Kamis, 12 Desember 2013

Teater, Naskah (Sabtu 30 November 2013)






D
i Barat pada zaman klasik, naskah-naskah ditulis tanpa spasi antarkata (scriptio continua), sehingga akan menyulitkan bagi yang tidak terlatih. Salinan naskah-naskah tersebut biasanya ditulis dalam aksara Yunani dan bahasa Latin dan berasal dari abad ke-4 hingga abad ke-8, digolongkan berdasarkan penggunaan huruf kapital atau huruf kecil.
Menurut Library and Information Science, suatu naskah adalah semua barang tulisan tangan yang ada pada koleksi perpustakaan atau arsip; misalnya, surat-surat atau buku harian milik seseorang yang ada pada koleksi perpustakaan. Dalam konteks lain, penggunaan istilah "naskah" tidak semata untuk sesuatu yang ditulis tangan.
Dalam penerbitan buku, majalah, dan musik, naskah berarti salinan asli karya yang ditulis oleh seorang pengarang atau komponis. Dalam perfilman dan teater, naskah berarti teks pemain drama, yang digunakan oleh perusahaan teater atau kru film saat dibuatnya pertunjukan atau pembuatan film.
Pertunjukan teater terletak pada aksi di hadapan penonton. Kesan yang ditinggalkan seusai pertunjukan adalah sangat mendalam. Kebanyakan masyarakat memikirkan bahwa cerita yang disajikan insan-insan teater mempunyai kaitan yang sangat dekat dengan pertunjukan teater yang ditontonnya.
Jika dikaji dengan teliti kaitan di antara konteks hubungan antara teater dan naskah atau cerita, ia merupakan “guidance” ataupun petunjuk kepada sebuah bentuk pertunjukan. Namun, sebuah naskah yang lengkap bukanlah berarti ia akan menampilkan tontonan yang akan dimainkan.
Kebanyakan naskah lakon yang diterbitkan dalam buku-buku adalah ketika naskah itu selesai dipentaskan. Ini karena kebanyakan naskah akan melalui beberapa proses penyesuaian terhadap kemampuan para pelakon serta kepada jalan cerita itu sendiri.
Sebuah naskah yang lengkap tidak semestinya akan diterjemahkan 100% berdasarkan kepada cerita itu. Ia harus pula dipengaruhi situasi zaman dan berdasarkan kepada sesuai ataupun tidak sesuatu dialog itu diucapkan. Revisi dan inovasi terhadap naskah biasanya akan berlaku ketika proses latihan dan juga improvisasi.
Walaupun banyak yang menganggap teater tradisi seperti Makyong, Wayang Kulit dan Bangsawan tidak mempunyai naskah, setidaknya mereka berpegang kepada cerita tetap atau dialog tetap yang harus dijadikan sebagai panduan kepada penceritaan mereka.
Seperti yang dibahas sebelum ini, setiap naskah tidaklah semestinya menggambarkan secara keseluruhan kepada penceritaan itu sendiri. Ini, lantaran pertunjukan teater itu berlaku pada waktu tertentu dan tidak mutlak kepada apa yang akan berlaku saat pementasan.
Naskah hanyalah sekadar menyediakan landasan kepada perjalanan sebuah tontonan teater. Seperti kata seorang penggiat Barat “theatre is a roller-coaster ride of our feelings” (Artaud : 1948). Di sinilah peranan naskah, yaitu menyediakan landasan kepada perasaan tersebut.
Sebuah pementasan teater memerlukan komitmen yang tinggi di dalam mengangkat estetika seni yang terkandung di dalam suatu bentuk teater. Seorang pengarang harus mengetahui mengapa dia menulis dan menghasilkan karyanya. Seorang sutradara harus memahami mengapa pengarang itu menghasilkan karya itu.
Seorang aktor harus meneliti mengapa watak-watak itu dihasilkan. Kru produksi dan panggung di dalam sebuah produksi teater harus mematuhi prinsip-prinsip serta sebuah aturan di dalam melaksanakan tugasnya di dalam sebuah produksi teater.
Setiap elemen sangat berkait erat satu sama lain, sehingga memerlukan kerja sama yang baik di antara mereka. Mereka harus bersikap jujur di dalam berkarya. Masyarakat pada suatu ketika akan menilai setiap karya yang dihasilkan. Teater itu sendiri sebenarnya merupakan satu bentuk medium perekam sejarah yang akan dikaji kelak oleh para pengamat dan ahli untuk mencari dokumentasi sejarah sesuatu zaman melalui teater.
Disebabkan itulah mereka yang terlibat di dalam teater harus mengetahui secara mendalam tentang seluk-beluk teater secara profesional dan bukanlah menganggap teater hanya sekadar bentuk seni yang menyajikan aksi lakonan, namun ia merangkumi di luar dari jangkauan itu. ***

      

Suyadi San, adalah peneliti di Balai Bahasa Sumatera Utara Kemdikbud dan Litbang Harian Mimbar Umum serta dosen Sastra Indonesia di FBS Unimed, FKIP UMSU, dan UISU. Aktif bersastra dan berteater. Menyelesaikan Magister Sains Antropologi Sosial pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.  

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar