Sabtu, 08 Juni 2013

The Deepest Anak Medan


Oleh : Luri Dlt


I
ndonesia dikenal dengan budayanya yang kaya, memiliki keanekaragaman dan keunikan dalam karya yang diciptakannya. Hal itu dapat dilihat dari adanya berbagai kreasi anak bangsa, seperti nyanyian, tarian, juga termasuk drama yang kemudian dipopulerkan dengan perfilman yang diangkat dari berbagai karya sastra, seperti cerpen dan novel yang semakin hari semakin berkembang.
Perkembangan tersebut dibuktikan dengan beredarnya berbagai jenis buku sastra (puisi, cerpen, dan novel) di toko-toko buku. Jika dilihat dari aktivitas perjalanan, perfilman hanya meruang pada kota-kota besar atau yang disebut dengan metropolitan, seperti Jakarta yang menjadi pusatnya, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung.
Sebenarnya, Medan juga termasuk kota metropolitan, hanya saja tidak seperti Jakarta. Semakin maraknya dunia perfilman, rupanya Medan juga turut memeriahkan dengan mulai memroduksi film-film yang dilakoni oleh anak Medan sendiri.
The Deepest salah satu film yang baru saja dipertontonkan pada 11-12 Mei di Taman Budaya, telah menarik perhatian pecinta seni. Bayangkan saja! Dalam satu hari itu The Deepest ditayangkan  tiga kali, dari pukul 11.00 dan berlanjut sampai pukul 20.30 malam. The Deepest yang dilakoni oleh Budi Jhora sebagai pemeran utama, Rika dengan nama samaran Kenia sebagai kekasihnya, dan dr. Daniel Irawan sebagai dokter yang menangani penyakit Budi Jhora yanng disebut dengan nama Pandu.
Saat itu dihadiri oleh pelajar, mahasiswa, seniman Medan, dan ada juga beberapa orang tua yang membawa anaknya untuk menyaksikan film tersebut. Sayang sekali jika Anda tidak termasuk di dalamnya. Barangkali muncul pertanyaan, mengapa saya mengatakan demikian, dan sejauh mana keistimewaan film tersebut? Karena, saya termasuk salah satu dari sekian banyak penonton yang memilih posisi duduk di depan agar dapat lebih menikmati film tersebut. Menurut saya, The Deepest film by Onet Adithia Rizlan telah berhasil membuat penonton merasa takut sebagai film horor.
Pandu yang menjadi pemeran utama memiliki kepiawaian dalam berekspresi sebagai manusia yang terkadang berubah seperti hantu pencakar manusia. Hal itu dapat dubuktikan ketika Pandu mulai berubah dan ingin mencari mangsa pada saat malam hari di sekitar kampusnya yang banyak ditumbuhi pohon-pohon yang menyeramkan.
Tubuhnya yang telah berbalut darah, mata mulai lebam dengan ekspresinya yang menyerupai hantu yang sangat menakutkan, ditambah lagi Afindi yang memberikan penataan komposisi musik yang memberikan kesan horor, seakan kita diajak untuk merasakan keterlibatan dalam irama yang menakutkan.
Itulah sebabnya mengapa saya mengatakan rugi kepada Anda yang tidak ikut melihatnya. Belum lagi ciri khas bahasa Medannya yang menunjukkan bahwa film tersebut berasal dari karya anak Medan. Terkadang memang terdengar lucu dan aneh dengan dialek bahasanya, tapi itulah salah satu keunikannya.
Namun, keistimewaan yang saya sebutkan di atas bukan berati menunjukkan film The Deepest tersebut sudah bagus. Banyak juga yang saya sesalkan dalam film The Deepest ini, seperti pemilihan pemain yang belum mengenai sasaran, penghayatan, latar, dan adegan-adegan hayalan yang menurut saya terlalu lama disorot.
Yang kita ketahui sosok polisi sangat tegas, bertubuh tegap, dan bijaksana betolak belakang dengan pemainnya. Dapat dilihat saat pak polisi melihat Pandu yang mengejar Kenia untuk menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Seharusnya, apabila pak polisi tersebut ingin mendatangi tempat kejadian, ia membawa anggotanya dan bertindak cepat, bukan sendirian. Bengong seketika melihat kejadian yang menyeramkan tersebut. Demikian dengan sosok dokter yang merokok, berbadan kurus dan kurang memiliki wibawa. Papa Kenia yang menurut saya grogi atau canggung dan salah dalam menggunakan bahasanya.
Saat Papa Kenia pertama kali disorot dan tiba-tiba saja berkata, “Papa pergi dulu, Kenia” dengan nada yang datar tanpa ekspresi apa-apa. Menurut saya, akan lebih baik ia berkata, “Kenia, papa pergi dulu ya,” terdengar lebih enak dan lebih menunjukkan sedikit kasih sayang dan bahasa yang lebih tepat.
Pun, Kenia yang belum sepenuhnya menghayati kesedihan karena sikap Pandu kekasihnya yang berubah menjadi aneh dan tidak peduli lagi padanya. Saat Kenia mendapati Pandu di rumahnya dengan tubuh yang penuh darah, Kenia hanya berkata, “Pandu kau kenapa?” tanpa tindakan dan ekspresi yang mengkhawatirkan. Kenia mendekati dan mengeluarkan amarahnya, padahal ia belum mengetahui penyebab keadaan Pandu sebenarnya. Harusnya, Kenia menunjukkan kepeduliannya dan terkejut saat melihat kekasihnya seperti itu.
Kemudian, latar yang menurut saya kekurangan tokoh pembantu, seperti Kafe yang pengunjungnya hanya Pandu dan Kenia, RS yang selalu hening tanpa terlihat kesibukan seperti RS biasanya. RS yang hanya ada seorang dokter dan sekretarisnya saja. Tidak terlihat adanya pasien, suster atau perawat, dan pengunjungnya. Lalu, perpustakaan yang di dalamnya hanya Pandu, Kenia, dan pengurusnya. Ditambah lagi Kenia dan Pandu sebagai mahasiswa, mereka sama sekali tidak memiliki teman dekat maupun teman jauh.
The Deepest yang merupakan film horor dan yang saya tangkap dari film tersebut adalah kesengajaan penulis naskah dengan memberikan suatu ilmu atau pengajaran bahwa dari makanan yang kita konsumsi secara sembarangan juga dapat menimbulkan suatu penyakit yang dapat membahayakan keselamatan orang lain.
Seperti halnya Pandu sebagai pemeran utama dalam film The Deepest yang awalnya sehat dan bertindak seperti layaknya manusia lambat laun ia bisa berubah seketika menjadi manusia yang menginginkan darah manusia. Hal itu terjadi akibat makanan yang ia makan selama ini tidak sesuai dengan kesehatan. ***


 

Luri Dlt alias Suriati Dalimunte lahir di Kampungsipirok, Pasaman Barat, Sumatera Barat, 8 Februari 1990. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU ini tinggal di Jalan Bersama Gang Seroja Nomor 2  Medan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar