Tawakal Adalah Bekal
Memacari jiwa retaskan pilu
yang gandrungi dimensi waktu;
Tentang penyakit yang bersarang di
kalbu
menyecah dinding-dinding rindu;
Muasal pinta kuubah menjadi do’a
diselip sudut saat malam merayap
pertigaan malam;
Nyaris menjamah fajar yang melindap
dalam gumam;
Tak lupa kutasbihkan untaian kata
merangkai dzikir;
Kelak, agar apa yang terjadi
menurut takdir
kehidupan tentram hingga hari
menuai akhir.
Ranah
KOMPAK, 30 April 2012
Sebotol Air Zam-Zam
Selaksa lautan menyaring
dan mengalir di riak yang bening
dalam hening memaku isyarat diam;
Jernih menganak benih-benih
Di petuahnya dahaga;
Memuat isi menempati ruang;
Kau tetap bisu
disunting kelu yang terdalam.
Ranah KOMPAK, 30 April 2012
Belum Saatnya, Tapi Nanti
Ada dosa yang terpapar
saat senyum kita saling mekar;
Ada dosa yang terekam
saat mata kita memandang tak saling
pejam;
Ada dosa yang terlugu
saat suaramu menyusup dalam
telingaku;
Ada dosa yang kukuh
saat tubuh kita bersentuh;
Maaf, ini larangan yang takut
kulakukan
sebab, kuingin lebih dari ini,
nanti!
Ketika halal telah kita pintal
dalam ikat resmi atas restu ilahi;
Percayalah, kita akan bersatu
bersama jundi-jundi yang kau
hadiahkan untukku;
Saat Abi menjadi panggilanku
dan Ummi menjadi panggilanmu.
Ranah KOMPAK, 30 April 2012
Berdebar Dada di Ujung Kabar /I/
Kemarin
yang tergelar mencuat kabar, serata darat bergetar, sudut pulau berkelakar;
Guntur
disanding hujan pun rintiknya jatuh perlahan.
Ada
bulir mutiara di sepasang indera memantul asa rindu keluarga,
di
rantau yang jauh dari pelupuk orang tua aku mencari bangga.
Ranah
KOMPAK, 30 April 2012
Berdebar Dada di Ujung Kabar /II/
Senja
di kota tua bercerita dan akrab bercengkrama
namun
pikir lagi bangir menanya resah yang tersangkut di desa reot.
Apakah
mereka masih dalam pelukan cinta dan rengkuhan bahagia?
Tuhan,
lindungi mereka dari amuk alam yang menganga!
Ranah KOMPAK, 30
April 2012
Berdebar Dada di Ujung Kabar /III/
Jangan
cetus Skala Richter lagi, aku dihimpit paranoid diri yang mengerenyit dahi,
belum
lagi sana-sini meluap emosi dan digauli pilu yang mengawah sendu.
Tuhan,
enyahkan bencana yang merajalela dan kerap menyemai air mata!
Ma’rifat
ini merajut temu yang tertunda atasnama ragu yang menerpa.
Ranah KOMPAK, 15
April 2012
Febri Mira Rizki, lahir di Lhokseumawe 09 Februari 1990. Menyelesaikan kuliah di UMSU
(Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia.
Aktif di Komunitas KOMPAK, LABSAS, OOS, LRS, WSC, IMABSII dan Pendiri KASTI.
Mendapat WSC Award 2012 sebagai Penulis Buku dan Penulis Puisi Terproduktif dan
menjuarai beberapa lomba di bidang kepenulisan Lokal dan Nasional. Karyanya
juga termaktub di beberapa Antologi Lokal dan Nasional serta Media Massa dan
On-line.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar