gelas kaca itu
penuh.
rindu takkan menganak pinak,
menggerutu, atau
mengikat dadamu
dengan tali-tali air mata
                        Medan, Sketsa Kontan

           
Palupuh

genangan kenang segar. matahari lincah menjabat jari-jari mungil, senyum santun dan kata-kata manis di kepala. aduhai, bentang sawah tak seindah fajar lentik di bibir-bibir mereka.
seperti itulah, perjalanan sekejap membekali kantung mata dan hati dengan sederhana. semoga waktu mengabulkan doa-doa kerinduan.
                                                                                    Medan, Sketsa Kontan

Surat Sunyi

bagaimana lagi sunyi ini mesti kusuratkan?
apakah mesti sewangi parfum di batang lehermu?
sekali waktu, laut pernah menyurutkan gelombang—kirimanku—di pantaimu
adakah pernah merasa?
sekarang aku kembali, tapi tidak dengan kenangan
masihkah ada ruang?
                                                Medan, Sketsa Kontan




Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan, kelahiran 1 Juni 1992, saat ini bergiat di Komunitas Tanpa Nama.

1 komentar:

  1. Sajak-sajak Mba Sartika Sari bagus-bagus pisan euy. Mau lah saya diajari. Hehe...

    BalasHapus