Selasa, 14 Februari 2012

Cerpen (Sabtu, 26 November 2011)


Pelangi di Mata Nana
Cerpen : Lia Elviana


Sejak kecil Nana diasuh oleh neneknya. Ibunya telah tiada saat Nana masih umur dua tahun. Ayahnya meninggal saat menerima telepon dari seseorang di kantornya, yang membuat penyakit jantungnya kumat dan tak bisa tertolong lagi. Saat itu Nana berulang tahun yang ke-13, ia melihat ayahnya terkapar di kantor tak bernyawa lagi.

Kondisi Nana semakin hari semakin parah, yang membuat nenek Nana terpaksa pindah. Ia lakukan ini agar Nana bisa kembali seperti dulu lagi. Segala cara sudah dilakukan neneknya, tapi itu tak berhasil. Sering Nana marah karena kesalahan sedikit saja, misalnya selai roti coklat yang dibuat neneknya sedikit, Nana langsung melempar roti itu ke lantai dan menginjaknya. Ia marah-marah dan pergi tanpa permisi kepada neneknya dan tak pulang semalaman.
Pagi pukul 06.45 Nana diantar neneknya ke sekolah baru. Nenek memandangi Nana dalam mobil, ia melihat cucunya itu tidak menyukai sekolah barunya. Nana memang tidak suka sekolah lagi sejak ayahnya meninggal. Ia menggangap sekolah itu adalah penjara kedua setelah rumahnya.
Pernah ia diasramakan oleh neneknya di pesantren. Tidak lama di pesantren, ia di keluarkan, semua guru telah kewalahan menghadapi sikap Nana.
Nana menginjakkan kakinya ke halaman depan sekolah dengan mengunyah permen karet. Ia terseyum melihat sekolah itu. Neneknya tahu pasti senyuman itu rencana baru yang ada di otaknya. Neneknya menarik Nana ke ruangan kepsek dan menyuruhnya membuang permen karet yang dimakannya, tapi Nana tidak peduli. Ia tetap saja mengunyah permen karetnya itu.
Jabatan tangan nenek Nana dan kepsekpun terjadi. Artinya, Nana resmi menjadi siswa baru di sekolahan itu. Nana didampingi nenek dan guru pergi menuju ruangannya. Di depan kaca jendela, neneknya memerhatikan Nana sejenak, untuk saat itu Nana masih diam dan belum berbuat apa-apa.
Neneknya berpamitan kepada guru dan menyarankan agar berhati-hati terhadap Nana. Nenek Nana telah menceritakan kondisi Nana yang sebernanya agar guru-guru di sana memaklumi sikap Nana. Semua guru mengerti dan siap menghadapi Nana jika sewaktu-waktu Nana berbuat nakal.
Pelajaran kedua telah selesai, jam istirahat digunakan oleh murid. Nana hanya mematungkan diri di kursi. Ia melihat situasi kelasnya saat ini cukup baik kenapa tidak, kini ia tidak repot-repot mengusir guru agar tidak masuk kelas. Semua telah telaksana, ternyata sekelompok murid di kelas persis sepertinya yang berandalan. Hanya berbeda, mereka masih mempunyai orangtua.
Ketika Nana sedang mengotak-atik hape, ia mendengar suara seseorang yang memanggil namanya. Ia melihat dan ternyata seorang murid sebangkunya ingin berkenalan. Gadis itu mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya, yaitu Pela. Nana yang tak suka berteman mengacuhkan Pela, tapi Pela sabar menghadapi Nana.
Seminggu telah Nana masuki sekolah. Pela teman sebangkunya menunggu Nana, ia memberitahu Nana bahwa hari ini pelajaran Bu Melvi ada PR, tapi Nana tak peduli. Sering Nana marah-marah dengan Pela karena ia selalu mengajak Nana untuk belajar dan memberi contekan PR agar Nana tidak dihukum karena tidak mengerjakan PR.
Sebaik apapun pela, itu tidak membuat Nana berubah. Nana tetap saja tidak berterima kasih terhadap Pela yang sering membantunya di sekolah.
Suatu hari Nana mengikuti Pela pulang. Ia berniat menghancurkan Pela karena Pela selalu ikut campur urusannya. Ia ingin tahu tujuan Pela kenapa ia berbuat baik terhadapnya.
Ia mengamati gerak-gerik Pela. Ia melihat kondisi Pela setiap hari. Lama-kelamaan Nana sadar bahwa Pela berusaha untuk hidup, membiayai hidupnya.
Nana terus mencari informasi tentang Pela dari teman dan guru-guru di sekolah. Sekarang ia benar-benar mengerti kenapa Pela begitu.
Sudah lebih sebulan Nana mengamati Pela. Nana yang cuek terhadap Pela sekarang mulai mendekati Pela dan lebih ingin tahu Pela sebenarnya. Nana mengatakan kepada Pela bahwa ia ingin ke rumahnya. Pela kaget dan ia tersenyum mendengarkannya. Ia heran, Nana yang cuek, sering marah-marah dan benci kepadanya, sekarang ingin melihat rumahnya.
Pelajaran terakhir telah selesai saat bel berbunyi semua siswa berhamburan keluar dari kelas menuju gerbang. Siang itu matahari sangat terik. Wajah putih Nana mulai memerah. Lima belas menit kemudian angkot yang ditunggu datang, Nana dan Pela menaiki angkot tersebut.
Di perjalanan, Nana hanya diam. Sesampai di rumah Pela, Nana melihat kondisi rumah Pela. Ia tidak kaget lagi karna telah mengamati Pela selama lebih satu bulan. Nana menanyakan orang tua Pela, tapi Pela hanya tersenyum dan menjawab ibunya berada di tempat yang terindah nun jauh di sana.
Nana kaget mendengarnya, dari mana Pela bisa hidup sendiri di rumah yang sepi dan kotor seperti ini. Pela terseyum dan menceritakan kenapa ia masih bisa tertawa dan berusaha hidup,apalagi bisa berbuat baik kepada siapa saja. Itu dikarenakan kesalahan Pela yang membuat dia kehilangan orang tuanya.
Pela sama seperti Nana yang bandel dan tak mau mendengarkan orang tuanya. Sampai suatu hari ibunya sakit-sakitan, ingin sekali melihat Pela, tapi Pela tak ingin bertemu dengan ibunya. Ia tidak percaya bahwa ibunya sakit.
Hingga akhirnya saat ia pulang, ia melihat ibunya sudah meninggal. Ia menangis tapi ayahnya marah kepadanya dan mengusirnya dari rumah. Sejak saat itu Pela berjanji bahwa ia akan berubah demi arlmarhumah ibunya.
Nana tercengang dan mengusap air mata Pela. Ia mengajak Pela pergi ke rumah orang tuanya, tapi pela tidak mau. Nana mengatakan ia lakukan ini untuk ucapan terima kasih. Pela kaget mendengar itu, ia tidak mengerti maksud nana. Nana terus membujuk Pela tanpa menjelaskan maksudnya. Bujuk rayu Nana yang membuat Pela akhirnya mau pergi menemui ayahnya.
Sesampai di sana, Nana keluar dari angkot dan mengajak Pela masuk. Pela takut, bahwa ia akan ditolak oleh ayahnya. Tapi ketakutan Pela berubah jadi senyuman saat seorang bapak tua menyambut dan memeluknya dengan hangat. Ayah Pela mengatakan bahwa ia menyesal mengusir Pela. Ia berjanji akan menjaga Pela dengan baik.
Kini semua kondisi telah baik. Pela berterima kasih kepada  Nana dan memeluk Nana erat-erat. Tapi Nana mengatakan bahwa ia juga akan memberi kejutan lagi. Nana mengajak Pela pergi ke rumahnya.
Sesampai di rumah, Nana memeluk neneknya yang sedang menonton teve. Neneknya kaget melihat Nana yang meminta maaf atas sikapnya selama ini. Neneknya memeluk Nana dan menciumnya. Nana menceritakan kondisi Pela yang sebenarnya.
Nana berterima kasih kepada Pela karena ia telah menyadarkan betapa pentingnya hidup ini. Nana meminta tolong kepada neneknya agar mau membantu Pela dan ingin bertemu dengan ayah Pela.
Nenek, Nana, dan Pela pergi ke rumah Pela. Sesampai di rumah Pela, nenek Nana bertemu dengan ayahnya Pela. Ia berkata bahwa ia akan memberi modal kepada ayah Pela untuk membuka usaha dan akan membiayai sekolah Pela hingga Pela tamat. Ia juga mengangkat Pela sebagai cucunya seperti Nana.
Pela senang mendengarnya dan memeluk nenek Nana. Nenek Nana tersenyum dan Nana pun ikut memeluk Pela. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar