Kumandang Sesal
Kemarin masih
kau titipkan luka di sela beranda akalku
Hari ini kaucoba bercumbu dengan kata maaf
Lalu akankah
esok kembali kautaburi aku dengan senandung perih tanpa tepian
Kumandang
sesalmu laksana bola-bola salju
Ibaratkan
lingkar cincin tanpa awalan pun akhiran
Begitu mudah kau
suarakan sesal
Tanpa materai
pengikat takan kau ulang lagi..
Ahhh,,, sudahlah
Meski mungkin
kau berpura lupa
Tapi guratan
luka itu masih meninggalkan bekas
Selaksa paku
tertancap erat dalam belantara ruang hati
Surat
Kecil untuk Koruptor
Pagi ini...
tertanggalkan hari yang kelabu
berselimutkan tempat hati nurani
salam damai untuk mu
wahai, para pemimpin kami
sejenak aku merangkai kata
mewakilkan jeritan rakyatmu yang kian menderita
tidakkah kau picingkan matamu
pada mereka...
anak jalanan..
anak putus sekolah..
janda miskin..
korban bencana...
tak punya rumah
tak punya seragam sekolah
bahkan tak punya lagi hak
karena sudah kaurampas saat kau mengungkap janji manismu kemarin
mereka menangis..
sedang kau asik duduk
meraup rupiah demi rupiah
kauhalalkan niat busukmu
kaugadaikan kebahagiaan kami
hanya untuk isi perutmu
masih adakah hatimu saat ini
usah kau tersenyum
kami muak dengan topengmu.
usah kau berjanji lagi..
biarlah Ilahi pada waktu nanti yang menjadi saksi cerita ini
Pagi ini...
tertanggalkan hari yang kelabu
berselimutkan tempat hati nurani
salam damai untuk mu
wahai, para pemimpin kami
sejenak aku merangkai kata
mewakilkan jeritan rakyatmu yang kian menderita
tidakkah kau picingkan matamu
pada mereka...
anak jalanan..
anak putus sekolah..
janda miskin..
korban bencana...
tak punya rumah
tak punya seragam sekolah
bahkan tak punya lagi hak
karena sudah kaurampas saat kau mengungkap janji manismu kemarin
mereka menangis..
sedang kau asik duduk
meraup rupiah demi rupiah
kauhalalkan niat busukmu
kaugadaikan kebahagiaan kami
hanya untuk isi perutmu
masih adakah hatimu saat ini
usah kau tersenyum
kami muak dengan topengmu.
usah kau berjanji lagi..
biarlah Ilahi pada waktu nanti yang menjadi saksi cerita ini
Elegi Tikus Bertopeng
Matahari masih
tersenyum
Menorehkan sinar
yang penuh harapan
Pelangi pun masih
ingin bersanding
Bersama tetesan
air hujan langit biru
Tetapi...
Tatap mata
meratap
Di tengah hamparan padang pasir nan kerontang
Tikus-tikus nakal
menari
tanpa peduli pada pasir yang terus merintih
hingga malam
hampir usai
tak jua beranjak
pergi
seakan waktu
pesta akan dimulai
berselimut dengki
berselendang iri hati
pundi-pundi
terisi
tikus tak lagi
beraksi
bermetamorfosa
jadi kelinci
lalu berlari
memakai topeng penutup diri ......
Senandung Cinta untuk Emak dan
Bapak
Mak, Pak
Izinkan aku memuisikanmu lewat kanvas kata ini
Menyeberangi batas
rindu yang sedari tadi bergulat dengan sepi
Membayangkan gemurat
halus tentang raut wajahmu saja
Mampu membius raga pun
jiwa yang hampir tenggelam dalam asa
Pesan-pesan harap yang
selalu kaulantunkan
Pada altar sajadah
sujud yang seolah menembus dinginnya pagi buta
Entah mengapa seolah
kerentaan kauanggap menjadi sahabat pada masanya
Tiada pernah kaupeduli
pada keriput kulit yang menghapus sedikit lambang perkasamu
Mak, Pak
Bukankah dulu kita
sepaham tentang lingkar janji yang mengantarku pergi
Meninggalkan deru debu
pada kampung halaman
Menapaki tiap guratan
kehidupan jauh dari dekap kemanjaan
yang kita sebut
rajutan menuju kemenangan
Mak, Pak..
Maafkan bila saat ini
waktu belum merestui
Memampukan aku menilik
lagi secercah senyum pada sudut bibir tipismu
Bersabarlah terus
dalam senandung doa-doa mu pun aku
Mengotakkan kita
pada selaksa indah tentang cita dan
cinta
Penulis adalah mahasiswi jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar