K
|
OTA Medan dalam waktu dekat menjadi tuan rumah Pertemuan
Teater Mahasiswa Nasional (Temu Teman). Ini tentunya merupakan kesempatan emas
bagi aktivis teater kampus untuk menunjukkan kebolehannya beraksi di atas
panggung. Sebagai seorang yang pernah terlibat aktif di teater kampus, saya
tentu sangat menyambut baik ini.
Jumlah teater
kampus yang aktif di Indonesia, konon berkisar 300 kelompok. Tersebar di
seluruh perguruan tinggi se-Indonesia baik swasta maupun negeri. Di Jakarta
sendiri terdapat 30 kelompok teater kampus yang aktif secara rutin membuat
pertunjukan teater setiap tahun.
Di wilayah
Bandung, Surabaya, Malang, Solo, Yogya, Malang, Padang, Makassar, Jambi,
Palembang, Padang, Medan dll juga terdapat minimal lima kelompok teater kampus.
Malah di sejumlah kota, hanya kelompok
teater kampus yang mengisi daftar pangkalan data dewan kesenian provinsi.
Di Medan, Teater
LKK Universitas Negeri Medan, Teater ‘O’ Universitas Sumatera Utara, Teater
Sisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Teater Alin IAIN Sumatera Utara,
Teater Arca 52 Institut Teknologi Medan, Teater SH’82 Fakultas Hukum (UMSU),
Teater Bahtera FKIP UMSU, merupakan contoh beberapa di antaranya.
Program yang
diselenggarakan Teater Kampus tidak hanya dalam bentuk pertunjukan teater.
Sejumlah Teater kampus seringkali menyelenggarakan even penting yang menjadi
bagian dari semangat berkeseniannya, seperti ; festival baca puisi, festival
musikalisasi puisi, workshop teater, diskusi budaya, latihan alam, festival
teater tingkat SMU dll.
Hampir di setiap
kota provinsi aktivis teater kampus membangun jaringannya secara volunteran,
seperti KOTEKA (forum komunitas teater kampus Jakarta) atau KOTAK (Komunitas
Teater Anak Kampus) Medan. Adapun forum teater kampus tingkat nasional
berlangsung rutin setiap tahun dan dua tahun; Peksiminas, TEMU TEMAN, dan
Festival Teater Mahasiswa Nasional (FESTAMASIO).
Dua kegiatan
terakhir sudah berlangsung mandiri selama 12 tahun dan diselenggarakan secara
bergilir oleh kelompok teater kampus yang ditunjuk oleh peserta dalam
penyelenggaraan sebelumnya.
Perkembangan
teater Indonesia tak lepas dari modal dasarnya; daya tahan dan mutu karya
generasi penerusnya. Kampus dan teater kampus dalam sejarah panjangnya menjadi
kontributor utama bagi perkembangan regenerasi teater di Indonesia. Mayoritas
teaterawan modern Indonesia paling tidak pernah mencicipi bangku kuliah
walaupun tidak terlibat aktif membangun komunitas teater di kampusnya, antara
lain Rendra, arifin C.Noer, Putu Wijaya, Akhudiat, Dindon, Ags Dipayana, Niniek
L. Karim, Radhar Panca Dahana, dll.
Adapun sejumlah
teaterawan yang masih konsisten sejak mula berteater di bangku kuliah dan
terlibat aktif di teater kampusnya, antara lain; Nandang Aradea, Gusjur, Wawan
Sofwan (IKIP Bandung), Iswadi Pratama (UNILA), Yudhi Tajuddin, Gunawan Maryanto
(UGM), Hamdi Salad (UIN Yogya), Yusril Katil (UNAND), Sir Ilham (UIN Jakarta),
Abdi (UNHAS), Thompson HS (USU), dll.
Dari mereka,
pelaku teater kampus dapat mengambil pelajaran dari cara menyikapi persoalan
yang mereka hadapi selama bergulat di dalam kampus. Sejak mula berteater di
kampus, mereka telah membuka pergaulan yang baik dan kreatif dengan masyarakat
kampus, juga menjadikan mitra seniman senior di luar kampus.
Hingga pada
masanya, meski kampus tidak dapat lagi mengakomodir kehadirannya, mereka telah
eksis dan pede sebagai seniman teater. Apakah dengan cara membawa grup
kampusnya ke luar bersama dirinya seperti yang dilakukan Yudi Tajudin cs dengan
teater Garasi, atau sebagai individu yang mendirikan grup baru seperti yang
dilakukan Wawan Sofwan.
Lingkungan
kampus yang membangun daya pikir obyektif dan kritis menjadi tanah subur bagi
para pelaku untuk melangsungkan proses kreatifnya. Sejalan dengan semangat
perguruan tinggi sebagai agen perubahan, dunia kesenian (teater) pun
mensyaratkan upaya setiap pelakunya untuk menjadi diri yang mandiri yang penuh
gagasan kreatif dan inovatif, segar dalam menyikapi dinamika diri dan keadaan
sosial, melalui latihan dasar berupa olah imajinasi, olah rasa/sukma, olah
ruang, olah piker, dan olah tubuh.
Karya
pertunjukan sebagai salah satu produk kebudayaan intelektual bukan menjadi
akhir dari proses, tapi lebih dari itu menjadi bagian dari proses itu sendiri
untuk menjadi manusia yang bahagia, bermanfaat bagi masyarakat, sejatinya.
Teater kampus memiliki modal awal yang baik sebagaimana yang tergambar di atas.
Wajar, bila
harapan akan masa depan teater indonesia bertumpu padanya. Sebagai kelompok
yang dinaungi lingkungan kampus yang heterogen, dia tumbuh dengan fasilitas
yang ada, dinamika perbedaan pendapat dan keragaman latar belakang anggota
masyarakatnya.
Modal lingkungan
yang baik dan semangat belajar kepada seniman senior yang visioner, membuat
teater kampus akan tumbuh berkembang sebagai “kawah candra di muka” yang baik.
Selain akan
memproduksi teaterawan-teaterawan yang tangguh yang akan mengisi putaran
regenerasi teater Indonesia, sebagai grup, teater kampus akan tetap bertahan
dalam habitatnya yang tersegarkan oleh hubungan sinergis antara pelakunya dan
seniman di luar lingkungan kampus.
Seperti dua mata
uang, teater kampus pada satu sisi dapat hadir sebagai satu entitas kegiatan
seni mahasiswa yang dapat mewarnai gerakan kultural di lingkungan kampus.
Begitulah. Mari kita songsong Temu Teman di Medan dengan suka cita. Bravo! ***
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar