Minggu, 02 Juni 2013

Feminisme : Antara Ekonomi dan Rumah Tangga

 

F
EMINISME dalam studi Antropologi Ekonomi mulai mendapatkan tempatnya mengiringi terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia (2002 : 192). Perubahan yang berlangsung telah membawa pula pada terjadinya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia, antara lain ditandai semakin kuatnya tuntutan pada kehidupan yang lebih demokratis dan perlakuan yang adil terhadap hak-hak asasi manusia.
            Para ahli ekonomi aliran neoklasik modern mempunyai pandangan bahwa kegiatan ekonomi pasar tidak ada hubungannya sama sekali dengan kegiatan rumah tangga. Meskipun kebutuhan konsumsi rumah tangga secara domestik menyatu dalam kegiatan ekonomi pasar, kegiatan rumah tangga dan keluarga tetap dipandang bukan sebagai ekonomi.  Kalaupun perempuan terlibat langsung dalam produksi dalam rumah tangga, itu tidak dipandang sebagai pekerjaan yang bersifata ekonomi.
            Syafri Sairin dkk (ibid, hal. 195) menyebutkan, ketika kegiatan industri mulai merambah dalam kehidupan masyarakat, rumah tangga mulai dipandang tidak berkaitana sama sekali dengan kegiatan ekonomi. Dalam masyarakat industri, laki-laki dipandang sebagai satu-satunya aktor dalam proses produksi. Ketika industrialisasi masih berada dalam tahap-tahap aawal perkembangannya, masih terbatas pada pertambangan dan pabrik, hanya atenaga laki-laki yang dibutuhkan sebagai tenaga kerja. Sifat pekerjaan industri pada saat itu membutuhkan tenaga fisik yang kuat, dan secara kultural hal itu hanya dimiliki oleh laki-laki.
Kaum perempuan karena dipandang lebih lemah fisiknya daripada laki-laki, ditempatkan untuk melakukan pekerjaan di sekitar rumah tangga. Kegiatan yang dilakukan dalam rumah tangga cenderung dianggap sebagai kegiatan non-ekonomi, karena yang utama tugas perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga. Tugas-tugas rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, membersihkan rumah, melakukan kegiatan yang berhubungan dengan reproduksi atau konsumsi dipandang sebagai kegiatan yang non-ekonomi.
Kaum feminisme tentu saja berusaha untuk meluruskan persepsi dan pandangan yang demikian itu dan berusaha menunjukkan bahwa kaum perempuan memberikan konstribusi yang signifikan dalam kegiatan ekonomi meskipun mereka menyandang status ibu rumah tangga. Berbagai studi tentang kontribusi perempuan dalam kehidupan rumah tangga telah dilakukan di berbagai tempat. Hasil studi itu memperlihatkan bagaimana ibu-ibu rumah tanga tersebut memberikan konstribusi yang sangat penting dalam kehidupan rumah tangganya.
Garnsey  via Giddens dan Held (1982 : 471) berpendapat, tidak adillah menuliskan aktivitas dan sikap perempuan hanya seakan-akan mencerminkan apa yang dikerjakan laki-laki di dalam keluarga. Menurutnya, di dalam pasar tenaga kerja, perempuan cenderung tersisihkan ke sektor skunder. Sebabnya tidak diragukan lagi, termasuk prasangka langsung laki-laki terhadap pekerja perempuan serta sederetan faktor lain yang membatasi partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Keterlibtan perempuan dalam pekerjaan rumah tangga yang tidak berupah, seperti mengurus rumah tangga dan memelihara anak, adalah bagian analisa skunder dari Garnsey.
Antony Giddens dan David Held (ibid, hal. 479) melakukan analisisnya dengan menggunakan teori stratifikasi. Pendekatan dominan dalam studi stratifikasi ini adalah memandang sistem pekerjaan sebagai rangka-kerja yang di dalamnya terdapat individu dan kelompok-kelompok serta mengikuti perkembangannya menurut hierarki keterampilan dan ganjaran yang dicerminkannya. Menurut Giddens dan Held, struktur pekerjaan, yang membentuk “tulang punggung” sistem ganjaran, termasuk posisi yang diisi oleh perempuan, tetapi ganjaran sosial dan ekonomi yang tersedia untuk kebanyakan perempuan berbeda dari yang diperoleh kebanyakan laki-laki dari posisi pekerjaan mereka.
Giddens dan Held juga menyebutkan, urgensi teknologi tidak dapat dinyatakan sebagai faktor otonom, yang tidak berkaitan dengan masalah kesempatan kerja. Tingkat upaha dan kesempatan kerja dipengaruhi oleh lemahnya posisi tawar-menawar kebenyakan pekera perempuan, berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga mereka yang tidak dibayar.  Hasil pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan rumah tangga dan pemeliharaan anak inilah yang menentukan struktur upah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Karena kaitan antara biaya tenaga kerja dan insentif untuk  memperkenalkan penemuan teknologi, maka penawaran tenaga kerja perempuan dengan tingkat upah yang relatif rendah merupakan satu faktor yang mempengaruhi keputusan dalam investasi.
Dalam studi stratifikasi itu, Giddens dan Held membuat tesis, persediaan tenaga kerja perempuan memengaruhi cara-cara mengubah proses kerja dan dengan demikian menentukan perubahan dalam struktur pekerjaan. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di dalam rumah tangga dan pasar tenaga kerja adalah satu faktor yang memberikan sumbangan terhadap ketimpangan kondisi dan kesempatan yang menentukan, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Bukan semata-mata karena perbedaan jenis kelamin mereka, tetapi karena sebagai anggota dari masyarakat berkelas. ***



Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar