Sabtu, 12 Januari 2013

ESAI : Rusmini



Peran  Strategis  Istri  Pejabat  Negara

 

D
alam tataran wilayah stategis, Jokowi memenangkan pilkada di Ibu kota DKI Jakarta. Keunikan yang sering ditampilkan gubernur baru tersebut merupakan ciri khas yang mencitrakan dirinya besar bukan karena dibesar-besarkan.
Ibu Iriana Joko Widodo, sebagai istri Jokowi, patut meniru hal baik yang dicontohkan istri Dr. Mursi. Belum lekang ingatan kita tentang bunda Najla’ Mahmud, istri presiden Mesir yang pada masanya tidak mau disebut sebagai ibu Negara, tapi lebih suka dengan sebutan pelayan Negara. Kebersahajaan Jokowi yang tidak enggan terjun langsung di daerah kumuh akan semakin bersinergis ketika Ibu Iriana mengikuti jejak suaminya.
Merupakan permulaan yang bagus bagi Indonesia memiliki gubernur baru yang tampil lain dari yang lain. Di tengah degradasi ketauladanan para pemimpin negeri ini, Jokowi hadir mencontohkan kepada para pemimpin lain bagaimana bertindak menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas daerah yang dipimpinnya.
Dalam pelantikan Ibu Iriana sebagai Ketua Tim Penggerak PKK dan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi DKI Jakarta, Jokowi mensupport istrinya agar fokus kerja diarahkan pada pihak yang paling membutuhkan yaitu kawasan miskin dan kumuh. Hal ini merupakan bukti bahwa Jokowi tidak hanya mengajarkan masyarakat untuk berpola hidup sederhana, terlebih ia mengajarkan pada istrinya dengan memberdayakan tas buatan lokal Indonesia.
Peran stategis Ibu Iriana sebagai istri gubernur Ibu kota Indonesia, dapat menjadi acuan kinerja istri pejabat lain untuk mendorong ruang gerak organisasi PKK yang biasanya hanya bergerak pada tataran masyarakat elite, terlebih bagi masyarakat pedesaaan yang sangat jarang tersentuh oleh pemerintah.
Tidak hanya bagi para istri walikota/bupati, gubernur maupun presiden yang termaktub dalam gerakan PKK. Peran perempuan juga dapat diakomodir dari organisasi Dharma Wanita Persatuan yang menghimpun para istri Pegawai Negeri Sipil RI dan Bhayangkari yang dihuni oleh para istri polisi.

Memanfaatkan Peluang      
Dari segi kuantitas organisasi keperempuanan sudah banyak menyebar di Indonesia baik di tataran daerah maupun pusat. Namun secara kualitas, produktivitas gerakan pemberdayaan perempuan perlu melakukan transformasi program kerja yang menyentuh rakyat pinggiran.
Sebagai organisasi yang secara formal menaungi seluruh perempuan di daerahnya, gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) memiliki peran yang strategis dalam meluncurkan program kerja yang dapat terjun langsung sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ada beberapa keunggulan dari gerakan PKK dibandingkan yang lain dalam pemberdayaan perempuan Indonesia dari tingkat strata atas hingga bawah. Diantaranya yaitu :
Pertama, Ketua PKK dalam setiap levelnya adalah istri dari pemimpin pada masanya. Kondisi ini berpeluang sinergisasi antara suami istri dalam membina masyarakat madani. Dengan deking suami dari tataran struktural pemerintah, maka setiap istri yang diberi amanah menjadi ketua PKK dapat menjadi fatner kerja bagi suaminya dalam memajukan rakyat.
Keanggotaan tim PKK terdiri dari para istri kepala daerah, istri pimpinan OPD (organisasi perangkat daerah), tokoh/pemuka masyarakat mulai dari provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa, sampai tingkat RT dan RW. Hal ini sangat memungkinkan menyentuh masyarakat langsung untuk turun ke lapangan. Hanya saja dalam praktiknya, masyarakat pedesaan sama sekali tidak tersentuh dengan program PKK. Oleh karena itu, momentum ini sangat baik jika dimanfaatkan Ibu Iriana dalam memberi contoh bagi Ibu PKK yang lain.
Kedua, program dan kegiatan PKK mendapat dukungan anggaran dari APBD yang beragam sesuai kemampuan daerah masing-masing. Artinya, semakin bijaksana setiap kepala daerah maka akan semakin mengalokasikan APBD pada kebutuhan rakyat. Bukan pada politik mutualisme individu yang berdampak pada kemerosotan anggaran dan kucuran dana kepada rakyat miskin.
Secara politis, frame berfikir pemimpin kontemporer adalah bahwa tidak penting memperhatikan rakyat pinggiran, karena mereka tidak memberikan manfaat secara politik kecuali nanti ketika hendak pilkada lagi. Cukup dengan pemberian beberapa uang dan sembako kepada rakyat miskin sudah menjadi alasan bagi mereka untuk memilih kita.
Padahal, esensi dari amanah memimpin rakyat bukan pada pemberian dana secara cuma-cuma, namun  bagaimana agar rakyat terbina dengan berbagai kelebihan yang mereka punya dan meminimalisasi kekurangan. Penyuluhan mental pejuang bagi rakyat perlu ditanamkan, bakti sosial, memantik home industri sesuai potensi daerah, pelatihan keterampilan dan lain-lain.
Ketiga, Sosial masyarakat Indonesia terutama kaum ibu-ibu sangat agresif mengidolakan tokoh karena latar belakang kedudukan. Dalam hal ini, walaupun terkesan sifat yang kurang baik, namun dapat dimanfaatkan bagi setiap ketua PKK dalam mencuri hati ibu-ibu melalui ketauladanan.
Ketauladanan yang dimaksud adalah kearifan dalam mengajak kepada perbaikan bangsa melalui penyadaran kaum ibu yang secara aktif berpeluang besar dalam pembentukan pola pikir anak. Sebagaimana visi yang diusung PKK yaitu terwujudnya keluarga yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat, sejahtera, maju dan mandiri, kesadaran hukum dan lingkungan.
Secara teoritis, pemberdayaan kaum perempuan sudah diatur dengan sangat ideal, tinggal bagaimana objek penggerak yang menjadi mesin dapat berpartisipasi aktif melayani rakyat. Komitmen dan konsistensi penyelenggara negara dalam menegakkan keadilan merupakan ujung tombak perbaikan kualitas hidup rakyat Indonesia. ***


Penulis adalah pegiat Kajian Perempuan, Pengurus KAMMI Medan dan UKMI Ar Rahman UNIMED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar