Rabu, 11 Desember 2013

MENGECAP SOTO BAKAR MEDAN, BUNG!!!!! (Kamis 28 November 2013)






K
uliner adalah hasil olahan yang berupa masakan. Masakan tersebut berupa lauk pauk, makanan (penganan), dan minuman. Setiap daerah memiliki cita rasa tersendiri, maka tak heran jika setiap daerah memiliki tradisi kuliner yang berbeda-beda. Saat ini, kuliner sudah dipandang sebagai sebuah gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Kota Medan memiliki satu kuliner yang cukup familiar. Salah satunya adalah soto Medan. Makanan yang disajikan dengan rempah, bumbu, dan potongan daging  goreng. Sangat lezat disantap dan dilumuri santan, ditemani nasi hangat, sepotong jeruk nipis, dan cabai. Makanan ini adalah soto pada umumnya. Namun kali ini ada satu yang beda dari soto biasanya, namanya soto bakar Medan.
Saat melintas dengan kuda besi, di Jalan Yos Sudarso menuju kampus tepatnya pukul 13:30 WIB, Rabu 13 November,  terpampang bacaan Soto Bakar  Medan di sebuah panflet rumah makan. Saya baru pertama kali mengenal soto bakar Medan. Selama ini yang sering saya dengar adalah soto Medan dan  kawan-kawan. 
Hal ini membuat saya penasaran dengan makanan yang satu ini. Tak sengaja kuda besi merah saya parkirkan di depan rumah makan soto bakar tersebut. Bertanya pada salah satu pelayan, “Kak, berapa satu porsi soto bakarnya?”
Karena rasa penasaranku dengan sotonya, aku bertanya lagi, “Kak, sotonya memang dibakar ya?”
Pelayan menjawab, “Ya, Bang, memang daging atau ayam dibakar, bukan digoreng.”
Aku langsung memesan soto bakar yang menjadi menu utama di tempat makan ini. Pelayan bertanya kepadaku, “Bang, soto bakar daging atau soto Skar ayam?
Daging saja ya, Kak.”
Sembari menunggu soto bakar pesanan, aku bertanya pada salah satu pelayan karena rasa  penasaran, “Kak, sudah lama buka tempat ini?
Dengan ramah pelayan menjawab, “Baru sekitar enam bulanan, Bang.
Sembari menunggu pesanan, aku mendengarkan lagu. Sekitar lima menit, pesananku sampai di atas meja berukuran lebih kurang satu meter. Di atas meja ini diletakkan soto dalam mangkuk sekira berdiameter 7 cm. Ada pula mangkuk persegi 4 ukuran 3 cm tempat cabe rawit dan sepotong jeruk nipis.
Kuperas jeruk nipis kevdalam mangkuk putih berisikan soto.  Aku spontan mengambil sendok yang telah disediakan. Aku mencicipi kuahnya dan rasa santannya enak. Tidak terlalu kental dan kucicipi daging bakar yang masak. Setelah satu menit saya menyantap makanan  khas kota Horas ini, seorang laki-laki paru baya menyapaku,Kekmana rasa sotonya?
Dengan ramah dan melontarkan senyum, dia tak lain adalah pemilik rumah makan Soto Bakar Medan,  namanya Irwan Apandi Lubis. Aku merasa terhormat, ternyata beliau  adalah pemilik soto bakar Medan ini dan beliau duduk satu meja dengan saya.

Mengapa Soto Bakar Medan?
Bapak separuh baya ini mengatakan, soto ini memang dagingnya dbakar. Berbeda dengan soto yang biasanya, dagingnya digoreng. Dan, santan dipilih dari kelapa yang lebih muda supaya tidak memiliki Kadar lemak yang tinggi.
Lelaki 48 tahun ini juga menambahkan, ia memberi nama  soto bakar Medan karena dari survei yang dilihatnya di lapangan,  hanya ada soto yang dagingnya digoreng. “Maka,kita mencoba menyajikan yang berbeda, yakni dengan daging dibakar. Bumbunya hampir sama dengan soto lain, hanya saja cara pengolahannya yang berbeda,” ujarnya.
Bapak Lubis juga menambahkan, ini pertama kali ia menggeluti bidang kuliner. Sebetulnya ia memiliki dasar usaha industri. “Usaha ini baru berjalan lebih kurang enam bulan,” kata lelaki yang mengenakan  kaos berkerah ini. “Kita telah memiliki pelanggan tetap, “ tandasnya.
Hampir saja lupa, Soto Bakar Medan ini beralamat di Jalan Yos Sudarso Medan. Untuk menikmati soto ini dengan sepiring nasi putih dan segelas minuman ringan, hanya merogoh kocek sekitar 18.000-an. Soto bakar Medan ini belum memiliki cabang.
Setiap daerah memiliki makanan khas dan itu merupakan kekayaan kuliner Indonesia.. Kekayaan itu bertambah karena setiap daerah bisa memiliki lebih dari satu makanan khas. Tapi, seberapa banyak makanan khas suatu daerah yang bisa dinikmati di seluruh daerah di Indonesia?
Memang, ada beberapa makanan khas yang telah mudah dinikmati di setiap daerah. Sebut saja, es dawet, sate Padang, pempek Palembang, atau dodol garut. Tetapi, banyak pula makanan khas daerah yang masih sulit dinikmati di daerah lain di Indonesia. Hal tersebut tentu menjadi sebuah ironi. Karena, tidak semua penduduk Indonesia bisa merasakan seluruh kekayaan kuliner dalam negerinya sendiri. *** (Wahyu Saddam Husin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar