Rabu, 30 Oktober 2013

Teater Kampus (Sabtu, 21 September 2013)






K
OTA Medan dalam waktu dekat menjadi tuan rumah Pertemuan Teater Mahasiswa Nasional (Temu Teman). Ini tentunya merupakan kesempatan emas bagi aktivis teater kampus untuk menunjukkan kebolehannya beraksi di atas panggung. Sebagai seorang yang pernah terlibat aktif di teater kampus, saya tentu sangat menyambut baik ini.
Jumlah teater kampus yang aktif di Indonesia, konon berkisar 300 kelompok. Tersebar di seluruh perguruan tinggi se-Indonesia baik swasta maupun negeri. Di Jakarta sendiri terdapat 30 kelompok teater kampus yang aktif secara rutin membuat pertunjukan teater setiap tahun.
Di wilayah Bandung, Surabaya, Malang, Solo, Yogya, Malang, Padang, Makassar, Jambi, Palembang, Padang, Medan dll juga terdapat minimal lima kelompok teater kampus.  Malah di sejumlah kota, hanya kelompok teater kampus yang mengisi daftar pangkalan data dewan kesenian provinsi.
Di Medan, Teater LKK Universitas Negeri Medan, Teater ‘O’ Universitas Sumatera Utara, Teater Sisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Teater Alin IAIN Sumatera Utara, Teater Arca 52 Institut Teknologi Medan, Teater SH’82 Fakultas Hukum (UMSU), Teater Bahtera FKIP UMSU, merupakan contoh beberapa di antaranya.
Program yang diselenggarakan Teater Kampus tidak hanya dalam bentuk pertunjukan teater. Sejumlah Teater kampus seringkali menyelenggarakan even penting yang menjadi bagian dari semangat berkeseniannya, seperti ; festival baca puisi, festival musikalisasi puisi, workshop teater, diskusi budaya, latihan alam, festival teater tingkat SMU dll.
Hampir di setiap kota provinsi aktivis teater kampus membangun jaringannya secara volunteran, seperti KOTEKA (forum komunitas teater kampus Jakarta) atau KOTAK (Komunitas Teater Anak Kampus) Medan. Adapun forum teater kampus tingkat nasional berlangsung rutin setiap tahun dan dua tahun; Peksiminas, TEMU TEMAN, dan Festival Teater Mahasiswa Nasional (FESTAMASIO).
Dua kegiatan terakhir sudah berlangsung mandiri selama 12 tahun dan diselenggarakan secara bergilir oleh kelompok teater kampus yang ditunjuk oleh peserta dalam penyelenggaraan sebelumnya.
Perkembangan teater Indonesia tak lepas dari modal dasarnya; daya tahan dan mutu karya generasi penerusnya. Kampus dan teater kampus dalam sejarah panjangnya menjadi kontributor utama bagi perkembangan regenerasi teater di Indonesia. Mayoritas teaterawan modern Indonesia paling tidak pernah mencicipi bangku kuliah walaupun tidak terlibat aktif membangun komunitas teater di kampusnya, antara lain Rendra, arifin C.Noer, Putu Wijaya, Akhudiat, Dindon, Ags Dipayana, Niniek L. Karim, Radhar Panca Dahana, dll.
Adapun sejumlah teaterawan yang masih konsisten sejak mula berteater di bangku kuliah dan terlibat aktif di teater kampusnya, antara lain; Nandang Aradea, Gusjur, Wawan Sofwan (IKIP Bandung), Iswadi Pratama (UNILA), Yudhi Tajuddin, Gunawan Maryanto (UGM), Hamdi Salad (UIN Yogya), Yusril Katil (UNAND), Sir Ilham (UIN Jakarta), Abdi (UNHAS), Thompson HS (USU), dll.
Dari mereka, pelaku teater kampus dapat mengambil pelajaran dari cara menyikapi persoalan yang mereka hadapi selama bergulat di dalam kampus. Sejak mula berteater di kampus, mereka telah membuka pergaulan yang baik dan kreatif dengan masyarakat kampus, juga menjadikan mitra seniman senior di luar kampus.
Hingga pada masanya, meski kampus tidak dapat lagi mengakomodir kehadirannya, mereka telah eksis dan pede sebagai seniman teater. Apakah dengan cara membawa grup kampusnya ke luar bersama dirinya seperti yang dilakukan Yudi Tajudin cs dengan teater Garasi, atau sebagai individu yang mendirikan grup baru seperti yang dilakukan Wawan Sofwan.
Lingkungan kampus yang membangun daya pikir obyektif dan kritis menjadi tanah subur bagi para pelaku untuk melangsungkan proses kreatifnya. Sejalan dengan semangat perguruan tinggi sebagai agen perubahan, dunia kesenian (teater) pun mensyaratkan upaya setiap pelakunya untuk menjadi diri yang mandiri yang penuh gagasan kreatif dan inovatif, segar dalam menyikapi dinamika diri dan keadaan sosial, melalui latihan dasar berupa olah imajinasi, olah rasa/sukma, olah ruang, olah piker, dan olah tubuh.
Karya pertunjukan sebagai salah satu produk kebudayaan intelektual bukan menjadi akhir dari proses, tapi lebih dari itu menjadi bagian dari proses itu sendiri untuk menjadi manusia yang bahagia, bermanfaat bagi masyarakat, sejatinya. Teater kampus memiliki modal awal yang baik sebagaimana yang tergambar di atas.
Wajar, bila harapan akan masa depan teater indonesia bertumpu padanya. Sebagai kelompok yang dinaungi lingkungan kampus yang heterogen, dia tumbuh dengan fasilitas yang ada, dinamika perbedaan pendapat dan keragaman latar belakang anggota masyarakatnya.
Modal lingkungan yang baik dan semangat belajar kepada seniman senior yang visioner, membuat teater kampus akan tumbuh berkembang sebagai “kawah candra di muka” yang baik.
Selain akan memproduksi teaterawan-teaterawan yang tangguh yang akan mengisi putaran regenerasi teater Indonesia, sebagai grup, teater kampus akan tetap bertahan dalam habitatnya yang tersegarkan oleh hubungan sinergis antara pelakunya dan seniman di luar lingkungan kampus.
Seperti dua mata uang, teater kampus pada satu sisi dapat hadir sebagai satu entitas kegiatan seni mahasiswa yang dapat mewarnai gerakan kultural di lingkungan kampus. Begitulah. Mari kita songsong Temu Teman di Medan dengan suka cita. Bravo! ***

      

Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar