(Sabtu 9 Maret 2013)
Cerpen : Novriani
T
|
idak tahu apa yang harus dituliskan, ide hilang
dalam sekejap. Berusaha kuat menemukan ide kembali tapi nyatanya juga tidak ada.
Sudah berulang kali kucoba untuk menulis apapun di lembar putih dan berakhir
dengan cerita kosong. Entah masalah apa yang merasukiku hingga berpikir pun
terasa sangat sulit. Banyak hal yang ada di benakku sampai aku sendiri tidak
memahaminya. Beberapa ide yang akan dituangkan namun untuk memulai menulis
itulah yang sulit sampai akhirnya aku menghapus dan memilih tidak menulisnya.
Terus kucoba mengisi lembaran
demi lembaran kertas putih di hadapanku, namun tetap kosong tiada bertinta. Aku
termasuk orang yang lumayan sering untuk menuliskan bermacam hal di kertas.
Segala kejadian dalam keseharian sampai hal-hal dalam imajiku sendiri. Memang, semua
hanya untuk koleksiku sendiri dan yang membaca hanya teman dan keluarga saja.
Hampir pukul 02.00 pagi kertas
yang sudah kupersiapkan tidak juga berisi apa-apa. “Ya Allah, sampai detik ini
aku juga tak menulis apapun,” ucapku
menyesalin semua.
Subuh beberapa jam lagi akan tiba
dan aku memilih tidak melanjutkan menulis. Kuhempaskan tubuh dalam pantulan
tempat tidur. Nyaman kini yang terasa setelah hampir semalaman aku bergelut
dengan kertas dan terus bersandar di bagian belakang kursi. Ku rasakan perih pada
bagian mata bahkan terlihat merah dan kupejamkan mata untuk menghilangkan
perih. Saat beberapa menit terpejam, tidak juga mata ingin terlelap. Pikiran
sadar masih menghantui, terus melalang dalam kesunyian subuh. Ada apa dengan
aku? Pertanyaan aneh yang ditujukan untuk diriku sendiri. Bagaimana tidak, dari
pertanyaan itu terlihat bahwa aku tidak paham akan diriku sendiri. Sulit untuk
menjelaskan semua.
Pantulan cahaya putih dari lampu
kamar ditambah dengan warna dinding yang putih memberikan efek terang hingga
aku tidak merasa khawatir berada dalam kesunyian. Adakah orang berani sendirian
di tengah kesunyian? Sedangkan orang lain sedang asyik
bergelut dengan mimpi mereka. Semua orang di rumahku sudah terlelap bahkan
sebentar lagi Emakku akan terbangun.
Pikiranku kembali ke kertas. Ada
rasa tidak puas dalam diriku karena tidak dapat menulis apa-apa. Sebenarnya
dalam menulis cerita kalau dalam keadaan terpaksa itu tidak akan menghasilkan
apapun. Namun ada juga orang berpendapat cobalah untuk menulis apapun secara
rutin setiap harinya, kalau sudah buntuh jangan paksa dan lanjutkan besok lagi.
Selama ini cara yang kupakai salah, aku selalu menulis kalau dalam keadaan
ingin saja, kalau tidak ada niat tidak akan menulis. Aku mencoba cara baru itu
dan akhirnya aku tidak bisa menulis apapun. Aku berpikir kembali dengan banyak
pendapat, tidak ada satu pun yang menolong. Apa yang harus ku perbuat?
Pendapat lain yang kudapat
mengatakan bahwa kalau menulis sudah dimulai harus diselesaikan saat itu juga,
jangan menunggu besok dilanjutkan. Kalau dilanjut esok hari maka ide itu akan
hilang dan akan berganti dengan ide yang lain. Sebaiknya menulis terus sampai
selesai, apapun yang kita tulis jangan dihapus, biarkan apa adanya. Simpanlah tulisan
itu, sampai beberapa hari kemudian baca kembali dan mulai diedit. Pendapat dari
berbagai sumber tentang menulis sering sekali ku dengar. Aku suka mendengar pendapat
yang dapat membangun karakter seseorang. Pada dasarnya anak yang masih dibilang
labil masih membutuhkan pengalaman orang lain untuk membangun karakter dirinya
sendiri.
Menulis mungkin hanya sekadar
kegemaran atau kepuasan tersendiri bagiku karena sudah memberi makanan ringan
buat orang yang terlalu serius. Cerita dalam imaji seseorang pun dapat membangkitkan semangat bagi
orang lain. Seperti teman satu kelasku sewaktu SMA, Ia mengalami patah hati dan
tidak bisa menerima apapun. Dalam sekejap kehidupannya berubah total. Aku iseng
memberi Ia cerita yang hampir sama dengan apa yang Ia alami. Di akhir cerita
pengarang memberi unsur semangat pada tokohnya, jelas saja Ia kembali semangat.
Terkadang seorang penulis yang berpikir bahwa tulisannya hanya sebagai imaji
sendiri, namun tak terhindarkan orang lain juga mengalaminnya. Akhir cerita
yang dihasilkan bahkan dapat berpengaruh juga dengan orang yang membacanya.
Sejak masih duduk di bangku SMP,
aku mulai menyukai hal yang berbau tulis menulis. Berawal dari suka membaca
novel remaja, melihat FTV, kisah-kisah remaja yang seru, hoby itu muncul. Aku
juga suka mengkhayal dan membuat cerita sendiri di pikiranku. Masalah yang
terbesar dalam diriku adalah malas untuk menuliskannya. Ide cerita itu hanya
menumpuk dalam pikiranku. Ku sadari banyak hal yang tidak ku ketahui tentang
proses menulis. Sampai akhirnya kegiatan menulis ku hentikan. Sekarang aku baru
memahami betapa serunya membuat cerita yang dapat memberi kebahagiaan bahkan
inspirasi pada orang banyak. Menghasilkan cerita sendiri memberi kepuasan pada
diri.
Ada beberapa cerita yang sempat
aku tuliskan, awalnya aku ingin membuat novel dan yang pasti akan diterbitkan
seperti novel-novel remaja yang sekarang sudah banyak beredar. Namun karena usaha
yang tidak terlalu maksimal, juga perasaan bosan yang terlalu cepat ku alami, akhirnya
cerita yang ku buat hanya setengah dan tiada kelanjutannya lagi. Perlahan-lahan
aku sadar kesalahan dan setiap halangan yang kualami selama dalam proses
menulis. Kini, aku sudah berada dalam dunia yang berbau sastra. Ya, aku
menduduki bangku kuliah dan berada dalam dunia sastra.
Menulis dan terus menulis, itulah yang tengah kutekunkan.
Ketiga jarum jam dinding masih
asik berotasi menunjukkan sudah pukul 02.45 dan 15 menit lagi sudah pukul 03.00.
Aku masih berusaha untuk terus menuliskan sesuatu di kertas layar monitor. Mencari
ide cerita yang mungkin dapat menjadi inspirasi untuk orang lain. Subuh akan
datang sebentar lagi dan Emak akan bangun untuk sholat. Tidak ada alasanku
untuk bilang pada Emak aku tidak tertidur. Emak pasti akan marah.
“Kenapa belum tidur kau Vita?”
suara Emak mengejutkanku. Sambil melangkah mendekatiku Emak masih menunggu
jawabanku.
“Tak apa-apa, Mak, hanya mataku
tak dapat terlelap. Aku juga mau menulis, tapi idenya nggak ada,”
jawabku.
“Tapi ini sudah hampir jam tiga,
kalau tak bisa menulis ya jangan kau paksa,”
nasihat Emak.
“Aku sudah coba Mak tapi tak
bisa. Emak kenapa sudah bangun?” tanyaku mengubah arah pembicaraan.
“Emak lihat lampu kamarmu masih
terang, tadi Mak mau ke kamar mandi. Ya sudah tidurlah kau.”
Emak
beranjak dari kamarku. Kupikir tidak bisa lagi aku untuk melanjutkan pencarian
ide untuk menulis. Mungkin akan aku dapatkan ketika pikiranku sudah tenang.
Kalau pun tidur akan tanggung karena sebentar lagi subuh akan datang.
“Tidurlah Vit, nanti kau sakit
tak tidur satu malam ini.”
“Tak apa, Mak,
kalau pun tidur subuh sudah akan datang, tidur juga tak akan nyenyak.”
“Benar kau tak apa-apa?” Emak
sepertinya cemas dengan sikapku saat ini.
“Iya, Mak,
aku baik-baik saja.” Mendengar keyakinanku, Emak
merasa tenang dan kembali ke kamar.
Kuputuskan
untuk membaca novel ataupun cerita yang ada di kamar. Mana tahu dengan membaca
inspirasi atau ide yang akan ku tulis dapat keluar, karena pada dasarnya menjadi
seorang penulis juga harus rajin membaca, juga membaca karya orang lain. Selain
menambah wawasan juga bermanfaat untuk menunjang dalam menulis. Aku percaya hal
itu, dengan membaca juga mengasah pikiran yang tidak lagi tajam, bahkan yang
tumpul sekalipun. Baca buku juga
menyenangkan, kalau hal itu dinikmati. Bisa juga lupa dengan waktu, hal itu ku
alami sendiri. Karena keasyikan membaca novel azan Subuh sudah berkumandang di
mesjid. Ku tutup buku dan segera beranjak ke kamar kecil untuk membersihkan
wajahku dan berwudhu. Ku laksanakan sholat sembari waktu terus berjalan. ***
Sketsa Kontan, Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar