Sabtu, 18 Mei 2013

ESAI : DISTRIBUSI LAPANGAN KERJA





S
AYA masih tertarik membahas masalah tenaga kerja wanita (TKW). Sejak krisis ekonomi melanda negeri ini, sendi-sendi kesejahteraan masyarakat kita makin merapuh. Hal ini berdampak krisis lapangan kerja. Dunia kerja makin sempit, sementara masyarakat yang membutuhkan kerja terus meningkat.
            Sebagai gambaran, hingga sepuluh tahun terakhir, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai lebih dari 215 juta jiwa, sementara jumlah angkatan kerja sekitar 100 juta dan tingkat pengangguran terbuka mencapai 9,53 juta. Tahun 2005 jumlah penganggur diperkirakan mencapai 10,29 juta jiwa. (Kompas, Sabtu, 19 Februari 2005).
Namun, alhamdulillah, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran di Indonesia hingga Februari 2013 mengalami penurunan menjadi 7,17 juta orang dibanding Agustus 2012 yang mencapai 7,24 juta orang. Hal ini seiring dengan perbaikan ekonomi sehingga menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan industri di Tanah Air. (Kompas, 6 Mei 2013).
            Dalam studi kependudukan, pertumbuhan ekonomi dan revolusi demografi memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi pasar kerja masa kini dan mendatang. Revolusi demografi, seperti pertumbuhana penduduk, struktur umur dan jenis kelamin, mempengarhuhi jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja. Karenanya, kualitas penduduk – khususnya angkatan kerja – akan mempengaruhi jenis pekerjaan yang ada dalam pasar kerja.
Sedangkan perkembangan ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi atau perubahan struktur ekonomi dari pertanian menjadi industri, akan mempengaruhi permintaan dan penawaran pasar kerja. Sempitnya lahan pertanian dan perkebunan yang tersisa terdesak oleh pembangunan kawasan-kawasan perluasan industri, sedikit banyak telah mengubah orientasi pencari kerja di wilayah-wilayah rural dengan menjadi buruh pabrik upahan, atau mencari kesempatan di wilayah perkotaan.
Namun, menurut jajak pendapat Harian Kompas (Sabtu, 19 Februari 2005), saat ini minat orang untuk bekerja di sektor agraris tidak sebesar minat untuk bekerja di sektor formal dan informal di perkotaan. Bahkan, minat untuk berusaha sendiri atau berwiraswasta menjadi bagian terbesar yang menyedot perhatian paling banyak (33,1%). Selebihnya, bidang-bidang pekerjaan yang bersifat administratif, seperti menjadi pegawai negeri (15,9%), bidang keuangan (7,2%), serta bidang-bidang jasa lainnya (26,2%), juga jauh lebih menarik daripada menggeluti usaha pertanian. Tidak sampai 2 persen responden yang mengaku bahwa bidang pertanian adalah bidang yang paling mereka minati saat ini.
            Begitupun, terbatasnya lapangan kerja di sektor-sektor formal membuat sektor informal menjadi pilihan yang rasional untuk digeluti. Kondisi ini mengimplementasikan dua hal penting, yaitu : pertama, kecepatan transformasi atau perubahan sektor ekonomi tidak sejalan dengan tranformasi tenaga kerja di mana tranformasi ekonomi relatif tinggi; dan kedua, sektor informal masih dibutuhkan pada masa mendatang dalam rangka menampung angkatan kerja di Indonesia yang tidak terserap oleh sektor formal.    
            Di antara pekerja yang bekerja di sektor formal maupun informal itu adalah kaum perempuan. Bahkan, jumlah angkatan kerja kaum perempuan terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan pada peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga tampaknya merupakan alasan utama penyebab banyak perempuan  yang masuk ke pasar kerja dan meninggalkan peran mereka sebagai ibu rumah tangga. Pada tahun 1971 kaum perempuan yang berstatus ibu rumah tangga tercatat sekitar 24,5% dan persentase ini kemudian menurun menjadi 18,5% pada tahun 1990.
            Karena keterpaksaan bekerja itu, kaum perempuan kita tidak pilih-memilih untuk memasuki dunia kerja. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah TKW ke luar negeri. Antara tahun 1983-1992 migran perempuan rata-rata meningkat sebesar 12,1% per tahun sementara migran pria hanya meningkat dengan rata-rata 6,3% per tahun (1997 : 170). Namun, terlihat bahwa negara tujuan dari TKW ini terkonsentrasi di negara-negera tertentu, yaitu Malaysia, Singapura, dan Saudi Arabia. Sedangkan tenaga kerja pria distribusinya lebih menyebar. Kondisi ini erat kaitannya dengan kualitas TKW tersebut, yang pada umumnya terdiri dari tenaga kerja tidak terdidik. Tingginya kualifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah di negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika Serikat, menyebabkan TKW Indonesia sukar untuk memasuki negara-negara maju tersebut.
            Berdasarkan data yang ada pada saya, TKI yang berangkat ke Malaysia didominasi kaum pria dan mereka bekerja di sektor perkebunan serta konstruksi, terutama untuk mengisi jenis pekerjaan tingkat bawah. Sebaliknya, TKI yang berangkat ke Saudi Arabia didominasi kaum perempuan dengan rasio jenis kelamin mencapai 8:1. Mereka ini pada umumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sehingga ada kesan negatif di Saudi Arabia bahwa Indonesia adalah gudang pembantu rumah tangga. ***


Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar