Cerpen : Lia Elviana
S
|
eorang bayi perempuan lahir pada
hari Kamis pukul 14.23 wib. Ia diberi nama ADELIA
VIANDI PURNAMA, gadis mungil itu buah hati pasangan suami istri yang baru
mempunyai anak pertama. Pasangan ini sangat bahagia mempunyai seorang anak yang
diinginkan sejak lama. Tiga tahun sudah penantian ini telah terwujud, rasa syukur dan bahagia dipancarkan oleh pasangan ini.
VIANDI PURNAMA, gadis mungil itu buah hati pasangan suami istri yang baru
mempunyai anak pertama. Pasangan ini sangat bahagia mempunyai seorang anak yang
diinginkan sejak lama. Tiga tahun sudah penantian ini telah terwujud, rasa syukur dan bahagia dipancarkan oleh pasangan ini.
Dua belas
tahun kemudian, gadis mungil itu sudah menanjak remaja. Ia selalu ceria dan semangat
menjalani hari-harinya. Kini ia sekolah SMP kelas satu. Adel panggilannya, ia
dikenal anak yang ramah dan baik hati. Neneknya selalu mengajarkan berbuat baik
terhadap sesama
manusia. Ajaran neneknya selalu ia bawa sejak kecil.
manusia. Ajaran neneknya selalu ia bawa sejak kecil.
Jam pulang
sekolah, ia selalu pulang tidak pernah terlambat. Ia sangat disiplin dan patuh
terhadap aturan orang tua dan neneknya. Sepulang sekolah, ia membantu neneknya membersihkan
rumah dan menyiapkan makan siang. Di meja makan telah tersaji makanan, tinggal menunggu
kehadiran kedua orang tuanya pulang kerja.
Sudah 2 jam ia
menunggu kehadiran orang tuanya di meja makan, lauk pauk yang hangat menjadi dingin.
Adel menatap keluar, ia berharap orang tuanya datang, ia menelpon berulang kali.
Jawaban orang tuanya sama seperti dulu, ”Makan duluan.”
Meskipun
begitu, Adel tetap menerima apa yang dikatakan orang tuanya. Dengan sedih, ia
makan berdua dengan neneknya. Nenek yang sudah tahu selalu menghibur Adel agar
tidak sedih. Nenek berusaha meyakinkan semua yang dilakukan orang tuanya untuk
masa depanya kelak.
Sikap optimistis
Adel menjadi suatu kebanggaan neneknya. Sejak 6 bulan, Adel diasuh oleh neneknya.
Orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Papanya pulang
hingga larut malam dan mamanya pulang sore. Meskipun berjumpa dengan mamanya,
ia tetap saja tak mengenal persis mamanya.
Adel selalu
menganggap neneknya adalah ibu kandungnya. Sejak Adel diasuh neneknya, ia
memanggil neneknya dengan sebutan mama dan ibunya ia panggil tante. Laun lambat
itu berubah ketika Adel berumur 6 tahun ia sudah mulai mengenal ibu yang
mengandungnya.
Dua tahun
berlalu, Adel yang semakin hari semakin dewasa, sekarang ia kelas 3 SMP, 8
bulan lagi ia akan menghadapi UN. Ia termasuk anak yang cerdas. Setiap semester
mendapat peringkat. Ia terus belajar agar nanti ia lulus UN dan bisa masuk
sekolah favoritnya. Dukungan
dari neneknya adalah motivasi dia unutk menjalani hidup.
dari neneknya adalah motivasi dia unutk menjalani hidup.
Sekolah,
belajar terus menerus telah membuahkan hasil yang baik. Ia telah lulus dengan
nilai yang sangat memuaskan. Tiba saatnya seminggu lagi di sekolahnya akan mengadakan
perpisahan, ia pulang sekolah dengan wajah yang murung. Nenek khawatir terhadap
Adel yang biasanya selalu ceria membuka pintu, akhir-akhir ini Adel terlihat
murung dan tak semangat.
Nenek
menanyakan apa yang terjadi, Adel hanya diam dan menunjukkan
selembaran kertas yang telah kusam di tangannya. Nenek membaca tulisan di kertas itu. Nenek memahami isi hati Adel. Ia berharap saat perpisahan nanti orang tuanya hadir dan merayakan keberhasilannya mendapat nilai yang sangat baik.
selembaran kertas yang telah kusam di tangannya. Nenek membaca tulisan di kertas itu. Nenek memahami isi hati Adel. Ia berharap saat perpisahan nanti orang tuanya hadir dan merayakan keberhasilannya mendapat nilai yang sangat baik.
Hari yang ditunggu
telah datang. Dengan wajah murung, Adel melangkahkan kaki menuju sekolah. Adel
didampingi neneknya. Di perjalanan, Adel menanyakan kepada nenek. “Apakah
mereka akan datang untukku, Nek ?”
Neneknya tersenyum.
Sepanjang perjalanan Adel tidak dapat jawaban yang pasti dari
neneknya. Sesampai di sekolah, langkah demi langkah ia tempuh, kebahagiaan yang dilihat dari teman-temannya membuat semakin hancur perasaannya. Dadanya sesak. Isak tangisnya tak tertahan lagi. Neneknya memeluk Adel agar kesedihannya tidak berlanjut.
neneknya. Sesampai di sekolah, langkah demi langkah ia tempuh, kebahagiaan yang dilihat dari teman-temannya membuat semakin hancur perasaannya. Dadanya sesak. Isak tangisnya tak tertahan lagi. Neneknya memeluk Adel agar kesedihannya tidak berlanjut.
Satu jam
kemudian, kata sambutan dari kepala sekolah dan stafnya telah selesai. Sekarang
penghargaan kepada siswa yang berprestasi. Adel urutan pertama mendapatkan
penghargaan. Kepala sekolah memberi sambutan terhadapnya. Adel berjalan menuju
pentas. Adel berpidato, ia mengungkapakan isi hatinya.
“Saya ucapkan
terima kasih kepada nenek saya, yang telah memberi dukungan dan
semangat saya untuk menggapai apa yang saya cita-citakan. Nenek adalah ibu saya, tongkat pegangan saya untuk meniti kehidupan ini. Saya sangat bahagia mempunyai nenek yang selalu sabar menghadapi saya.
semangat saya untuk menggapai apa yang saya cita-citakan. Nenek adalah ibu saya, tongkat pegangan saya untuk meniti kehidupan ini. Saya sangat bahagia mempunyai nenek yang selalu sabar menghadapi saya.
Sejak kecil
saya diasuh olehnya, meski ia sudah tua, ia tetap kuat menghadapi saya. Piala
ini akan saya berikan kepada nenek saya. Saya sangat mencintai nenek saya.
Mungkin kalian
bertanya-tanya kenapa dari tadi saya terus bercerita tentang nenek saya, di dalam benak kalian pasti bertanya ke mana orang tua saya.
bertanya-tanya kenapa dari tadi saya terus bercerita tentang nenek saya, di dalam benak kalian pasti bertanya ke mana orang tua saya.
Orang tua saya
tidak peduli dengan saya. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Kalian beruntung
mendapat orang tua yang sangat memperhatikan kalian dari kecil hingga sekarang,
sedangkan saya tidak. Hanya nenek yang berperan jadi orang tua saya. Saya
bahagia meski tanpa kasih sayang orang tua yang utuh, saya berharap para orang tua
tidak mengabaikan anaknya seperti saya.”
Tetesan air
mata Adel tak terbendung lagi, hingga ia selesai berpidato. Semua orang tua melihat
kesedihan Adel. Ia berusaha tetap tegar menghadapi semuanya. Acara perpisahan
telah selesai, Adel dan nenek meninggalkan sekolah dan pulang ke rumah. Tengah
malam nenek melihat Adel yang tertidur lelap. Nenek menangis. Ia tahu persis
cucu satu-satunya ini sangat
terpukul oleh tingkah laku orang tuanya.
terpukul oleh tingkah laku orang tuanya.
Keesokan
harinya, ia melihat kejutan dari orang tuanya. Orang tuanya memberi ucapan kepada
Adel dan memberi hadiah. Adel yang biasanya selalu senang bisa berkumpul di pagi
hari apalagi lengkap dengan orang tuanya kini, menjadi kesedihan. Di meja makan,
Adel hanya diam dan tidak memedulikan orang tuanya.
Mama Adel
bertanya kenapa Adel seperti ini. Dengan satu kalimat, Adel menjawab, “Aku anak
siapa?”
Orang tua dan
nenek Adel kaget mendengar ucapan Adel. Mamanya menjawab, “Adel anak papa dan
mama, Adel anak kandung Mama.”
“Bohong! Saya
tidak pernah lahir dari rahim Anda.” Adel menangis dan lari ke kamar, Adel
membanting vas bunga. Ia buang buku-bukunya di lantai. Ia sedih bahwa selama
ini telah disia-siakan. Hingga orang tuanya sedih melihat tingkah Adel.
Neneknya
menceritakan kejadian sejak ia kecil dan acara perpisahan di sekolah. Orang tuanya
terdiam membisu, merenungi kesalahannya. Mereka berusaha membujuk Adel agar ke luar
dari kamar.
Sudah tiga
hari, Adel tidak ke luar dari kamar. Orang tua dan nenek khawatir akan kondisi Adel. Mamanya
mengetuk-ngetuk pintu kamar tapi tidak ada jawaban. Kegelisahan neneknya
semakin tak berujung. Ia menyuruh papa Adel mendobrak pintu kamar.
Tak berapa
lama kemudian, pintu kamar Adel terbuka. Orang tuanya melihat seluruh isi kamar
berantakan. Ia memanggil nama Adel, tapitak ada jawaban.
Neneknya
menemukan surat di atas meja belajarnya.
“Dear Mama, Papa, dan Nenek, maaf Adel harus pergi. Adel bukan anak papa
dan mama. Selama ini Adel hanya anak yang tak berguna dan tak dianggap. Adel
nggak sanggup lagi menerima tingkah laku mama dan papa. Selama ini Adel selalu
berusaha sabar, tetapi kali ini Adel nggak sanggup. Adel malu sama teman-teman Adel.
Dari SD, Adel dijuluki anak angkat, anak yang tak jelas asal usul. Adel selalu
diejek dan dikucilkan. Adel nggak bisa kayak gini terus. Maaf, Adel harus
pergi. Mama, papa, nenek, Adel sayang kalian.”
Setelah membaca
surat itu, nenek Adel pergi mencari seisi kamar dan ia menemukan Adel di kamar
mandi. Ia melihat sang cucu membeku tak bernyawa lagi di bak mandi. Nenek Adel
pingsan. Setelah tiga minggu koma dirawat rumah sakit, nenekAdel
meninggal menyusul Adel.
Penyesalan orang
tua Adel kini menjadi tak bertepi. Anak yang ia inginkan sejak lama telah ia
sia-siakan semasa hidupnya. Seumur hidup mereka selalu dihantui rasa bersalah,
hingga akhirnya mereka bertengkar dan bercerai. ***
Penulis adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP UISU Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar