Sabtu, 11 Mei 2013

GELANGGANG SAJAK : Ria Jelia Saragih, Nanda RD, Siti Fatimah Sitepu



GELANGGANG SAJAK
Ria Jelia Saragih :
MENUNGGU

Menunggu. Aku masih menunggu. Bosan pun berserak. Aku tetap menunggu. Atas nama ambisi. Aku masih setia menunggu.
---
            Saat penerang dunia dalam balutan putih kebiruan memamerkan keindahan alam disambut penari tumbuhan yang anggun. Terkadang marahnya seolah-olah membakar dunia. Namun itulah dia, rautan bulat berlampu cemerlang dibalut ribuan kapas putih yang tertumpah tinta.
            Sekiranya ini bukan impian, maka aku tak akan pernah menunggu.  Mungkin kemarin atau lusa aku sudah menumpahkan isi dari penempatan tinta itu dalam racikan sendiri.
            Sekiranya ini bukan hobi, maka aku tak akan pernah mencapainya tanpa nasihat-nasihat para pakar di sana. Dengan sejuta impian menjadi seratus angan hingga menjadi sebuah harapan, maka penungguanku berakhir dengan kebahagiaan yang menyebarkan semerbak angan yang berwujud nyata.
---
Menunggu. Aku masih menunggu. Bosan pun berserak. Aku tetap menunggu. Atas nama ambisi. Aku masih setia menunggu.
---
            Dalam termangu, kucucurkan keringat untuk menunggu dan berusaha. Dengan sepotong kertas suci, aku melatih jari tanganku untuk menari di atasnya. Tiba-tiba saja penaku terjatuh. Tersorot mataku terhadap lelaki sumbing itu. Dia menggenggam pena emas kepunyaan para ahli.  Aku mencoba mendekatinya. Namun, dia terlalu sibuk dengan setumpuk kertas yang berserak. Aku pun mencari informasi. Siapa lelaki sumbing itu? Mengapa dia bisa menggenggam itu? Hal apa yang ialakukan sehingga sesibuk itu?
            Hatiku terus menumpahkan pertanyaan. Hingga akhirnya, aku temukan 1x1 m kayu terukir melati yang terlapisi kaca yang menempel di dinding. Aku membaca sepenggal media yang merekat di dalamnya. Aku terkejut. Parasnya ada di dalamnya. Ternyata lelaki sumbing itu salah satu mahasiswa semester 8 yang kini telah berhasil menjadi sastrawan muda yang cukup terkenal. Ribuan kata yang melekat, menguatkan aku untuk menunggu.
---
            Menunggu. Aku masih saja menunggu. Bosan pun tersirat. Aku tetap menunggu. Atas nama ambisi. Aku masih setia menunggu. Aku yakin akan mendapatkanapa yang aku inginkan dengan limpahan-Nya melalui kesabaran. Aku menunggu.
            Rumah sakit pena. Ya, itulah aku menyebutnya. Orang-orang yang mengidap penyakit takut menulis, tak percaya diri, mudah putus asa, malu, dan masih banyak yang menyangkut kriteria sang penulis lainnya, yang kini akan ditangani para ahli,  yakni sastrawan berpengalaman. Aku lebih yakin dan sangat yakin bahwa aku adalah salah satu pasien yang gigih ingin sembuh yang membuahkan hasil.
            Aku menumpahkan bakat yang tersirat dalam rumah sakit pena. Aku juga ingin dikenal, kaya, memilikikarya yang begitu dinikmati pembaca. Kaya akan imajinasi seperti yang dimiliki para sastrawan itu. Sehingga orang-orang dapat menjuluki sebagai wanita kaya dipenuhi semangat pasti, dalam lika-liku kehidupan.
---
Menunggu. Aku masih menunggu. Bosan pun berserak. Aku tetap menunggu. Atas nama ambisi. Aku masih setia menunggu.


Ria Jelia Saragih atau sering menulis namanya R.J. Sharzy adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Karyanya pernah termuat dalam antologi “Rinai-rinai Imaji” yang diterbitkan HMJ Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU.


Nanda RD :
TENTANG “R”

R, aku ingin terus bersamamu...
Atas izinNya, aku terus meminta
Agar Dia memberi jalan
Maka, yakinkan aku!!
R, sudah lama tak kubaca syair-syair cinta darimu...

Aku rindu
R, aku terbangun di sepertiga malam ini
Aku basuh wudhu, dan menghadapNya
Aku doakan tentang kita di Tahajudku...
R, hujan malam ini mengingatkanku tentang hari itu..
Ingatkah engkau?
R, tahukah kau?
Aku dipandangi terus oleh langit pagi ini
Seakan tersenyum melihat tingkahku
Aku melukiskan sesuatu tentangmu..
R, sampai bertemu di akhir pekan...
R, aku melihat Tuhan di dirimu...
Apakah itu berarti??
R, kau tahu?
Di dinding kamarku terpajang mawar yang di tangkainya ada sebuah cincin
Kapan kau beri itu padaku?
R, malam ini kembali lagi
Kita tak bertemu (lagi)


Nanda RD atau Nanda Rama Danyati,  lahir di Saentis 7 Maret 1992, aktif di  Teater GENERASI Medan mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Karyanya pernah termuat dalam antologi “Rinai-rinai Imaji” yang diterbitkan HMJ Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU.


Siti Fatimah Sitepu :
HUJAN

Punggungmu jarak kita
Dekat menampung beban maha dahsyat
Seolah istirahat hanya sesaat
Tetap engkau yang terhebat
Bernama
Hujan lebat.
Senyum senja, 2012

CAN…

Meminang waktu untuk kau. Can
Bermesra suka arungi sebelas jari
Pucuk pena menukil, angka romawi
Melayang, memutar di pinggul sebaris sajak
Selancarlah engkau. Can
Senyum senja, 2012

DAMAI

Jurang kisah menuai cerita
Manusia berjubah abu-abu
Saling siku, saling pukul
Sayang.
Kita bangsa berpatriotis
Tegak dan songsong diri
Prestasi bukan anaskis
Senyum senja, 2012

JENDELA TUA

Di bawah jendela tua
Kita mengukir cerita, tentang asa dan cinta
Atau segurat tawa saja.
Meski engsel berkarat
Tak mampu menopang
Jendela tua
Kehidupan cerita terurai
Kuat menahan batang dan kulit
Berlapis kanvas kesetiaan; kita
Senyum senja, 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar