Minggu, 24 Maret 2013

TEATER TRADISIONAL



Teater tradisional di Indonesia telah ada jauh hari sebelum jenis ”teater kota” berkembang di bumi Nusantara. Indonesia yang terdiri atas beragam etnis dan budaya tentu saja menyimpan kekayaan seni tradisi. Sejak bangsa Eropa belum hadir di bumi Nusantara, seluruh daerah di Indonesia memiliki bentuk teater tradisi setempat.
Bentuk teater tradisional ini saya saksikan pada perlombaan Pertunjukan Rakyat Media Tradisional yang dilaksanakan Dinas Komunikasi dan Informatik (Kominfo) Sumatera Utara di Asrama Haji Pangkalan Mansyur Medan, Kamis 14 Maret 2013. Delapan kelompok peserta memamerkan kebolehannya berolah peran, ditingkahi musik dan tarian tradisional setempat.
 
Teater tradisional di Indonesia sangat sejalan dengan keberadaan budaya setempat. Kehidupan budaya agraris atau pertanian yang berurusan dengan tanah, air, produksi, kesuburan, kemakmuran, hama, musim kering, memberikan dasar-dasar estetika berdirinya teater tradisional. Selain itu, kehidupan yang sangat erat hubungannya dengan siklus alam (musim, matahari, bintang-bintang) menjadikan dasar pokok estetika kesenian bersifat religi. Jadilah seni teater sebagai sesuatu yang sangat sakral. Harus dilakukan secara sungguh-sungguh dengan segala macam serimonialnya.
Pertunjukan teater tradisional pada masa lalu tidak bisa dilakukan pada sembarang tempat dan waktu. Harus dipertunjukkan atas suatu maksud dan alasan yang berhubungan dengan sistem kepercayaan yang ada. Tidak mengherankan, pertunjukan teater tradisional ketika itu tidak dapat dikemas sesuai kehendak penonton atau kelompok teater tersebut. Setiap jenis teater tradisional mempunyai ketentuan permainan tertentu. Dalam kata lain, teater tradisional terikat oleh sistem kepercayaan.
Dengan demikian, untuk mengenal teater tradisional di Indonesia tidak sesederhana mungkin karena dasar estetikanya berasal dari sistem kepercayaan yang dianut suatu kelompok masyarakat di Indonesia. Fungsi pokok teater tradisional, di antaranya sebagai berikut:
1)      memanggil kekuatan gaib,
2)      menjemput roh-roh pelindung untuk hadir di tempat pertunjukan,
3)      memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat,
4)      memperingati nenek moyang dengan mempertontonkan kegagalan maupun kepahlawanannya,
5)      pelengkap upacara sehubungan dengan tingkat-tingkat hidup seseorang, dan
6)      pelengkap upacara untuk saat-saat tertentu dalam siklus waktu.

Berdasarkan hal itu, bentuk-bentuk teater tradisional di bumi Nusantara ini sangat beragam baik penyajian maupun fungsinya. Secara umum, teater tradisional memiliki ciri-ciri khas sebagai berikut:
a)      lakon/ceritanya tidak tertulis,
b)      media pengungkapannya berupa dialog, tarian, dan nyanyian,
c)      akting bersifat spontan,
d)      dialog dilakukan secara improvisasi,
e)      dalam pertunjukan selalu terdapat unsur lawakan,
f)       umumnya menyertakan iringan musik tradisional,
g)      penonton mengikuti pertunjukan secara akrab dan santai, bahkan dapat berdialog langsung dengan pemain,
h)      bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah setempat, dan
i)        umumnya menggunakan tempat pertunjukan terbuka berbentuk arena (dikelilingi) penonton.
Begitulah. ***



Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar