Jumat, 30 Agustus 2013

Teater Mutakhir (Sabtu, 20 Juli 2013)



S
ituasi mutakhir teater Indonesia tidak terlepas dari pertumbuhan berbagai bentuk eksperimentasi teater. Jakob Sumardjo menandai periode teater mutakhir sebagai generasi kedua zaman keemasan teater Indonesia setelah generasi Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI). Periode ini berlangsung bermula dari didirikannya Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta tahun 1968 hingga tahun 1988.
Dua puluh tahun perkembangan teater mutakhir membentuk banyak sekali kelompok teater. Standard yang kemudian mengakar adalah siapapun yang bisa bermain di panggung TIM, kelompok teater tersebut otomatis diakui sebagai bagian dari perkembangan teater Indonesia. Alhamdulillah, saya beserta kelompok teater dari Medan pernah mengusung lakon teater di TIM itu (1995) maupun Gedung Kesenian Jakarta (2003).            
Saya bersepakat, generasi terakhir teater mutakhir adalah kelompok teater yang membawakan gaya teater primitif. Teater total. Teater yang tidak dikebiri oleh bahasa verbal. Kelompok teater tumbuh bersamaan dengan jargon-jargon bahasa yang ditembakkan oleh pemerintah Orde Baru kepada seluruh elemen masyarakat.
Kelompok teater yang pernah menonjol adalah Teater SAE, Teater Kubur, Teater Payung Hitam, Teater API Surabaya, dan Teater Que Medan. Mereka menawarkan cara-cara pencarian, penggalian, dan pengucapan tematik teater yang cenderung tidak dinaskahkan.
Artinya, teks tertulis yang menjadi titik berangkat ke arah perwujudan pertunjukan lebih banyak hanya berupa cuplikan, kepingan teks, atau adonan dari berbagai ekspresi teks yang sumber-sumber estemiknya tidak saling berkaitan.           
Teater mutakhir ingin menegaskan bahwa pada tubuh teater ada keinginan untuk menyampaikan sebuah narasi yang jamak (tidak tunggal) sambil menggali idiom-idiom artistik yang lebih natural. Penjadian teater beralih dari sekadar menemukan makna sebuah pertunjukan menjadi sebentuk puisi. Pertunjukan teater bukan untuk dipikirkan, tetapi dirasakan. Teater menawarkan pada penontonnya sebentuk teror, juga muatan filosofis.           
Begitulah teater mutakhir. Kehadiran teater mutakhir justru membawa penonton terlibat di dalamnya. Teater jenis ini sudah bisa disebut sebagai teater yang menjadi bersama sutradara, aktor, dan penontonnya, tetapi tidak menawarkan bahasa verbal sebagai salah satu elemen.
Kita tahu bahwa penonton teater masih perlu dengan bahasa verbal karena dengan bahasa itulah mereka dapat berkomunikasi. Ketika pencarian idiom-idiom komunikasi tanpa bahasa verbal sudah selesai, selesai pulalah kelompok teater itu. Dalam arti tidak produktif lagi.            
Teater Indonesia kembali mengalami kemandekan berkarya. Sepertinya teater sudah selesai sampai bentuk teater mutakhir tersebut. Lalu akan seperti apa lagi teater Indonesia ke depan? Jika dibiarkan terus, kemungkinan terbesar, penonton teater akan meninggalkan tempat duduknya. Karena di panggung sudah tidak ada lagi alternatif untuk keluar dari keseharian yang begitu menjemukan, begitu manipulatif.      
Dalam keadaan seperti ini, rasanya patut kita comot kembali pendapat Asrul Sani (Surat-surat Kepercayaan. 1997: 289). Bahwa, teater harus memberikan alternatif pencarian yang terus-menerus bagi pengarang (sutradara), pemain, dan penontonnya.
Penonton kita adalah manusia yang sibuk mencari orientasi baru dan menentukan situasinya sendiri. Kita harus melihat  manusia sebagai suatu keutuhan yang setiap waktu terancam oleh sesuatu yang tidak ia kenal dalam perjuangan besarnya untuk mempertahankan eksistensi. Inilah tema yang pertama dan terakhir drama yang baik. Yang kita perlukan bukan teater dengan konsep tertentu, tapi teater yang baik. Hanya dengan begini ia akan jadi milik zamannya dan penontonnya. ***
      


Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar