(Sabtu, 16 Maret 2013)
Riri Ristanti :
Hanya
ILusi
terbias mimpi hanya sekedar dilema jiwa
sedang tiada yang dapat dipilah oleh seutas harap
layar hidup maya semata
permainan naskah dunia telah bertahta
semua ini hanya ilusi
yang terbelenggu oleh sketsa saja
sedang sukma terpaut sudah ikuti laju
Fotamorgana…
sedang tiada yang dapat dipilah oleh seutas harap
layar hidup maya semata
permainan naskah dunia telah bertahta
semua ini hanya ilusi
yang terbelenggu oleh sketsa saja
sedang sukma terpaut sudah ikuti laju
Fotamorgana…
Harapan
Senja ini menatih malam
ke peraduan
Memunajat harap pada
bintang nan rembulan
Namun hasrat hanya
tinggal impian
Tak tahu ke mana mencari
sebuah jawaban
Di sini kali pertama
menikmati gemerlap malam
Walau tiada satu yang
tajamkan harapan
Seregap menikmati hingga
lelap sang rembulan
Dan fajar kembali hadir
menyongsong pagi
Merindumu
Sketsa wajahmu kian
meninggalkan bekas
Luka lama terkuak
kembali sudah
Ketika aku merindumu
lewat cinta
Jika pertemuan itu
mengisahkan tawa
Kenapa perpisahan diklat
mengisahkan duka
Padahal arang tak
kunjung padam ketika api cinta membakar sukma gulana
Ke mana harus
kulangkahkan jejak kasihmu
Walau kini kita telah
saling memiliki
Kenapa cinta tak urung
pergi
Padahal kita tak lagi
mengasihi…
Penulis,
adalah mahasiswa semester terakhir jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
UMSU
Rusyda Nazhira :
Sesal
Perjalanan
satu malam
Menyusuri
fatamorgana keindahan di serumpun ilalang
Terbang
melayang membawa kesyahduan akan cinta-Mu
Terbesit
kenangan di saat dulu aku masih belum mengenal-Mu
Ya
Disaat
aku masih terjerumus dalam lorong-lorong ganas kehitaman
Meraba
mencari akan arti diri sepantasnya hidup ini bertengger
Mengais
kebatilan demi kesenangan
Ah
Sungguh
kotor, bau, menjijikkan
Ah
Sudahlah
Aku
bertaubat
Di kamar kosong
Ya
Pada
malam ini kukaitkan satu persatu kata
Maksud
hati agar terangkai menjadi satu paduan kata
Dalam
sepi berharap keluar apa yang tersisip di kepala
Agar
rangkaian ini menjadi indah
Tapi
apalah daya
Kosong
semua
Otak
tak terisi begitu juga tempatku ini
Sungguh
sepi
Di bawah danau kawar
Teruntuk
kau yang membawaku menyelami yang kau bilang indah itu
Yaa
Memang
begitu
Indah,
tapi penuh pacat
Taukah
kau aku takut pacat
Ah
Kau
tak memahami tak mengerti dan tak mau tahu
Penulis
adalah mahasiswa Sastra Indonesia UNIMED semester VI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar