Kamis, 18 Juli 2013

GELANGGANG SAJAK : Riska Irene Simatupang (Sabtu, 13 Juli 2013)


Kumandang Sesal

Kemarin masih kau titipkan luka di sela beranda akalku
Hari ini  kaucoba bercumbu dengan kata maaf
Lalu akankah esok kembali kautaburi aku dengan senandung perih tanpa tepian

Kumandang sesalmu laksana bola-bola salju
Ibaratkan lingkar cincin tanpa awalan pun akhiran
Begitu mudah kau suarakan sesal
Tanpa materai pengikat takan kau ulang lagi..

Ahhh,,, sudahlah
Meski mungkin kau berpura lupa
Tapi guratan luka itu masih meninggalkan bekas
Selaksa paku tertancap erat dalam belantara ruang hati


Surat Kecil untuk Koruptor
                                                      
Pagi ini...
tertanggalkan hari yang kelabu
berselimutkan tempat hati nurani
salam damai untuk mu
wahai, para pemimpin kami
sejenak aku merangkai kata
mewakilkan jeritan rakyatmu yang kian menderita
tidakkah kau picingkan matamu
pada mereka...
anak jalanan..
anak putus sekolah..
janda miskin..
korban bencana...
tak punya rumah
tak punya seragam sekolah
bahkan tak punya lagi hak
karena sudah kaurampas saat kau mengungkap janji manismu kemarin
mereka menangis..
sedang kau asik duduk
meraup rupiah demi rupiah
kauhalalkan niat busukmu
kaugadaikan kebahagiaan kami
hanya untuk isi perutmu
masih adakah hatimu saat ini
usah kau tersenyum
kami muak dengan topengmu.
usah kau berjanji lagi..
biarlah Ilahi pada waktu nanti yang menjadi saksi cerita ini 


Elegi Tikus Bertopeng         
                                                           
Matahari masih tersenyum
Menorehkan sinar yang penuh harapan
Pelangi pun masih ingin bersanding
Bersama tetesan air hujan langit biru

Tetapi...
Tatap mata meratap
Di tengah hamparan padang pasir nan kerontang
Tikus-tikus nakal menari
tanpa peduli pada pasir yang terus merintih

hingga malam hampir usai
tak jua beranjak pergi
seakan waktu pesta akan dimulai
berselimut dengki berselendang iri hati

pundi-pundi terisi
tikus tak lagi beraksi
bermetamorfosa jadi kelinci
lalu berlari memakai topeng penutup diri ......


                                                           
Senandung Cinta untuk Emak dan Bapak
           
Mak, Pak
Izinkan aku  memuisikanmu lewat kanvas kata ini
Menyeberangi batas rindu yang sedari tadi bergulat dengan sepi
Membayangkan gemurat halus tentang raut wajahmu saja
Mampu membius raga pun jiwa yang hampir tenggelam dalam asa

Pesan-pesan harap yang selalu kaulantunkan
Pada altar sajadah sujud yang seolah menembus dinginnya pagi buta
Entah mengapa seolah kerentaan kauanggap menjadi sahabat pada masanya
Tiada pernah kaupeduli pada keriput kulit yang menghapus sedikit lambang perkasamu

Mak, Pak
Bukankah dulu kita sepaham tentang lingkar janji yang mengantarku pergi
Meninggalkan deru debu pada kampung halaman
Menapaki tiap guratan kehidupan jauh dari dekap kemanjaan
yang kita sebut rajutan menuju kemenangan

Mak, Pak..
Maafkan bila saat ini waktu belum merestui
Memampukan aku menilik lagi secercah senyum pada sudut bibir tipismu
Bersabarlah terus dalam senandung doa-doa mu pun aku
Mengotakkan kita pada  selaksa indah tentang cita dan cinta



Penulis adalah mahasiswi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar