Peran Strategis Istri Pejabat
Negara
D
|
alam
tataran wilayah stategis, Jokowi memenangkan pilkada di Ibu kota DKI Jakarta. Keunikan
yang sering ditampilkan gubernur baru tersebut merupakan ciri khas yang
mencitrakan dirinya besar bukan karena dibesar-besarkan.
Ibu Iriana Joko Widodo, sebagai istri
Jokowi, patut meniru hal baik yang dicontohkan istri Dr. Mursi. Belum lekang
ingatan kita tentang bunda Najla’ Mahmud, istri presiden Mesir yang pada
masanya tidak mau disebut sebagai ibu Negara, tapi lebih suka dengan sebutan
pelayan Negara. Kebersahajaan Jokowi yang tidak enggan terjun langsung di
daerah kumuh akan semakin bersinergis ketika Ibu Iriana mengikuti jejak
suaminya.
Merupakan permulaan yang bagus bagi
Indonesia memiliki gubernur baru yang tampil lain dari yang lain. Di tengah
degradasi ketauladanan para pemimpin negeri ini, Jokowi hadir mencontohkan
kepada para pemimpin lain bagaimana bertindak menjadi orang yang paling
bertanggung jawab atas daerah yang dipimpinnya.
Dalam pelantikan Ibu Iriana sebagai Ketua
Tim Penggerak PKK dan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda)
Provinsi DKI Jakarta, Jokowi mensupport istrinya
agar fokus kerja diarahkan pada pihak yang paling membutuhkan yaitu kawasan
miskin dan kumuh. Hal ini merupakan bukti bahwa Jokowi tidak hanya mengajarkan
masyarakat untuk berpola hidup sederhana, terlebih ia mengajarkan pada istrinya
dengan memberdayakan tas buatan lokal Indonesia.
Peran stategis Ibu Iriana sebagai istri
gubernur Ibu kota Indonesia, dapat menjadi acuan kinerja istri pejabat lain
untuk mendorong ruang gerak organisasi PKK yang biasanya hanya bergerak pada
tataran masyarakat elite, terlebih bagi masyarakat pedesaaan yang sangat jarang
tersentuh oleh pemerintah.
Tidak hanya bagi para istri walikota/bupati,
gubernur maupun presiden yang termaktub dalam gerakan PKK. Peran perempuan juga
dapat diakomodir dari organisasi Dharma
Wanita Persatuan yang menghimpun para istri Pegawai Negeri Sipil RI dan
Bhayangkari yang dihuni oleh para istri polisi.
Memanfaatkan Peluang
Dari
segi kuantitas organisasi keperempuanan sudah banyak menyebar di Indonesia baik
di tataran daerah maupun pusat. Namun secara kualitas, produktivitas gerakan
pemberdayaan perempuan perlu melakukan transformasi program kerja yang menyentuh
rakyat pinggiran.
Sebagai
organisasi yang secara formal menaungi seluruh perempuan di daerahnya, gerakan
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) memiliki peran yang strategis
dalam meluncurkan program kerja yang dapat terjun langsung sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Ada beberapa keunggulan dari gerakan PKK dibandingkan
yang lain dalam pemberdayaan perempuan Indonesia dari tingkat strata atas
hingga bawah. Diantaranya yaitu :
Pertama, Ketua PKK dalam setiap levelnya adalah istri dari pemimpin
pada masanya. Kondisi ini berpeluang sinergisasi antara suami istri dalam
membina masyarakat madani. Dengan deking suami dari tataran struktural
pemerintah, maka setiap istri yang diberi amanah menjadi ketua PKK dapat
menjadi fatner kerja bagi suaminya
dalam memajukan rakyat.
Keanggotaan
tim PKK terdiri dari para istri kepala daerah, istri pimpinan OPD (organisasi
perangkat daerah), tokoh/pemuka masyarakat mulai dari provinsi, kota/kabupaten,
kecamatan, kelurahan/desa, sampai tingkat RT dan RW. Hal ini sangat
memungkinkan menyentuh masyarakat langsung untuk turun ke lapangan. Hanya saja
dalam praktiknya, masyarakat pedesaan sama sekali tidak tersentuh dengan program
PKK. Oleh karena itu, momentum ini sangat baik jika dimanfaatkan Ibu Iriana dalam
memberi contoh bagi Ibu PKK yang lain.
Kedua, program dan kegiatan PKK mendapat dukungan anggaran dari
APBD yang beragam sesuai kemampuan daerah masing-masing. Artinya, semakin
bijaksana setiap kepala daerah maka akan semakin mengalokasikan APBD pada
kebutuhan rakyat. Bukan pada politik mutualisme individu yang berdampak pada
kemerosotan anggaran dan kucuran dana kepada rakyat miskin.
Secara
politis, frame berfikir pemimpin
kontemporer adalah bahwa tidak penting memperhatikan rakyat pinggiran, karena
mereka tidak memberikan manfaat secara politik kecuali nanti ketika hendak
pilkada lagi. Cukup dengan pemberian beberapa uang dan sembako kepada rakyat
miskin sudah menjadi alasan bagi mereka untuk memilih kita.
Padahal,
esensi dari amanah memimpin rakyat bukan pada pemberian dana secara cuma-cuma,
namun bagaimana agar rakyat terbina
dengan berbagai kelebihan yang mereka punya dan meminimalisasi kekurangan.
Penyuluhan mental pejuang bagi rakyat perlu ditanamkan, bakti sosial, memantik home industri sesuai potensi daerah,
pelatihan keterampilan dan lain-lain.
Ketiga, Sosial masyarakat Indonesia terutama kaum ibu-ibu sangat
agresif mengidolakan tokoh karena latar belakang kedudukan. Dalam hal ini, walaupun
terkesan sifat yang kurang baik, namun dapat dimanfaatkan bagi setiap ketua PKK
dalam mencuri hati ibu-ibu melalui ketauladanan.
Ketauladanan
yang dimaksud adalah kearifan dalam mengajak kepada perbaikan bangsa melalui
penyadaran kaum ibu yang secara aktif berpeluang besar dalam pembentukan pola
pikir anak. Sebagaimana visi yang diusung PKK yaitu terwujudnya keluarga yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi
luhur, sehat, sejahtera, maju dan mandiri, kesadaran hukum dan lingkungan.
Secara
teoritis, pemberdayaan kaum perempuan sudah diatur dengan sangat ideal, tinggal
bagaimana objek penggerak yang menjadi mesin dapat berpartisipasi aktif
melayani rakyat. Komitmen dan konsistensi penyelenggara negara dalam menegakkan
keadilan merupakan ujung tombak perbaikan kualitas hidup rakyat Indonesia. ***
Penulis
adalah pegiat Kajian Perempuan, Pengurus KAMMI Medan dan UKMI Ar Rahman UNIMED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar