Sabtu, 05 Januari 2013

CORONG : Suyadi San



PENYAIR NUSANTARA



D
EWAN Kesenian Jambi baru saja sukses menggelar Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) VI. Acara yang dihelat 28-31 Desember 2012 di Provinsi Jambi itu diikuti 200-an lebih penyair Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, bahkan Korea Selatan dan Perancis.
PPN VI Jambi merupakan wadah perbincangan bahkan perdebatan yang diharapkan menghasilkan jalan keluar positif bagi keberlanjutan kehidupan perpuisian di masing-masing wilayah Nusantara. Tentulah keberagaman ciri, bentuk perpuisian, dan latar sosial yang berbeda dari masing-masing teks puisi yang dihasilkan para penyair Nusantara. dapat menjembatani keragaman budaya yang ada di setiap Negara peserta PPN.
Mendengar kata Nusantara, saya teringat nama Mahapatih Gajah Mada dan “Presiden Puisi” NA Hadian. Kedua orang ini punya kredo menarik. Gajah Mada bersumpah tidak akan memakan buah palapa sebelum bisa menyatukan bumi Nusantara. Maka, terbentanglah kawasan yang dinamai Nusantara, dari Madagaskar di Afrika hingga Formosa (Filipina).
NA Hadian lain lagi. Dia menyatakan, puisinya tidak bertanah air. Puisinya adalah milik dunia, tidak milik satu kaum. Kredonya itu, sesuai dengan semangatnya. Hingga akhir hayat bergelimang dengan puisi.
Begitulah. Di penghujung tahun 2012, ratusan penyair berkumpul dan bertemu di Jambi. Lima negara di semenanjung Asia Tenggara, bisalah mewakili bumi Nusantara, ditambah dua anegara peninjau dari Asia Timur (Korea Selatan) dan Eropa (Perancis). Wah, jadi pula Pertemuan Penyair Dunia! Hehehee….
Lalu, apa yang dilakukan penyair semenanjung Melayu itu jika berkumpul? Tentu saja pertemuan ini tidak sekadar jadi temu kangen. Sambil kumpul-kumpul, mereka memamerkan kebolehannya berpuisi. Ada yang memerlihatkannya melalui pembacaan atau pertunjukan di pentas maupun altar candi. Ada juga yang melalui pajangan atau bursa buku kumpulan puisi.
Tidak itu saja, mereka berbincang dan berdialog. Tidak hanya ocehan warung kopi, tetapi juga di ruang seminar. Temanya pun dibuat sedemikian rupa : “Puisi Nusantara dari Hulu ke Hilir : Perspektif Filosofis, Historis, dan Eksistensi.” Narasumbernya ada yang dari penyair, kritikus sastra, dan akademisi. Kerenlah pokoknya!
Berdasarkan gagasan-gagasan yang berkembang dalam penyelenggaraan PPN VI Jambi 2012, mereka merumuskan rekomendasi. Rekomendasi ini sudah jadi jawaban akhir hasil perhelatan PPN VI 2012. Mereka bersepakat :
1.      Melanjutkan pengembangan bahasa Melayu-Indonesia sebagai media ekspresi dan komunikasi penyair Nusantara;
2.      Memanfaatkan hasil penggalian akar sastra Nusantara yang sudah diperoleh dari PPN-PPN sebelumnya untuk kepentingan pengembangan kreativitas penyair dalam menghadapi tantangan global;
3.      Memperluas ruang keterlibatan penyair untuk mengaktualisasikan diri, merumuskan, dan mendialogkan konsep estetik yang menjadi landasan kepenyairan.
4.      Meningkatkan jaringan kerja sama antarpenyair dan antarlembaga sastra di Nusantara dalam penerbitan buku dan publikasi karya;
5.      Mempertegas fungsi PPN sebagai ruang pertukaran karya dan gagasan yang berkaitan dengan problem lokalitas dan globalitas; 
6.      Melakukan kajian lebih mendalam mengenai Puisi-puisi yang dibukukan PPN sebelumnya (I-VI) untuk mengungkapkan hasil, kualitas, dan capaian estetik kepenyairan Nusantara.
Selain itu, memutuskan Singapura menjadi tuan rumah atau penyelenggara PPN VII 2013.
Menarik disimak adalah munculnya catatan Kurator PPN VI Jambi, yang mengatakan, pemetaan sastra di bumi Nusantara sudah selesai dan sudah cukup bagi kita. Sebagai penyair, kita pada dasarnya tidak harus menunggu hasil yang sangat meyakinkan secara akademik untuk melakukan tindakan kreatif.
Pemetaan puisi secara kasar dari tahun ke tahun sudah cukup menjadi pintu masuk bagi kita untuk melakukan pendalaman sendiri, melakukan pertemuan dan dialog secara personal dengan tradisi, masa lalu itu, untuk kemudian membuat keputusan estetik yang dapat dijadikan dasar bagi penciptaan karya-karya puisi yang konkret, yang kita pandang dapat memberi jawaban terhadap tantangan global di atas.
Dengan dasar pemikiran yang demikian, dalam kesempatan ini kami mengusulkan agar pertemuan penyair yang akan datang menjadi sebuah pertemuan yang benar-benar berpusat pada penyair dan dilakukan dalam rangka pembuatan keputusan dan tindakan penciptaan yang konkret. Apa itu? Kita ikuti sajalah perkembangannya nanti. Selamat! ***




Suyadi San, adalah dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU serta peneliti di Balai Bahasa Medan Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar