GELANGGANG SAJAK
SAJAK
MOTOR BUTUT
Badai pesta di atap awan
Langit menjadi tua gulana
Keremangan di tanah retak
Kegelapan seisi jiwa
Memorak poranda bunga-bunga bangsa
Memasang bom atom di bilik perpustakaan
Di pojok kamar, berselimut tebal
Aku hening terdiam menangisi keadaan
Hey!
Peluru-peluru berkarat
Bidikan seperti apa yang terlintas di benakmu
Semakin sesak nafas hinggap dalam dekap
Oleh parfum dan bedak-bedak ketiak
Seperti lebah kuping berdengung
Mendengar lagu-lagu cengeng
Tersimpan di memori ponsel
Knalpot bising balap liar
Dan berita tentang orang-orang yang makan bangkai saudaranya
Kita sedang berada di lingkup darurat
Jalan lurus berkelok tanpa tujuan
Penyesalan mengangkang
Di jam dinding berputar se-arah
Dan bombardir budaya nonsens
Mengepung berbagai penjuru
Kita diajari tertawa,
Menangis,
Dan menguras emosi
Berhedonisme ria
Dan difestivalkan di rimba raya
Tetapi nampaknya teori-teori
Mengungkung daya fikir kita
Menumbuhkan ancaman sebagai kader distorsi
Kita juga dibayangi spekulasi keinginan,
Nafsu semata
Tanpa diajari langkah gerak nyata
Buku-buku berubah ngeri berbelati
Tata fikir masa lalu
Disulap menjadi kosmetik dan knalpot motor
Kalau luntur dan butut
Pasti wajah coreng dan polusi udara
Oh, Gajah Mada
Oh, Diponegoro
Oh, Soekarno
Menyelinaplah di mimpi malam kami
Bercumbulah dengan tata fikir masa kini
Tanamlah ideologi berfikir dan bergerak
Dalam kelatahan dan kelemahan mental
Kami adalah angkatan dengklok
Hama infotaimen
Bergejolak dalam nafas belati
Keausan semangat
Mengendorkan langkah di jalan raya
Ketumpulan cara fikir
Menghujam di balik tilam
Oh, bunga-bunga bangsa
Ke manakah nafas terhunus, darah anyir
Bahwa kegalauan memerkosa kemerdekaan
Dan kita tak butuh wewangian tak guna
Semangat mereka harus diduplikat
Untuk terciptanya high morale
Memerdaya tipu daya di balik selimut kusam
Kita harus berfikir dan bergerak
Harus berhenti mengulum kebobrokan
Ceramah, pemikiran, hanya sebagai cara
Tetapi semangat perjuangan
Harus dikobarkan
Dengan gerak nyata
Dengan langkah beradap
Untuk memerbaiki peradaban
Demi meneruskan perjuangan Bung Karno,
Diponegoro,
Gajah Mada
Mengibarkan setinggi-tingginya bendera kemerdekaan
Di angkasa raya
Aku tulis sajak pembaharuan
Di masa krisis perjuangan
Buat apa bersenang
Kalau harus tolot akan peradaban?
Buat apa bertata rias
Kalau hanya mengobral kecantikan?
Kita adalah motor butut soak tak bisa gerak kencang
Di kocok bangsa adikuasa
Dalam hutang berkepanjangan
Kini kita cuma punya dua pilihan
Bergerak atau tergerus peradaban
Di Zaman edan
Badai pesta di atap awan
Langit menjadi tua gulana
Keremangan di tanah retak
Kegelapan seisi jiwa
Memorak poranda bunga-bunga bangsa
Memasang bom atom di bilik perpustakaan
Di pojok kamar, berselimut tebal
Aku hening terdiam menangisi keadaan
Hey!
Peluru-peluru berkarat
Bidikan seperti apa yang terlintas di benakmu
Semakin sesak nafas hinggap dalam dekap
Oleh parfum dan bedak-bedak ketiak
Seperti lebah kuping berdengung
Mendengar lagu-lagu cengeng
Tersimpan di memori ponsel
Knalpot bising balap liar
Dan berita tentang orang-orang yang makan bangkai saudaranya
Kita sedang berada di lingkup darurat
Jalan lurus berkelok tanpa tujuan
Penyesalan mengangkang
Di jam dinding berputar se-arah
Dan bombardir budaya nonsens
Mengepung berbagai penjuru
Kita diajari tertawa,
Menangis,
Dan menguras emosi
Berhedonisme ria
Dan difestivalkan di rimba raya
Tetapi nampaknya teori-teori
Mengungkung daya fikir kita
Menumbuhkan ancaman sebagai kader distorsi
Kita juga dibayangi spekulasi keinginan,
Nafsu semata
Tanpa diajari langkah gerak nyata
Buku-buku berubah ngeri berbelati
Tata fikir masa lalu
Disulap menjadi kosmetik dan knalpot motor
Kalau luntur dan butut
Pasti wajah coreng dan polusi udara
Oh, Gajah Mada
Oh, Diponegoro
Oh, Soekarno
Menyelinaplah di mimpi malam kami
Bercumbulah dengan tata fikir masa kini
Tanamlah ideologi berfikir dan bergerak
Dalam kelatahan dan kelemahan mental
Kami adalah angkatan dengklok
Hama infotaimen
Bergejolak dalam nafas belati
Keausan semangat
Mengendorkan langkah di jalan raya
Ketumpulan cara fikir
Menghujam di balik tilam
Oh, bunga-bunga bangsa
Ke manakah nafas terhunus, darah anyir
Bahwa kegalauan memerkosa kemerdekaan
Dan kita tak butuh wewangian tak guna
Semangat mereka harus diduplikat
Untuk terciptanya high morale
Memerdaya tipu daya di balik selimut kusam
Kita harus berfikir dan bergerak
Harus berhenti mengulum kebobrokan
Ceramah, pemikiran, hanya sebagai cara
Tetapi semangat perjuangan
Harus dikobarkan
Dengan gerak nyata
Dengan langkah beradap
Untuk memerbaiki peradaban
Demi meneruskan perjuangan Bung Karno,
Diponegoro,
Gajah Mada
Mengibarkan setinggi-tingginya bendera kemerdekaan
Di angkasa raya
Aku tulis sajak pembaharuan
Di masa krisis perjuangan
Buat apa bersenang
Kalau harus tolot akan peradaban?
Buat apa bertata rias
Kalau hanya mengobral kecantikan?
Kita adalah motor butut soak tak bisa gerak kencang
Di kocok bangsa adikuasa
Dalam hutang berkepanjangan
Kini kita cuma punya dua pilihan
Bergerak atau tergerus peradaban
Di Zaman edan
Yusti Aprilina :
Novelya Siregar :
MAMA
Mama. . . kau segalanya untukku
Mulai dalam kandungan
Kau menggotongku
Hingga aku lahir ke dunia ini
Kau yang
melahirkan aku
Kau yang merawat aku
Tiada peduli panas terik, hujan yang melanda
Kau tetap ada di sampingku
Matamu selalu melihatku
Bibirmu selalu melihatku
Tiada harapan sirna dari hidupmu
Semangat pantang menyerah selalu ada dalam hidupmu
Mama . . . aku sayang mama
Kau cahaya hidupku
Cahaya benderang yang selalu menyelimutiku
Dalam suka maupun
duka
Kasih sayangmu sepanjang masa
Kasih sayangmu tak terhingga
Kasih sayang mu tak terbalas
Kau bagaikan tongkat dalam kehidupanku
Jika tongkat itu patah
Maka patah pula
hidupku
Jika tongkat
itu tetap utuh berdiri
Niscaya hidupku
akan bahagia selamanya
Hapriyanita
Ramadhani :
AKU BISA
Sepinya malam ini dinginku
Heningnya malam ini, teriakku
Tak kusangka kulewati ini semua
Tanpa dirimu, tanpa kasihmu
Tiap hari aku mencoba,
Hujan selalu menghapus jejakmu,
Bintang selalu menari dalam pikiranku,
Mengapa ini terjadi padaku,
Kapan ini akan berakhir,
Atau apakah aku akan selalu begini,
Mengemis kasih sayang dari dirimu
Selamanya?
Tidak,
Aku kuat untuk ini
semua
Aku yakin ak bias melewatinya
Dengan diriku sendiri
MAAF
Waktu berjalan begitu cepat
tak ada yang bisa kulakukan
hanya terdiam di sini
terpaku di sini
mengapa sulit sekali
sulit sekali untuk berkata maaf
sulit untuk berkata aku menyesal
sulit mengungkapkan yang aku rasakan
seandainya air bisa mengantarkan pesan,
seandainya udara membawa penyesalanku
tak mungkin beban ini kupikul terus
seumur hidupku
tapi kini kau telah menghilang
tak tahu aku harus mencari di mana
mungkin ini memang takdirku
hidup dalam bayang dosaku padamu
(Mahasiswi Psikologi USU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar