Aku Tak Bisa Melupakan Engkau,
Jarum Patah Kau Jadikan Peniti
Oleh : Abdurrahman
S
|
ulaiman Sambas, sastrawan dari Kota
Kerang, Tanjungbalai. Kini, ia menjalani hidupnya dengan bersahaja
sembari mereguk manisnya madu seni sastra. Tinggal di rumah yang sederhana di
kawasan Tembung, Percut Sei Tuan, Deliserdang, tak membuatnya mengeluh. Ia pun
terus berkarya.
“Karya sastra,
bagi saya, sebuah seni yang membuat seseorang lebih leluasa menyampaikan
aspirasi,” ujarnya di awal bincang sore, akhir Agustus 2013.
Sastrawan
kelahiran 27 Juni 1945 ini kemudian berkisah tentang masa mudanya, yang
kesemuanya bergelayut di ranah sastra. Ya, sosok inilah pendiri
Kelompok Sastrawan Kembang Karang Tanjungbalai pada 16 Juli 1967.
Ia
juga menambahkan, lewat karya sastra bisa dilakukan pembentukan maupun
pembenahan karakter anak bangsa. Karena, sastra itu sendiri lahir dari
kehidupan manusia. Seseorang akan lebih terangsang membaca, ketika untaian
kalimat itu indah dan sarat.
Dunia
sastra baginya, adalah upaya menyajikan sesuatu atau hal yang biasa menjadi
luar biasa. Apalagi bisa menjadi pencerahan bagi pembacanya. Untuk itu, bagi
pelaku dunia sastra, selain talenta, hal yang harus dilakukan adalah dengan
banyak membaca karya orang lain. Hal itu akan menambah khasanah dan mutu
tulisan ketika dinikmati pembaca.
Disinggung
mengenai model karya sastra zaman dahulu dan sekarang, menurut pendapatnya,
terlihat perbedaan jelas. Kalau karya dahulu, sifatnya konvensional. Alurnya
banyak lurus, mengungkapkan atau bercerita sedetail mungkin. Sedangkan karya
sastra masa kini, dominan bersifat kontemporer. Banyak karya sastra yang tak
tunduk pada alur, sehingga terkesan absrud.
“Mungkin
karena penulisnya tidak sempat merenung, sehingga lahir karya-karya absurd,”
ujarnya sambil tersenyum. Tapi walaupun demikian, mengenai penilaian karya
sastra itu bersifat relatif. Tergantung penulisnya, cara menuangkan gagasannya
kemudian pembacanya. Baik menurut si A belum tentu dengan si B.
Secara
pribadi, selama bergelut di dunia sastra, Sulaiman Sambas menemukan ketenangan
batin dan kepuasan tiada tara. Apalagi jika pembaca begitu terhanyut akan
tulisannya. Bahkan, Damiri Mahmud, juga seorang sastrawan nasional asal
Sumatera Utara terpesona pada salah satu kalimat dalam sajak Sulaiman Sambas.
“Aku Tak Bisa Melupakan Engkau, Jarum Patah Kau Jadikan Peniti”.
Begitulah
Sulaiman Sambas punya cerita. Lantas bagaimana dengan Anda? (***)
Penulis menetap di Tanjungmorawa, Deliserdang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar