K
|
uliner
adalah hasil olahan yang berupa masakan. Masakan tersebut berupa lauk pauk,
makanan (penganan), dan minuman. Setiap
daerah memiliki cita rasa tersendiri, maka tak heran jika setiap daerah
memiliki tradisi kuliner yang berbeda-beda. Saat ini, kuliner sudah dipandang
sebagai sebuah gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat.
Kota Medan
memiliki satu kuliner yang cukup familiar. Salah satunya adalah soto Medan. Makanan yang disajikan
dengan rempah, bumbu, dan potongan daging goreng. Sangat
lezat disantap dan dilumuri santan,
ditemani
nasi hangat, sepotong
jeruk nipis,
dan cabai. Makanan ini
adalah soto
pada umumnya. Namun
kali ini ada satu yang beda dari soto biasanya, namanya soto bakar Medan.
Saat melintas dengan kuda besi,
di Jalan
Yos Sudarso menuju kampus tepatnya
pukul 13:30 WIB,
Rabu 13 November, terpampang bacaan Soto Bakar Medan
di sebuah
panflet rumah makan. Saya baru pertama kali mengenal soto bakar Medan. Selama ini yang sering saya
dengar adalah soto Medan
dan kawan-kawan.
Hal
ini membuat saya penasaran dengan makanan yang satu ini. Tak sengaja kuda besi merah saya parkirkan di depan
rumah makan soto bakar tersebut.
Bertanya
pada salah satu pelayan, “Kak, berapa satu porsi soto
bakarnya?”
Karena
rasa penasaranku dengan sotonya,
aku
bertanya lagi, “Kak, sotonya memang dibakar
ya?”
Pelayan
menjawab, “Ya, Bang, memang daging atau ayam dibakar, bukan digoreng.”
Aku langsung memesan soto bakar yang menjadi menu
utama di tempat makan ini. Pelayan
bertanya kepadaku, “Bang,
soto bakar daging atau soto Skar
ayam?”
“Daging
saja
ya, Kak.”
Sembari menunggu soto bakar pesanan, aku bertanya
pada salah satu pelayan karena rasa
penasaran, “Kak, sudah lama buka tempat
ini?”
Dengan ramah pelayan menjawab, “Baru sekitar enam bulanan, Bang.”
Sembari menunggu
pesanan, aku
mendengarkan lagu. Sekitar
lima menit,
pesananku sampai di atas
meja berukuran lebih kurang satu meter. Di atas
meja ini diletakkan soto dalam mangkuk sekira
berdiameter 7 cm. Ada pula mangkuk persegi 4 ukuran 3 cm tempat
cabe rawit dan sepotong jeruk nipis.
Kuperas jeruk nipis kevdalam mangkuk putih berisikan soto. Aku spontan mengambil sendok yang telah disediakan. Aku mencicipi kuahnya dan rasa
santannya
enak. Tidak
terlalu kental dan kucicipi daging bakar yang masak. Setelah satu menit saya
menyantap makanan khas kota Horas ini, seorang laki-laki paru baya
menyapaku, “Kekmana rasa sotonya?”
Dengan
ramah dan melontarkan senyum,
dia tak lain adalah pemilik rumah makan Soto Bakar Medan, namanya Irwan Apandi Lubis. Aku merasa terhormat, ternyata beliau adalah pemilik soto bakar Medan ini dan beliau duduk
satu meja dengan saya.
Mengapa
Soto
Bakar
Medan?
Bapak separuh baya ini mengatakan, soto ini memang
dagingnya dbakar. Berbeda dengan soto yang
biasanya,
dagingnya digoreng. Dan, santan dipilih dari kelapa yang lebih muda
supaya tidak memiliki Kadar
lemak yang tinggi.
Lelaki
48 tahun ini juga menambahkan,
ia memberi
nama soto bakar Medan karena dari survei
yang dilihatnya di lapangan, hanya ada soto yang dagingnya digoreng. “Maka,kita mencoba menyajikan
yang berbeda, yakni
dengan daging dibakar. Bumbunya hampir sama dengan soto
lain,
hanya saja cara pengolahannya yang berbeda,” ujarnya.
Bapak
Lubis
juga menambahkan,
ini pertama kali ia menggeluti bidang kuliner. Sebetulnya ia memiliki dasar usaha industri. “Usaha ini baru berjalan
lebih kurang enam bulan,” kata lelaki yang
mengenakan kaos berkerah ini. “Kita telah memiliki pelanggan tetap, “ tandasnya.
Hampir saja lupa, Soto Bakar Medan ini beralamat di Jalan Yos Sudarso Medan. Untuk menikmati soto ini
dengan sepiring nasi putih dan segelas minuman ringan, hanya merogoh kocek sekitar
18.000-an. Soto
bakar Medan
ini belum memiliki cabang.
Setiap daerah memiliki makanan khas dan itu merupakan
kekayaan kuliner Indonesia.. Kekayaan itu bertambah karena setiap daerah bisa
memiliki lebih dari satu makanan khas. Tapi, seberapa banyak makanan khas
suatu daerah yang bisa dinikmati di seluruh daerah di Indonesia?
Memang, ada beberapa makanan khas yang telah mudah
dinikmati di setiap daerah. Sebut saja, es dawet, sate Padang, pempek
Palembang, atau dodol garut. Tetapi, banyak pula makanan khas daerah yang masih
sulit dinikmati di daerah lain di Indonesia. Hal tersebut tentu menjadi sebuah
ironi. Karena, tidak semua penduduk Indonesia bisa merasakan seluruh kekayaan
kuliner dalam negerinya sendiri. *** (Wahyu Saddam Husin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar