Oleh: Dewi Ningsih
S
|
astra merupakan
sebuah hasil imajinasi manusia yang diciptakan dan dituangkan dalam bentuk tulisan-tulisan
indah. Sastra diciptakan bukan sekadar menuangkan imajinasinya, melainkan memiliki
maksud dan tujuan yang dapat membawa manfaat bagi pembacanya.
Salah
satu contoh karya sastra yang dapat membawa manfaat bagi pembacanya adalah
cerpen “ Ketika Mas Gagah Pergi” (KMGP), buah karya Helvy Tiana Rosa, sebuah
cerpen remaja yang sangat fenomenal dan dianggap sebagai pelopor bagi
kebangkitan Sastra Islami Kontemporer di Indonesia pada era 1990-an.
KMGP
juga turut memengaruhi perkembangan semangat belajar Islam di kalangan muda
Indonesia. Inilah satu-satunya karya Helvy yang habis 10.000 eksemplar sebelum
buku tesebut dicetak tahun 1997 oleh Pustaka Aninda. Kemudian Tahun 2011 buku ini kembali
diterbitkan oleh Asmanadia Publishing House. Ada perbedaan cerpen KMG yang dulu
dengan yang sekarang, kalau dulu hanya 15 halaman, sekarang menjadi novellet 64
halaman.
Untuk
mengkritiki sebuah karya sastra bukanlah hal yang mudah banyak teori-teori yang
harus dikuasai. Tentunya bagi saya yang mencoba untuk mengkritik sebuah karya
sastra. Kritik sastra membicarakan sebuah sastra secara langsung yakni
menganalisis, menafsirkan, dan menilai karya tersebut.
Ada
beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkritik sebuah karya sastra menurut Abrams
yaitu pendekatan ekspresif, pendekatan mimesis, pendekatan pragmatik, dan
pendekatan objektif.
1.
Pendekatan
ekspresif ini menempatkan karya sastra sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi
pikiran dan perasaan pengarang. Pengarang sendiri menjadi pokok yang melahirkan
produksi persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan yang
dikombinasikan. Praktik analisis dengan pendekatan ini mengarah pada
penelusuran kesejatian visi pribadi pengarang yang dalam paham struktur genetik
disebut pandangan dunia. Seringkali pendekatan ini mencari fakta-fakta tentang
watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang secara sadar atau tidak
telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut. Dengan demikian, secara
konseptual dan metodologis dapat diketahui bahwa pendekatan ekspresif
menempatkan karya sastra sebagai: (1) wujud ekspresi pengarang, (2) produk
imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan
perasaan-perasaannya, (3) produk pandangan dunia pengarang.
2.
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia
pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan
yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan. Kenyataan di sini
dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di
luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya
benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan,
perasaan, pikiran, dan sebagainya. Melalui pandangan ini, secara hierarkis
karya seni berada di bawah kenyataan. Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra
memandang karya seni dianggap sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi
dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan.
3.
Pendekatan
pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini
memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca. Pendekatan
pragmatis memertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya.
Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka
masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis di antaranya
berbagai tanggapan masyarakat atau penerimaan pembaca tertentu terhadap sebuah
karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis.
4.
Pendekatan
objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, antarhubungan, dan
totalitas. Pendekatan ini mengarah pada analisis intrinsik. Konsekuensi logis
yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik,
seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural
lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga
disebut analisis otonom.
Dari
keempat pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams, sebagai pembaca saya tertarik
untuk mengkritik karya sastra dengan menggunakan pendekatan pragmatis. Mengapa?
Karna sebagai pembaca saya dapat menilai langsung karya yang saya baca. Salah
satu karya yang sudah saya baca adalah buah karya Helvy Tiana Rosa
yaitu cerpennya yang kini menjadi novellet yang berjudul Ketika Mas Gagah
Pergi dan Kembali.
Pesan
yang terkandung dalam Novellet tersebut sangat bagus dan menginspirasi kaum
remaja. Banyak nilai-nilai religius yang
disampaikan pengarang melalui karakter tokoh tersebut. Pengarang mengajarkan
tentang Islam yang indah, tentang peranan sesama muslim, tak ada sesuatu yang
tak mungkin.
Dalam
ceritanya, seseorang yang dulunya pereman dan pencopet dapat berubah menjadi
seorang muslim yang taat, wanita yang dulunya tomboy dapat berubah menjadi
muslimah yang solehah dan anggun. Semua karena Mas Gagah yang tiba-tiba berubah dan mampu mengubah orang-orang di sekelilingnya
menjadi seorang muslim sejati.
Tapi
itu berjalan tak lama, karena Mas Gagah telah pergi untuk selamanya, pergi
untuk meninggalkan orang-orang yang mencintainya. Banyak yang kehilangan
sosoknya, terutama Gita, gadis yang sering dipanggilnya dengan Dik Manis.
Ternyata masih ada orang yang baik setelah kepergian Mas Gagah, yaitu Yudi yang
selalu menyampaikan dakwahnya dalam busway. Setelah mengenal Yudi, Gita merasa
Mas Gagahnya telah kembali. Sosok yang terus menyampaikan dakwah Islam kepada
sesama muslim.
Menurut
saya, kaum muda harus membaca novellet ini. Novellet ini sangat luar biasa,
mampu membius pembacanya. Ternyata dakwah tidak harus di depan jamaah, melalui
pengajian, melalui kegiatan sosial atau keagamaan. Tetapi Helvy Tiana Rosa
mampu berdakwah lewat karyanya. Semua kalangan dapat membaca karyanya tanpa
terkecuali. Inilah karya sastra yang wajib dibaca, karya sastra yang dapat
membawa manfaat bagi pembacanya, ada efek yang ditimbulkan setelah membaca
karyanya, tentunya efek positif dan menuju ranah yang lebih baik. Karya seperti
ini yang selalu dinanti-nanti oleh pembaca. ***
Penulis, Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar