Jumat, 30 Agustus 2013

GELANGGANG SAJAK : Zuhair Azka, Otang K. Baddy (Sabtu, 3 Agustus 2013)

Zuhair Azka :
BUKIT LAWANG  II

Bukit Lawang
Airmu bersih, berwarna jernih
Di puncak-puncak bebatuan berwarna putih
Mengalir di sela-sela batuan besar  dan kecil bertindih-tindih

Di atas sungaimu menggantung titi bergantung
Monyet berjalan gontai tak takut dirantai
Sementara kami duduk santai menikmati durian
Memandangi wisatawan menikmati alam

Di lereng bukit di pinggir sungai
Deretan  penginapan bersusun rapi
Menanti pengunjung merehatkan diri

Sungguh indah Bukit Lawangku
Aku sangat suka berada di sana
Berlibur bersama keluarga
Yang sanggup menghipnotis mata
Dengan keindahannya


PUASA

Puasa, menahan diri dari rasa
Menahan lapar yang menjalar
Menahan haus yang mendera
Menahan nafsu yang mengangkara

Dalam bulan puasa ini
Matahari panas terik
Menambah lengkapnya cobaan dari Allah
Bagi kita yang berpuasa

Satu bulan kita berpuasa
Berkesempatan merasakan papa
Untuk mendekatkan diri pada Sang Kuasa

Ya, Allah
Beri aku ketahanan dalam berpuasa
Agar aku bisa merasakan  dekat dengan-Mu




Otang K. Baddy  :
HUJAN SEBELUM FAJAR

hujan pun datang, menjelang angin subuh
mencairkan kepekatan awan
jelaga hidupmu yang kelam
perlahan lenyap bersama fajar
hujan pun datang, membelah kota
menghadirkan jalan setapak
hingga  melangkah pun mantap


ZIARAH /1

pengembaraan liarmu menghadirkan rindu
kampung halaman, tanah leluhur para moyang
dipandang gersang penuh debu. tampak jelas
kematian demi kematian telah lama terjadi
melahirkan sejuta kubur, dan bangkai-bangkai yang terkapar
menjegal langkah di simpang jalan
ketika memulangkanku ke masa silam

dengan air mata kuratapi kehampaan itu
hingga gerimis perlahan terjatuh
di aula yang gaduh


ZIARAH /2

Setelah sekian lama kau kembarakan liar
Melayari laut dan jelajah beribu kota
Makan-minum yang lahap menidurkan
Para perempuan yang tak mampu menaklukan ombak
Saat pelayaran siang yang kadang tak melihat matahari
Dan malam-malam tak melihat bintang, dan bulan itu
Kini menceburkan diri di telaga. Tanpa riak dan ombak
Larut dalam pertemuan yang tunggal. Kekhusyukan  antara  aku dan Kau
Ketiadaan yang sebenarnya ada. Keadaan yang kerap ditiadakan
Semuanya lumat dan lebur di sini. Ziarah
Saat merapat di debur ombak

TAHAJUD

karena malam-malam telah mematikanku
dari cahaya yang diberikan Muhammad
dengan malu-malu kutemui kamu
di belantara yang mencekam
 kubersihkan semua panca inderaku
dengan air wudhu, istirahatlah para ponggawa itu
jangan sampai berseteru

persetubuhan denganmu begitu syahdu
merapat nikmat, tanpa sekarat


TERBACA  AYATMU

akhirnya aku dapat melihatmu juga
ketika mencinta, segenap semesta mengangguk setuju
dalam yang gerak dan diam
semua tersirat, seperti dulu
tak cuma di dedaunan dan batu-batu
di setiap ruang dan waktu

akhirnya aku benar-benar melihatmu
ketika mataku kau pinjamkan, atau sebaliknya
kadang aku pun tak melihatmu
ketika cinta itu hilang
bersama cahaya yang kaupadamkan

                            (Pangandaran, September 2012)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar