Oleh : Latifah
Harahap
B
|
erulang-ulang
saya terpikir oleh pertanyaan salah satu dosen saya, yang memberi pertanyaan
tentang konsep “MU” pada puisi Padamu Jua
karya Amir Hamzah. Saya lihat air muka seorang teman yang sedang berpikir
tentang pertanyaan itu. Kelihatannya ia bingung, membuat saya menjadi tertarik
juga untuk menelusurinya.
Seyogyanya konsep Engkau atau Mu
dalam sebuah karya sastra dapat menunjukkan atau bertuju pada konsep manusia, tuhan,
alam, dan makhluk yang sifatnya abstrak. Saya menebak-nebak konsep itu dalam
pikiran dengan menyandingkan latar belakang sang sastrawan.
Amir Hamzah, yang lahir di
Tanjungpura, Langkat, 28 Februari 1911, tumbuh dalam keluarga bangsawan
Kesultanan Langkat, Sumatera Utara sekarang. Kesultanan Langkat adalah salah
satu kerajaan Melayu, yang di awal abad ke-20 merupakan kerajaan paling makmur
berkat dibukanya perkebunan dan ditemukannya tambang minyak di Pangkalan
Brandan.
Amir hamzah merupakan seorang
yang dapat dibilang termasuk religius dalam mencintai tuhannya. Puisi-puisi
Amir Hamzah lahir dari pengalaman dunia batinnya itu yang penuh gejolak dan
guncangan secara ekspresif. Puisi memang mengekspresikan pengalaman seorang
penyair, yang oleh pengalamannya yang dahsyat seringkali terombang-ambing
antara kebahagiaan dan kesedihan, antara suka dan duka, antara kegembiraan dan
kepedihan.
Semua pengalaman dahsyat selalu
mendesak untuk diekspresikan ke sebuah imajiner-imajiner kecil. Dari latar
belakang itu dapat kita sedikit simpulkan bahwa boleh yakin puisi amir hamzah
itu di tujukan untuk tuhan karena kecintaannya pada Tuhannya.
Habis
kikis
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali aku padamu
seperti dahulu
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali aku padamu
seperti dahulu
Dari potongan puisi itu, merupakan habis
kikis segala cintaku hilang terbang, yakni kecintaannya pada dunia yang
sudah terkikis pulang kembali kepada tuhannya seperti dahulu, mungkin ia
sejenak telah melupakan tuhannya dan kembali pada tuhannya.
Kaulah
kandil kemerlap
pelita jendela di malam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu.
pelita jendela di malam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu.
“Kau” lah kandil kemerlap, pelita jendela di malam gelap, berarti Tuhan
yang senantiasa menjadi penerang hidup walaupun pada saat kita sedang dalam
kegelapan dosa atau kekufuran kehidupan, namun Tuhan tetap sabar, setia
menerima kita kembali ke jalan yang benar dengan mengingatnya
Satu
kekasihku
aku manusia
rindu rasa
rindu rupa.
aku manusia
rindu rasa
rindu rupa.
Menandakan bahwa Tuhan merupakan satu-satunya yang tetap menemani di kala
“aku” sedang dalam kehampaan, namun si “aku” merupakan manusia yang rindu akan
rupa Tuhannya walaupun ia tak bisa melihat langsung bias tuhannya, karena hakikatnya
Tuhan tidak bisa kita lihat, sedangkan rindu rasa merupakan kerinduan
“Aku” pada kasih sayang sang pencipta yang mungkin telah ia tinggalkan karena
kehidupan duniawi.
Di mana engkau/rupa
tiada/suara sayup/hanya kata merangkai hati//, si “aku” mencari-cari di mana tuhannya, dia
hanya bisa merangkai sebuah kecintaan pada tuhannya di dalam hati.
Engkau
cemburu
engkau
ganas
mangsa aku dalam cakarmu
bertukar tangkap dengan lepas
mangsa aku dalam cakarmu
bertukar tangkap dengan lepas
Sungguh Tuhan merupakan pencemburu yang paling
hebat, yang tak menginginkan hambanya mencintai lebih dari tuhannya. Engkau
ganas, dalam arti banyak peringatan Tuhan kepada hambaNya yang lalai dan di
jalan yang salah.
Mangsa aku dalam
cakarmu merupakan keinginan “aku” mendapatkan Ridho dari
Tuhan yang maha kuat. Bertukar
tangkap dengan lepas mencerminkan sikap hamba yang harus seimbang antara
kehidupan duniawiah dan kehidupan dengan tuhannya.
Nanar
aku, gila sasar
sayang berulang padamu jua
engkau pelik menarik ingin
serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
menunggu seorang diri
lalu waktu - bukan giliranku
mati hari - bukan kawanku.
sayang berulang padamu jua
engkau pelik menarik ingin
serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
menunggu seorang diri
lalu waktu - bukan giliranku
mati hari - bukan kawanku.
Dari kutipan di atas dapat diambil makna bahwa sayang “Aku” kembali
pada sang penciptanya. Yang menarik hambanya untuk kembali serupa “Dara di balik
tirai” yang sunggu memesona walaupun tak tampak secara langsung. Kasih Tuhan
itu Abadi kepada hambanya dan dengan Mati Lah si “Aku” dapat menemui Cinta nya
atau kekasihnya yaitu tuhan.
Jadi
Konsep “Mu” dalam puisi tersebut bertuju kepada sang khalik kepada tuhannya
yang sungguh abadi. Diperjelas dengan Latar belakang Amir Hamzah yang religius dan taat kepada tuhannya. ***
Penulis
merupakan Mahasiswa FKIP UMSU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar